Para pemain, klub, hingga federasi sepakbola di Eropa bekerja keras mencari cara untuk menghindari kerugian besar akibat penghentian kompetisi. Pemotongan gaji pemain merupakan langkah pertama yang dilakukan.
Oleh
D HERPIN DEWANTO PUTRO
·4 menit baca
BERLIN, KAMIS - Penundaan kompetisi sepakbola akibat pandemi Covid-19 membuat klub-klub Eropa menatap kerugian besar. Mereka kini mulai mengencangkan ikat pinggang dengan cara mengurangi, bahkan menghentikan gaji para pemain, Kamis (26/3/2020).
Liga Jerman atau Bundesliga terpaksa berhenti sejak 13 Maret lalu dan klub-klub Jerman langsung merasakan kerugian dari hilangnya pendapatan hak siar televisi, sponsor, dan tiket pertandingan. Masalah tampak serius ketika klub terkaya di Jerman, Bayern Muenchen, ikut memotong gaji para pemainnya sebesar 20 persen.
Berdasarkan data yang dirilis Deloitte pada Januari 2020, Bayern menjadi klub keempat di dunia yang memiliki pendapatan terbesar musim 2018-2019, yaitu 660 juta euro atau Rp 11,7 triliun. Namun, pengeluaran Bayern untuk membayar gaji pada tahun lalu mencapai separuh dari pendapatannya, yaitu 336 juta euro atau Rp 5,9 triliun.
Pemotongan gaji itu merupakan kesepakatan bersama antara pemain dengan klub. Bahkan, inisiatif pemotongan gaji muncul dari para pemain seperti yang terjadi di Borussia Moenchengladbach, Werder Bremen, Schalke 04, dan Borussia Dortmund. Para pemain Dortmund ingin menunjukkan solidaritas terhadap karyawan lain di klub yang kini berada di peringkat kedua klasemen sementara Liga Jerman setelah Bayern itu.
Langkah lebih ekstrem dilakukan tim papan tengah Bundesliga, Union Berlin, yang tidak lagi menggaji pemain hingga waktu yang belum dapat ditentukan. Mereka sedang bergembira menikmati debut di Bundesliga pada musim ini, sehingga kehilangan gaji merupakan cara terbaik untuk mempertahankan eksistensi klub dan kegembiraan itu.
Union Berlin kini berada di peringkat ke-11. “Seluruh manajemen, staff, dan skuad telah bekerja keras selama beberapa bulan terakhir untuk membangun kesuksesan di Bundesliga. Kini mereka merelakan uang mereka agar keluar dari krisis,” kata Presiden Union Berlin Dirk Zingler.
Tidak hanya di level klub, Liga Sepakbola Jerman (DFL) sebagai pengelola Bundesliga yang meraup pendapatan tahunan sekitar 4 miliar euro atau Rp 71,3 triliun juga ikut cemas. “Jika kami tidak segera menggelar laga tanpa penonton secepat mungkin, tidak ada gunanya bertanya apakah liga akan memainkan 18 atau 20 tim. Kami bahkan tidak akan memiliki 20 klub profesional lagi,” ujar CEO DFL Christian Seifert.
Liga top Eropa seperti Liga Inggris, Liga Italia, atau Liga Spanyol menampilkan 20 klub setiap musim, tetapi Bundesliga selama ini hanya menampilkan 18 klub. Seifert menegaskan, krisis akibat pandemi saat ini justru akan semakin mengurangi jumlah klub jika tidak ditangani dengan baik.
Eropa saat ini menjadi episentrum wabah Covid-19 sehingga liga-liga Eropa lainnya ikut terdampak secara finansial. Beberapa pemain di klub Liga Perancis seperti Marseille dan Lyon tidak lagi mendapat gaji utuh. Anggaran yang ada difokuskan untuk menggaji para staf yang besaran gajinya jauh lebih kecil dibandingkan para pemain.
Lebih besar
Para pengelola liga-liga Eropa saat ini sulit mengetahui kapan pandemi ini berakhir dan kompetisi bisa kembali normal. Hingga saat ini, penundaan kompetisi sudah berjalan hampir dua pekan dan kerugiaan yang jauh lebih besar sudah di depan mata jika pandemi ini terus berlangsung.
Berdasarkan analisa perusahaan akuntansi KPMG, jika kompetisi musim ini dihentikan, total kerugian yang bakal diderita oleh lima liga top Eropa (Inggris, Jerman, Spanyol, Italia, dan Perancis) mencapai lebih dari Rp 70 triliun. Oleh karena itu, klub-klub berharap tetap bisa melanjutkan kompetisi musim ini meski tanpa penonton untuk meraih pendapatan dari hak siar televisi.
Hak siar telah menjadi pendapatan utama bagi klub-klub Eropa. Di Inggris, Liga Primer terancam kehilangan 762 juta pounds atau Rp 14,8 triliun dari penjualan hak siar domestik dengan Sky Sport dan BT Sport.
Asosiasi Pesepakbola Profesional (PFA), seperti diberitakan The Telegraph, kemudian merencanakan pertemuan darurat dengan Liga Primer dan Liga Sepakbola Inggris (EFL) untuk membahas pemotongan gaji di klub. “Dalam situasi sulit seperti ini, ada konsensus bersama dalam sepakbola untuk menunjukkan solidaritas terhadap para pekerja dan industri lainnya yang mengalami krisis serupa,” demikian PFA dalam pernyataan resminya.
Upaya “penyelamatan” juga dilakukan Federasi Sepakbola Spanyol yang berencana memberikan bantuan total 500 juta euro atau Rp 8,9 triliun bagi klub yang berada di dua liga teratas di Spanyol. Klub bisa meminjam uang hingga 20 juta euro atau Rp 356 miliar, dan mengembalikannya setelah lima atau enam tahun.
Dari pemain hingga federasi sepakbola sudah mencari berbagai cara untuk bertahan dari krisis. Namun, jika pandemi ini terus berlangsung dan penghentian kompetisi berlanjut hingga Agustus atau lebih lama lagi, lanskap sepakbola Eropa akan berubah selamanya. (AFP/REUTERS)