Penundaan Olimpiade dan Paralimpiade Tokyo 2020 akibat pendemi Covid-19 membuat agenda olahraga nasional pada 2021 sangat padat. Padatnya agenda itu memaksa pemerintah untuk selektif mengelola anggaran olahraga.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
AFP/BEHROUZ MEHRI
CEO Olimpiade Tokyo 2020 Toshiro Muto (kanan) menjelaskan tentang penentuan tanggal Olimpiade Tokyo 2020, didampingi Presiden Tokyo 2020 Yoshiro Mori, pada konferensi pers di Tokyo, Senin (30/3/2020). Olimpiade Tokyo 2020 dipastikan berlangsung pada 23 Agustus-8 Agustus 2021. Penundaan ini membuat agenda olahraga Indonesia tahun 2021 bertumpuk dan membebani anggaran olahraga.
JAKARTA, KOMPAS — Komite Olimpiade Internasional (IOC) menetapkan Olimpiade Tokyo 2020 digelar pada 23 Juli-8 Agustus 2021. Tanggal itu sesuai dengan keinginan penyelenggara untuk tetap menggelar Olimpiade di musim panas, nyaris satu tahun dari jadwal semula, 24 Juli-9 Agustus 2020. Adapun Paralimpiade akan berlangsung pada 24 Agustus-9 September 2021.
Keputusan ini diambil Presiden IOC Thomas Bach, Presiden Tokyo 2020 Yoshiro Mori, Gubernur Tokyo Yuriko Koike, serta Menteri Olimpiade dan Paralimpiade Jepang Seiko Hashimoto, dalam telekonferensi pada Senin (30/3/2020).
Waktu penundaan setahun diambil mempertimbangkan dunia telah pulih dari disrupsi pandemi Covid-19. Keputusan ini didasarkan kepada keselamatan dan kesehatan atlet serta kalender olahraga dunia.
”Dengan pengumuman ini, saya percaya diri, dengan kerja sama dengan tuan rumah, kami bisa mengatasi tantangan. Saat ini kita berada di lorong gelap. Olimpiade Tokyo akan menjadi cahaya terang di ujung lorong itu,” kata Bach.
Mori berterima kasih kepada Bach yang telah berkoordinasi dengan seluruh federasi olahraga di dunia. ”Menunda satu tahun lebih lambat dari rencana, kami pikir sangat baik untuk mengatur ulang sukarelawan, transportasi, dan penyediaan tiket. Atlet juga membutuhkan waktu mempersiapkan diri, berlatih, dan mengikuti kualifikasi,” ucapnya.
POOL PHOTO VIA AP/ISSEI KATO
CEO Olimpiade Tokyo 2020 Toshiro Muto menjelaskan tentang penentuan tanggal Olimpiade Tokyo 2020, pada konferensi pers di Tokyo, Senin (30/3/2020).
Dengan penundaan ini, Olimpiade akan bentrok dengan dua ajang besar, Kejuaraan Dunia Akuatik (16 Juli-1 Agustus) dan Kejuaraan Dunia Atletik (6-15 Agustus). Namun, federasi internasional kedua cabang menyatakan bersedia menyesuaikan waktu kejuaraan.
Tak lama setelah keputusan IOC ini, Atletik Dunia menyatakan menggeser Kejuaraan Dunia Atletik 2021 ke tahun 2022. ”Kami mendukung tanggal baru Olimpiade Tokyo 2020 yang diumumkan hari ini. Setiap orang perlu berkompromi sehingga kami dan penyelenggara Kejuaraan Dunia Atletik di Eugene, Oregon, AS, bekerja sama mencari tanggal baru kejuaraan pada 2022,” demikian pernyataan Atletik Dunia.
Konsekuensinya, mereka harus menegosiasikan waktu dengan Pesta Olahraga Persemakmuran yang dijadwalkan berlangsung di Birmingham, Inggris, 27 Juli-7 Agustus 2022. Juga dengan Kejuaraan Atletik Eropa di Muenchen, Jerman, 11-21 Agustus 2022.
Menumpuk
Penundaan Olimpiade dan Paralimpiade Tokyo 2020 membuat agenda olahraga nasional yang sudah padat pada 2021 semakin menumpuk. Padatnya agenda itu memiliki konsekuensi pada anggaran pemerintah. Mengatasi hal itu, perlu kompromi dari pemerintah dan pengurus cabang.
Pada 2021, terdapat ajang internasional seperti SEA Games, Asian Indoor and Martial Arts Games, Asian Winter Games, Islamic Solidarity Games, World Beach Games, serta dua ajang olahraga yunior ASEAN School Games dan Asian Youth Games. Di dalam negeri, terjadwal Pekan Olahraga Pelajar Nasional (Popnas) dan Pekan Paralimpik Pelajar Nasional (Peparpenas).
Indonesia juga akan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 dan seri balapan MotoGP. Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020 dan ASEAN Para Games pun berpotensi ditunda.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Para sprinter putri saat mengikuti tes evaluasi atlet di Pelatnas Atletik PB PASI di Stadion Madya Gelora Bung Karno, Jakarta, 31 Januari 2020.
”Konsekuensinya pasti terhadap anggaran. Semakin berkomitmen sebagai tuan rumah atau negara yang mengirimkan kontingen, pasti berdampak pada anggaran. Apalagi kita belum menganggarkan Olimpiade dan Paralimpiade, yang seharusnya bukan tahun depan,” kata Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Gatot S Dewa Broto dalam telekonferensi di Jakarta, Senin (30/3/2020).
Melihat situasi itu, Kemenpora akan berkompromi untuk menentukan skala prioritas. Olimpiade dan Paralimpiade sebagai ajang olahraga tertinggi akan menjadi prioritas utama dalam pembagian anggaran.
Dana Olimpiade tetap diberikan kepada cabang yang berpotensi lolos, tidak hanya yang berpeluang medali. ”Olimpiade tidak bisa ditawar. Jumlah cabang yang menjadi prioritas masuk Olimpiade tetap sama. Tidak akan dikurangi karena sudah sedikit,” kata Gatot.
Pemerintah tidak bisa mengurangi pengiriman kontingen ke Olimpiade karena terdapat tujuan politis. Indonesia berupaya mengajukan diri sebagai kandidat tuan rumah Olimpiade 2032. Karena itu, tidak mungkin hanya mengikuti, misalnya, dua cabang yang hampir pasti meraih medali.
Sebagai bentuk subsidi silang dari Olimpiade, ajang internasional lain akan dikurangi anggarannya. Konsekuensinya, pengiriman kontingen ke ajang olahraga tersebut tidak akan sebanyak tahun-tahun sebelumnya.
Untuk melonggarkan anggaran, Kemenpora kemungkinan memundurkan Popnas dan Peparpenas hingga 2022. ”Itu yang bisa kami lakukan karena dalam kewenangan kami. Untuk SEA Games masih kita lihat, belum ada keputusan mundur atau tidak karena negara lain juga sedang berusaha bangkit dari pandemi,” kata Gatot.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Para pebulu tangkis nomor ganda campuran berkumpul seusai berlatih dan mendengarkan evaluasi dari pelatih ganda campuran Richard Mainaky di Pelatnas PBSI Cipayung, Jakarta, 4 Maret 2020.
Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia Raja Sapta Oktohari menyadari, agenda pada 2021 sangat bertumpuk. Oleh karena itu, mereka akan berkoordinasi dengan pemerintah mencari solusi anggaran.
Banyaknya agenda yang berdampak pada keterbatasan anggaran menjadi dilema bagi KOI. Mereka membutuhkan anggaran besar, sekitar Rp 200 miliar, untuk mempromosikan Indonesia di Olimpiade. Promosi dengan membuat Rumah Indonesia merupakan cara untuk menarik perhatian menuju tuan rumah pada 2032.
”Yang saya percaya, Presiden dan kita semua semangatnya masih sama untuk tetap jadi tuan rumah Olimpiade. Kesempatan itu masih terbuka karena pengumuman baru dilakukan pada 2024,” ujarnya.
Lebih selektif
Ketua Umum PB Perpani Illiza Sa’aduddin Djamal, Senin, mengatakan, kondisi ini menjadi momentum semua pihak lebih selektif dan profesional dalam mengelola olahraga. Khususnya Kemenpora, diharap lebih selektif menyalurkan anggaran pelatnas. Anggaran harus diprioritaskan pada cabang yang punya rekam jejak prestasi internasional dan kategori cabang Olimpiade.
Adapun Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menuturkan, pihaknya sadar anggaran pemerintah bidang olahraga akan terbebani karena banayk ajang menumpuk pada 2021. Dia berkomitmen untuk memperjuangkan anggaran bidang olahraga yang tak terpakai tahun ini tidak diganggu gugat dan bisa dialihkan untuk tahun depan.
”Anggaran olahraga tahun depan juga patut ditingkatkan untuk mengakomodasi banyaknya ajang olahraga yang akan diikuti atau diselenggarakan. Ajang-ajang itu juga penting untuk membangun lagi semangat masyarakat setelah dilanda wabah Covid-19,” katanya. (AFP/KEL/DRI)