Usia yang mendekati 40 tahun tak mengurangi tekad Justin Gatlin bertarung di lintasan saat Olimpiade Tokyo 2020 digelar tahun depan. Sprinter tiga generasi ini yakin bisa mengatur kondisinya untuk tampil di Tokyo.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Semula, Justin Gatlin (38) belum memasukkan musim kompetisi 2021 dalam agendanya. Dia masih mempertimbangkan tampil atau tidak pada Kejuaraan Dunia Atletik 2021 karena berencana pensiun dari dunia atletik. Kini, tanpa berpikir panjang, pelari Amerika Serikat itu menjadikan 2021 sebagai agenda utama.
Hal itu dilakukan Gatlin setelah Komite Olimpiade Internasional dan Pemerintah Jepang memundurkan Olimpiade Tokyo 2020 selama setahun. Ajang multicabang terbesar di dunia, yang seharusnya berlangsung pada 24 Juli-9 Agustus itu, ditunda karena pandemi virus Covid-19 yang belum juga reda sejak Desember 2019.
Gatlin bahkan dengan tegas menjawab ”Ya!” ketika ditanya apakah akan mendapat emas dalam Olimpiade keempat dalam kariernya tersebut. ”Banyak yang berpikir, waktu tak berpihak kepada saya atau atlet-atlet tua pada situasi seperti ini, padahal itu tidak benar,” ujar Gatlin dalam Sports Illustrated, akhir pekan lalu.
Pelari spesialis 100 dan 200 meter itu mengatakan tak akan banyak perbedaan pada dirinya saat berlomba dalam usia 38 dan 39 tahun. Apalagi, tak ada agenda besar yang diikutinya pada tahun ini.
Sebulan lalu, Gatlin memiliki sederet lomba yang akan diikuti dalam agendanya. Penampilannya pada 2020 diawali ajang-ajang estafet di AS, seperti di Texas, Florida, dan Pennsylvania yang seharusnya berlangsung pada April. Setelah itu, dia akan tampil dalam Liga Berlian.
”Saya berpikir, ini mungkin menjadi tahun terakhir dalam berlari. Jadi, tur yang akan dijalani akan terasa sangat spesial, terutama Estafet Pennsylvania. Sekarang, semuanya batal. Tetapi, saya akan siap pada waktunya,” katanya.
Perubahan jadwal Olimpiade dan ajang-ajang atletik pun memunculkan perubahan program latihannya. Saat ini, bersama keluarganya di kota kecil Clermont, Florida, dia berlatih menjaga kebugaran fisik. Meski program latihan tak sedetail ketika ada ajang besar yang menjadi target, Gatlin merasa harus siap seandainya kompetisi atletik dimulai.
Program untuk 2020 dimulai pada musim gugur dan dingin 2019 ketika dia dan rekan-rekannya berlatih dengan target daya tahan fisik. ”Pada musim semi, latihan ditambah dengan program kecepatan. Saat ini, kami sebenarnya sudah mendekati tahap berlomba. Saya sudah berada pada kondisi terbaik untuk memulai musim ini. Tetapi, saya tahu bagaimana caranya untuk kembali pada 2021,” katanya.
Jika lolos ke Tokyo, Gatlin punya kesempatan mendapatkan yang tak bisa diraihnya saat bersaing dengan Usain Bolt, sprinter legendaris Jamaika. Saat bersaing pada Olimpiade London 2012 dan Rio de Janeiro 2016, Gatlin selalu kalah. Di London dan Rio, saat Bolt menjadi yang tercepat pada nomor 100 dan 200 m, Gatlin masing-masing meraih perunggu dan perak pada nomor 100 m.
Adapun saat Bolt mulai mengguncang dunia dengan meraih emas 100 dan 200 m di Beijing 2008, Gatlin tengah menjalani skors empat tahun (2006-2010) karena doping.
Pensiunnya Bolt membuka peluang Gatlin kembali menjadi yang terbaik di ajang besar, seperti saat dia mengalahkan Bolt pada final 100 m Kejuaraan Dunia Atletik 2017. Namun, Gatlin akan bertemu pesaing yang lebih muda, di antaranya rekan senegara yang saat ini berstatus juara dunia 100 m, Christian Coleman.
Saya pernah berlari melawan Maurice Green, lalu Usain Bolt dan Asafa Powell. Saat ini, ada anak-anak muda yang menjadi pesaing, seperti Coleman dan Noah Lyles. Saya pikir, saya satu-satunya orang yang bersaing dalam tiga generasi sprinter.
Gatlin akan mengandalkan pengalaman tampil pada Olimpiade, termasuk ketika meraih emas 100 m, perunggu 200 m, dan perak 4x100 m di Athena 2004.
Prioritas keluarga
Seperti yang dilakukan warga dunia lainnya, Gatlin membatasi diri dari aktivitas di luar rumah. Masa berdiam diri di rumah terkadang diisi dengan melihat rekaman-rekaman penampilannya.
”Saya pernah berlari melawan Maurice Green, lalu Usain Bolt dan Asafa Powell. Saat ini, ada anak-anak muda yang menjadi pesaing, seperti Coleman dan Noah Lyles. Saya pikir, saya satu-satunya orang yang bersaing dalam tiga generasi sprinter,” katanya.
Tentang penundaan Olimpiade, Gatlin menyesal sekaligus lega. Kondisi seperti saat ini membuatnya harus memilih keluarga sebagai prioritas.
Sebagai atlet yang telah mencapai prestasi tingkat dunia, Gatlin biasanya hanya berpikir tentang target pribadi. ”Saya berpikir bagaimana caranya menjaga kondisi tubuh, pola pikir, dan mencapai target. Semuanya tentang saya,” ujar sprinter yang empat kali menjadi juara dunia itu.
Pola pikirnya berubah ketika Gatlin menyadari bahwa dampak wabah virus Covid-19 dirasakan orang di seluruh dunia. ”Orangtua saya telah berusia 70 tahunan, anak saya memiliki penyakit asma. Saya juga sering berpikir tentang kondisi orang lain yang bukan keluarga. Jadi, menunda Olimpiade adalah keputusan tepat. Kita tak boleh memaksakan Olimpiade dengan membahayakan orang sekitar,” katanya.