Pijakan Awal Klub di Era Industri
Klub profesional Indonesia mulai memberikan perhatian untuk memproduksi kostum bertanding yang berkualitas. Penjualan kostum itu diharapkan mampu mendukung keuangan klub.
Liga 1 2020 memunculkan iklim positif bagi perkembangan industri sepak bola Indonesia. Sebanyak 18 klub peserta kompetisi tertinggi sepak bola Tanah Air ini mulai mengelola secara serius harta paling berharga mereka, yaitu seragam bertanding. Kostum tim dikemas tidak hanya untuk menjadi identitas ”perang” para pemain di lapangan hijau, tetapi untuk menarik minat penggemar agar membeli kostum dan membantu pemasukan klub.
Pada edisi keempat Liga 1, sebanyak 17 tim di Liga 1 2020 menggunakan merek lokal atau membangun merek sendiri untuk memproduksi kostum tanding.
Terdapat delapan klub yang menggandeng merek lokal untuk memproduksi kostum atau jersey mereka musim ini. Persipura Jayapura dan Bhayangkara menggunakan Specs, sedangkan PSIS Semarang dan Borneo FC memakai kostum yang diproduksi Riors. Adapun jersey Madura United serta dua tim promosi, Persik Kediri dan Persiraja Banda Aceh, diproduksi oleh MBB, dan Persikabo Bogor mendapat dukungan kostum dan peralatan tanding dari Djsport.
Tujuh klub menggunakan merek kostum hasil kreasi klub itu sendiri. Mulai dengan Persebaya Surabaya (AZA), Persib Bandung (Sportama), Persija Jakarta (Juara), Arema FC (SEA), PSS Sleman (SMBD), Persela Lamongan (Octagon), dan Barito Putera (H). Dua klub yakni Bali United dan Persita Tangerang juga membuat kostum sendiri, tetapi tanpa menciptakan merek khusus.
Dengan demikian, dari 18 kontestan Liga 1 2020 hanya PSM Makassar yang setia menggunakan brand asing yakni Umbro. Kerja sama ”Juku Eja” dengan produsen peralatan olahraga asal Cheadle, Inggris, tersebut memasuki tahun ketiga.
Setelah dua musim terakhir bermitra dengan Specs untuk memproduksi kostum dan perlengkapan tim, musim ini Persija memulai langkah baru dengan membuat brand sendiri yang dinamai Juara. Chief Marketing Officer Persija Andhika Suksmana mengungkapkan, keputusan ”Macan Kemayoran” menggunakan merek lokal didasari kalender sepak bola Indonesia yang terkadang dadakan, sehingga Persija ingin lebih fleksibel dalam memproduksi kebutuhan tim, terutama bagi tim junior dan putri.
Pasalnya, kebutuhan untuk kompetisi di luar Liga 1 juga besar dan memerlukan waktu cepat. Hal itu sulit dilakukan apabila berkerja sama dengan produsen asing yang mengharuskan sistem pemesanan awal sebelum memproduksi massal kebutuhan klub. Andhika memastikan, kostum produksi Juara menggunakan standar kualitas skala internasional yang memberikan kenyamaman bagi pemain ketika bertanding.
”Bersama Juara kami memulai dari nol, mulai dari pembahasan desain khusus sesuai karakter Jakarta, hingga proyek jangka panjang klub, seperti industri merchandising, tujuan membantu usaha kecil dan menengah, hingga rencana mendirikan flagship store di beberapa sudut kota Jakarta. Hal itulah yang membedakan Juara dengan merek lain yang pernah bekerja sama dengan Persija,” ujar Andhika di Jakarta, Minggu (22/3/2020).
Hingga akhir Maret, Persija telah memasarkan enam versi kostum, terdiri atas tiga kostum pemain dan tiga jersey penjaga gawang. Jenis kostum yang berkualitas setara dengan yang digunakan pemain bintang Persija dibanderol Rp 799.900. Harga jual itu itu mencakup satu kotak yang berisi kostum dan sertifikat keaslian.
Penjualan dilakukan secara daring dan luring, salah satunya di toko Persija di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Untuk mencegah pemalsuan, Persija mendaftarkan logo tim, logo Juara, dan desain kostum pemain ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM.
Keuntungan
Produksi kostum dan cendera mata secara mandiri membuat klub lebih banyak mendapat ”kue” keuntungan. Hal itu menjadi landasan tim promosi Liga 1, Persita, memutuskan untuk membuat kostum bertanding sendiri sejak berlaga di Liga 2 2019.
Direktur Komersial Persita Evelyn Cathy mengungkapkan, keputusan untuk memproduksi kostum sendiri didasari keinginan ”Pendekar Cisadane” untuk menghasilkan kostum yang sesuai identitas anyar, sesuai dengan logo baru, serta untuk menghasilkan kostum yang harganya terjangkau bagi pendukung klub.
”Sebagai tim baru di Liga 1, kami ingin secara perlahan memahami kebutuhan pendukung pada merchandise tim. Dengan produksi sendiri, kami juga lebih leluasa mengeluarkan variasi kostum yang akan dijual, mulai dari kostum versi pemain, kostum untuk anak, sampai kostum untuk fans perempuan,” katanya.
Evelyn menuturkan, untuk memproduksi kostum, Persita mengerahkan tim internal untuk membahas kualitas dan menentukan desain kostum yang telah dilakukan sejak akhir tahun lalu. Oleh karena itu, Evelyn memastikan, kostum musim ini lebih baik secara kualitas dan estetika desain daripada kostum yang digunakan saat bermain di Liga 2. Untuk produk premium yang dijual, Persita mengeluarkan tiga kategori kotak eksklusif dengan harga termahal Rp 1,75 juta. Harga itu untuk satu kostum kandang yang ditandatangani seluruh pemain, syal, dan tiket terusan satu musim di kelas VIP.
Sementara itu, Bhayangkara yang musim lalu menggandeng brand asal Italia, Lotto, di tahun 2020 memilih berkerja sama dengan Specs. Direktur Bisnis dan Pemasaran Bhayangkara Ali Reza mengungkapkan, harga kostum Specs lebih murah dibandingkan dengan harga kostum merek asing. Selain itu, Bhayangkara juga bisa menyesuaikan kualitas dan desain kostum yang diproduksi Specs.
”Specs lebih mampu mengakomodasi kebutuhan kami, karena mampu memenuhi kebutuhan kami untuk tim junior dan putri. Kami juga bekerja sama dengan Specs untuk membuat toko resmi di Stadion PTIK,” kata Ali.
Untuk proses kerja sama, Ali menjelaskan, Specs memberikan kostum dan perlengkapan bertanding untuk seluruh pemain dan staf tim. Untuk penjualan kostum, Bhayangkara membeli kostum ke Specs dengan harga khusus, sehingga klub memeroleh keuntungan dari margin harga beli dengan harga yang dijual kepada penggemar.
Langkah tepat
Pakar pemasaran olahraga Hasani Abdulgani menilai, mayoritas klub Liga 1 yang mulai memerhatikan penjualan cendera mata telah berada di jalur tepat untuk berkiprah nyata di industri sepak bola Indonesia. Dengan antusiasme pendukung yang besar, klub sudah seharusnya memanfaatkan potensi pasar itu untuk memenuhi kebutuhan finansial klub mengarungi kompetisi.
”Pasar penjualan cendera mata selama ini belum digarap dengan baik oleh klub, sehingga timbul pasar gelap yang menyediakan kostum klub tiruan. Selain tiket pertandingan, bisnis cendera mata bisa menjadi pemasukan yang besar bagi klub kalau dikelola profesional,” kata pria yang menjadi Direktur Pendapatan Panitia Penyelenggara Asian Games 2018 itu.
Setelah masif membina penjualan cendera mata, menurut Hasani, klub juga perlu memberikan edukasi kepada pendukung yang masih membeli barang palsu. Tak hanya itu, klub juga bisa menggandeng pembuat produk palsu untuk membantu klub memenuhi kebutuhan cendera mata, sehingga mereka bisa hidup dari penjualan produk resmi.
Dalam laporan Football Money League 2020 yang dikeluarkan perusahaan akuntan internasional Deloitte terungkap, pendapatan dari sisi komersial klub, termasuk penjualan cendera mata, menjadi sumber dana segar utama klub terkaya di bumi. Klub raksasa Perancis, Paris Saint-Germain (PSG), misalnya, memproduksi kostum ketiga musim lalu bersama Nike Jordan yang mampu melonjakkan angka penjualan cendera mata klub.
Dari total pendapatan PSG selama 2019 yang berjumlah 635,9 juta Euro (Rp 10,7 triliun), sebanyak 57 persen atau 363,4 juta Euro (Rp 6,1 triliun) disumbangkan dari penjualan kostum dan sponsor yang melekat di kostum. Alhasil, PSG mampu masuk lima besar klub dengan pendapatan terbesar.
”Di industri sepak bola, PSG memperlihatkan kesuksesan dalam mengolaborasikan sepak bola dan hiburan,” tulis Deoitte dalam laporan yang dirilis Januari lalu.
Edukasi
Ketua Umum The Jakmania Diky Soemarno mendukung keputusan Persija untuk membuat merek sendiri dan dilengkapi toko resmi. Ia pun senang dengan kualitas kostum yang telah dijual di pasaran. Meskipun harganya relatif mahal, Diky menilai, The Jakmania bisa mendapat pengalaman baru dari membeli kostum itu karena mendapat kostum yang setara dengan yang dipakai Marco Motta dan pemain lain, serta mendapat pengakuan berupa sertifikat keaslian.
Sejak tiga tahun silam, pihaknya telah dilibatkan Persija untuk menjual cendera mata resmi klub di sejumlah wilayah di Ibu Kota untuk menjangkau sekitar 74 ribu anggota resmi The Jakmania.
”Kami juga membuat kampanye kepada anggota The Jakmania agar membeli produk resmi untuk mendukung Persija. Meski begitu, kami berharap klub mengimbangi antusiasme The Jakmania dengan ketersediaan barang yang mencukupi dan prestasi yang baik,” kata Diky.
Penanggung Jawab Kelompok Pendukung Persita, North Legion 1953, Herlambang, berharap manajemen ”Pendekar Cisadane” bisa terus meningkatkan kualitas kostum yang dibuat secara mandiri. Dengan penjualan harga paket kotak ekslusif yang mahal, Herlambang menilai, klub perlu mengeluarkan varian kostum yang lebih terjangkau bagi pendukung yang memiliki tingkat ekonomi berbeda.
”Kami hanya sayangkan, sampai saat ini, Persita belum melibatkan komunitas pendukung dalam penjualan cendera mata klub. Padahal, kami siap membantu klub secara profesional memberikan edukasi kepada anggota untuk membeli produk asli dan menjual barang resmi klub,” ujarnya.