Semua mata tertuju ke sang calon juara, Liverpool, saat ditanya siapa paling merugi di tengah penundaan Liga Inggris. Namun, mengacu statistik dan tren penampilan, "Si Merah" bukanlah tim paling dirugikan penundaan itu.
Oleh
kelvin hianusa
·5 menit baca
Gary Lineker, mantan pemain dan pengamat Liga Inggris, pernah berkata, hanya perang dunia ketiga yang bisa menghentikan Liverpool juara musim ini. Kalimat hiperbola itu tidak berlebihan melihat realitas posisi Liverpool yang unggul 25 poin dari Manchester City di puncak klasemen liga itu saat ini.
Dengan sembilan laga tersisa, ”Si Merah” hanya butuh dua kemenangan lagi untuk menyegel gelar juara Liga Inggris. Mereka bahkan bisa juara tanpa kemenangan. Dilihat dari tren penampilan, City yang begitu inkonsisten karena dua kali kalah di empat laga terakhir, lebih mungkin mengantarkan Liverpool juara karena tidak mampu menyapu bersih 10 laga tersisa.
Karena itu, penundaan akibat pandemi Covid-19 tidaklah merugikan Liverpool yang belakangan mulai kehilangan sentuhannya. Mereka empat kali kalah dalam enam laga di berbagai kompetisi. Faktor penundaan hanya mungkin merugikan mereka jika berujung pada pembatalan musim ini.
Di situasi saat ini, tim yang paling dirugikan, salah satunya adalah sang kuda hitam, Burnley. Sejak kekalahan pada awal 2020, ”The Clarets”, julukannya, tidak pernah kalah lagi dalam tujuh laga terakhir (4 menang, 3 kalah). Mereka hanya kemasukan 3 gol, paling sedikit di liga. Padahal, lawannya antara lain tim besar seperti Arsenal, Manchester United, dan Tottenham Hotspur.
Pertahanan tim yang dikawal pemain asli Inggris, yaitu kiper Nick Pope serta duo bek Ben Mee dan James Tarkrowski, menjadi modal tim itu melaju kencang. Manajer Sean Dyche menjadikan Burnley begitu efektif yang membuatnya mencuri gelar manajer terbaik Liga Inggris pada Februari.
Di tengah angin kedua pada akhir-akhir musim, penundaan ini tentunya sangat merugikan mereka. ”Burnley sedang berada dalam tren yang sangat brilian. Penundaan tentunya bisa akan sangat buruk bagi tren mereka itu,” kata Graham Alexander, mantan pemain Burnley pada era 2007-2011.
Bagi tim-tim kecil, seperti Burnley, menjaga konsistensi merupakan hal yang tersulit. Mereka tidak memiliki pemain megabintang yang bisa mengubah hasil laga seorang diri. Seperti ucapan Dyche, tim ini bisa melaju karena kerja keras bersama para pemain.
Motivasi dari angin kedua di paruh akhir musim membuat Mee dan rekan-rekan tak terhentikan. Terbukti, sebelum tujuh laga tak terkalahkan mereka, Burnley sudah kalah 10 kali. Artinya, mereka kalah sekali hampir di setiap dua laga. Itu menunjukkan pentingnya momen saat ini bagi mereka.
Alexander mengatakan, ketika sedang dalam performa baik, pemain akan datang ke lapangan seperti pemain bintang. Mereka dalam kepercayaan diri tinggi untuk selalu membawa pulang kemenangan. ”Maka itu, di sepak bola kita harus bisa memanfaatkan kapan sedang dalam momen bagus atau tidak,” jelasnya.
Dengan tren menanjak, Burnley mendekati zona Eropa dengan berada di peringkat ke-10. Tim asuhan Dyche itu sebenarnya bisa saja menembus peringkat ke-5 hingga ke-7 pada akhir musim ini. Namun, dengan penundaan, sangat bagus jika mereka mampu bertahan di posisi sekarang dan memperbaiki hasil musim lalu, yaitu finis di peringkat ke-15.
Nasib serupa dialami tim promosi Sheffield United. Tim asuhan Chris Wilder ini melaju begitu kencang di paruh kedua kompetisi. Berbekal tren 50 persen kemenangan dalam enam laga terakhir, mereka melesat ke peringkat ketujuh.
Sheffield hanya terpaut dua poin dari posisi terakhir zona Liga Champions Eropa yang ditempati Manchester United. Namun, Sheffield memiliki tabungan satu laga di tangannya. Berkat tabungan itu, Sheffield memiliki kans besar mendepak posisi MU. Mereka kini hanya terpaut dua poin dari MU.
Namun, karena liga ditunda, seluruh keuntungan itu seolah menjadi ”nol”. Mereka ibarat memulai kembali, menyambut musim baru. Jurnalis Four Four Two, Andy Mitten, lantas meyakini, penundaan itu akan menjadi petaka bagi kebugaran tim. ”Butuh enam pekan mencapai kebugaran penuh. Tetapi, dalam 10 hari, kebugaran itu akan hilang jika pemain tidak melakukan apa pun,” jelasnya.
Ketakutan kehilangan sentuhan dan kebugaran begitu membayangi Sheffield. Hal itu yang membuat mereka sempat mengatur laga persahabatan dengan tim divisi ketiga, Rotterham United, dalam jeda penundaan. Namun, laga itu dibatalkan setelah ditegur pihak penyelenggara liga.
”Saya pikir akan bagus untuk pemain karena sangat sulit memotivasi mereka tanpa adanya sebuah permainan. Tetapi, liga berkata tidak bisa. Maka, mereka terpaksa membatalkan itu,” kata jurnalis The Athletic, Paul Warne.
Selain kehilangan tren dan momentum, masalah nonteknis juga menghampiri tim seperti Burnley dan Sheffield United. Tim-tim yang tidak kuat finansial itu sedang diuji ketahanan keuangannya. Mereka tidak punya pemasukan akibat ditundanya liga itu.
Selain kehilangan tren dan momentum, masalah nonteknis juga menghampiri tim seperti Burnley dan Sheffield United. Tim-tim yang tidak kuat finansial itu sedang diuji ketahanan keuangannya.
Jatuh tertimpa tangga
Lain lagi dengan Arsenal. Mereka ibarat jatuh dan tertimpa tangga akibat penundaan. Manajer mereka, Mikel Arteta, ternyata positif terjangkit Covid-19. Dampaknya, tempat latihan mereka ditutup sementara dan seluruh pemainnya harus mengisolasi diri.
Sejak Arteta dikabarkan positif Covid, 12 Maret, latihan belum dibuka hingga sekarang. Bahkan, klub itu memutuskan memundurkan jadwal latihan yang kabarnya baru akan dibuka kembali pada Selasa ini.
Kondisi ini tentunya memukul tim asal London Utara tersebut. Mereka sedang dalam performa terbaik setelah jeda musim dingin pada Februari yang dimanfaatkan dengan latihan khusus di Dubai.
Pulang dari Dubai, Arsenal menyabet tiga kemenangan beruntun. Hanya Crystal Palace yang menyamai rekor itu. Meski begitu, tim yang sedang mengincar tiket ke Liga Champions itu kini harus menahan laju kencangnya akibat penundaan kompetisi Liga Inggris.
MU juga menjadi tim yang ikut terdampak besar penundaan. Manajer Ole Gunnar Solskjaer sedang berada di atas angin seusai kedatangan tenaga baru, Bruno Fernandes dan Odion Ighalo. Mereka kini harus rehat di tengah tren lima laga tidak terkalahan di liga.
Kini, tim-tim Liga Inggris perlu lebih bersabar karena Federasi Sepak Bola Inggris (FA) baru akan memulai liga paling cepat Mei. Itu pun bergantung pada situasi pandemi.