Olimpiade modern pernah melewati aksi terorisme, boikot, dan ancaman perang. Namun, virus mikroskopis SARS-CoV-2 membuat ajang olahraga terbesar sedunia itu akan diselenggarakan pada tahun ganjil untuk pertama kalinya.
Oleh
Yulia Sapthiani
·5 menit baca
Mempersiapkan kembali Olimpiade dan Paralimpiade Tokyo 2020, yang ditunda selama setahun, bagaikan menyusun puzzle besar yang sangat rumit. Pengumuman penundaan Olimpiade dan Paralimpiade, melalui pernyataan bersama Komite Olimpiade Internasional (IOC) dan Pemerintah Jepang, Selasa (24/3/2020), dilakukan hanya 122 hari menjelang upacara pembukaan di Stadion Nasional, Tokyo, 24 Juli. Sekitar 11.000 atlet dari 206 negara akan bersaing dalam pesta olahraga empat tahunan itu hingga 9 Agustus.
Kepastian penundaan itu terlihat dari jam raksasa di depan Stasiun Tokyo. Angka yang semula menunjukkan hitung mundur ke waktu pembukaan Olimpiade, sejak Rabu berubah menjadi penunjuk waktu biasa.
Presiden Komite Olimpiade Jepang (JOC) Yasuhiro Yamashita mengajak semua pihak berpikir positif dengan perubahan itu. ”Keputusan telah dibuat. Mari berpikir positif. Dengan pola pikir baru dan semangat pantang menyerah, saya ingin melewati tantangan hingga momennya tiba tahun depan,” ujar Yamashita.
IOC belum menentukan tanggal pengganti, tetapi, seperti dikatakan Presiden IOC Thomas Bach, bisa diselenggarakan lebih cepat dari jadwal pada 2020. Artinya, Olimpiade bisa diselenggarakan sebelum Juli 2021 meski tetap bernama Olimpiade Tokyo 2020.
”Olimpiade ini tidak harus selalu digelar tepat pada musim panas. Semua opsi tersedia, baik sebelum maupun menjelang akhir musim panas,” ujarnya.
Mundurnya pelaksanaan Olimpiade menjadi puncak dari penangguhan ajang olahraga akibat wabah Covid-19 yang telah menginfeksi hampir 400.000 orang di seluruh dunia. Ajang besar lain yang juga mundur satu tahun adalah Piala Eropa 2020. Persaingan tim-tim sepak bola di negara-negara Eropa itu direncanakan berlangsung pada 11 Juni-11 Juli 2021, menggantikan 12 Juni-12 Juli 2020.
Baru kali ini
Olimpiade pernah diganggu virus zika pada Rio de Janeiro 2016, aksi terorisme pada Muenchen 1972, serta boikot negara peserta di Moskwa 1980 dan Los Angeles 1984. Perang Dunia I meniadakan Olimpiade 2016 dan Perang Dunia II membatalkan Olimpiade 1940 dan 1944. Namun, pemunduran jadwal selama setahun baru terjadi kali ini.
Yamashita coba membangkitkan kembali semangat dan harapan meski sadar tantangan yang akan dihadapi sangat berat. Bach, saat mengumumkan pemunduran jadwal, bahkan mengatakan, menyusun ulang rencana kerja Olimpiade Tokyo bagaikan menyusun puzzle besar dengan banyak keping yang sulit.
Salah satu yang harus dihadapi adalah negosiasi ulang nilai kontrak dengan sponsor. Meski 14 perusahaan besar yang tergolong Worldwide Olympic Partner telah berkomitmen mendampingi IOC, panitia harus bernegosiasi ulang dengan sponsor lain.
Sponsor Olimpiade dibagi empat kategori, mulai dari level tertinggi: Worldwide Olympic Partner, Gold Partners, Official Partners, dan Official Supporters. Setiap kategori memiliki hak dan kewajiban berbeda.
Tokyo Gas Co Ltd, yang termasuk Official Partners, akan berpikir ulang meneruskan kerja sama sambil menanti perkembangan situasi. Ini terkait tambahan nilai kerja sama yang harus mereka keluarkan.
”Saat ini kami belum memiliki jawaban apakah akan meneruskan menjadi sponsor atau tidak karena keputusan mundur belum lama dibuat,” ujar Presiden Tokyo Gas Takashi Uchida.
Kerja sama terkait hak siar juga rumit. Apalagi, sektor ini menjadi sumber pemasukan signifikan bagi IOC. Berdasarkan dokumen Olympic Marketing Fact File edisi Januari 2020, yang dikeluarkan IOC, sebanyak 73 persen pendapatan IOC pada 2013-2016 berasal dari hak siar. Kerja sama dengan Worldwide Partners mendatangkan 18 persen penghasilan, diikuti sumber pemasukan lain (5 persen) dan sponsor lain/lisensi (4 persen).
Hampir separuh pendapatan dari hak siar itu diperoleh dari lembaga penyiaran Amerika Serikat, NBC. IOC harus menghadapi kemungkinan permintaan penurunan biaya yang harus dikeluarkan pemilik hak siar jika terjadi perubahan substansial dengan pemunduran jadwal.
Sebagai contoh, nilai kerja sama NBC dan IOC yang dibuat pada 2011 untuk Olimpiade Tokyo 2020 adalah 4,4 miliar dollar AS (saat ini Rp 22 triliun). Tiga tahun kemudian, NBC setuju memberi Rp 127,8 triliun untuk perpanjangan kerja sama hingga 2032.
Angka-angka itu, menurut Michael McCann, analis hukum Sports Illustrated yang juga Direktur Institut Hukum Olahraga dan Hiburan di Universitas New Hampshire, muncul berdasarkan riset NBC tentang jumlah penonton, promosi, iklan, dan faktor lain yang bisa memengaruhi nilai kontrak.
Forbes menulis, NBC bahkan bisa kehilangan Rp 20,5 triliun dari penjualan iklan Tokyo 2020. Nilai itu hampir mencapai 90 persen slot iklan. Pihak NBC sendiri mengatakan, mereka telah mengantisipasi pemunduran jadwal melalui asuransi proteksi.
Namun, NBC tetap menghadapi kerumitan mengisi kekosongan 7.000 jam yang dijanjikan untuk mempublikasikan Olimpiade dalam berbagai saluran, siaran TV, streaming, dan media sosial.
Biaya tambahan
Sesaat setelah kepastian pengunduran jadwal, tantangan baru bagi tuan rumah muncul, terutama terkait penambahan biaya. ”Bagaimana cara kami mengatasi pemunduran ini? Kami akan mendiskusikan dengan IOC dan pemerintah Tokyo. Satu hal yang saya yakini adalah akan sangat sulit,” ujar CEO Tokyo 2020 Toshiro Muto.
Pada akhir 2019, panitia menyebut biaya menggelar Olimpiade edisi ke-32 itu adalah Rp 207,4 triliun. Dari jumlah tersebut, Pemerintah Kota Tokyo menutupi Rp 87,8 triliun, penyelenggara Rp 88,7 triliun, dan Rp 22 triliun dari Pemerintah Jepang. Analis memperkirakan, penundaan akan menambah biaya sekitar Rp 100 triliun dalam jangka pendek.
Biaya-biaya tambahan bisa muncul pada negosiasi ulang kontrak dengan hotel dan pemilik stadion serta untuk menjamin keberadaan 80.000 sukarelawan yang dibutuhkan untuk membantu suksesnya Olimpiade.
Bach tak menjamin semua elemen akan tetap sama seperti direncanakan jika Olimpiade berlangsung pada 2020. Dia memberi contoh tak tahu apa yang akan terjadi pada perkampungan atlet yang berupa apartemen yang akan dijual setelah Olimpiade selesai.
Namun, dia menjanjikan akan mewujudkan impian para atlet dengan menyelenggarakan ajang itu semaksimal mungkin. ”Kami tak punya cetak biru, tetapi optimistis bisa menyusun puzzle yang indah,” kata Bach. (AFP/AP/REUTERS)