Fabio Quartararo termasuk pebalap pertama yang kecewa menyusul penundaan awal musim MotoGP 2020 akibat wabah Covid-19. Quartararo perlu bersabar karena misinya mengudeta Marc Marquez harus ditunda.
Oleh
AGUNG SETYAHADI
·4 menit baca
Fabio Quartararo menjadi sorotan menyusul musim pertamanya di MotoGp yang brilian, tahun lalu. Pebalap berusia 22 tahun itu pun dinilai menjadi kandidat kuat “Anti-Marquez” atau pebalap yang bisa mengalahkan Marc Marquez. Namun, Quartararo masih perlu menjalani ujian untuk menjadi juara dunia, salah satunya mengalahkan tekanan psikologis.
Musim lalu, Quartararo bisa membalap dengan sedikit tekanan dari faktor luar tim serta diri sendiri, karena tidak ada yang berharap lebih dari dirinya. Dia pun cenderung diremehkan, dan ada yang menilai Petronas Yamaha SRT salah memilih pebalap. Saat berada di kelas Moto3 (2015-2016), dan Moto2 (2017-2018), dia tidak pernah menjadi juara. Dia pernah diharapkan menjadi juara Moto3 pada musim keduanya, tetapi justru tenggelam dan finis di posisi ke-13, tiga tingkat di bawah musim sebelumnya.
Pada musim pertamanya di kelas Moto2, pebalap asal Perancis itu juga mengalami kesulitan. Dia tidak pernah naik podium, dan pencapaian terbaiknya adalah finis keenam. Dia sempat membaik musim kedua, tetapi perlu tujuh seri untuk naik podium. Pada dua seri beruntun di Catalunya dan Belanda, dia finis pertama dan kedua. Namun, kemudian dia tidak pernah naik podium hingga musim berakhir. Itulah mengapa dia cenderung diremehkan saat promosi ke MotoGP pada 2019.
Namun, Quartararo mampu cepat beradaptasi cepat dengan motor Yamaha YZR-M1 dengan meraih tujuh podium dan enam pole position. Bahkan, dalam beberapa seri dia mampu bersaing dengan para pebalap papan atas, termasuk Marc Marquez, untuk berebut posisi pertama. Quartarari lima kali menjadi runner-up di Catalunya, San Marino, Thailand, Jepang, dan Valencia. Fakta dirinya tidak memacu YZR-M1 spesifikasi pabrikan seperti yang dipakai dua pebalap Monster Energy Yamaha, Valentino Rossi dan Maverick Vinales, menambah daya kejut sang pebalap rookie.
Dibalik daya kejut Quartararo itu, ada peran besar kepala teknisi Diego Gubellini yang mampu menerjemahkan apa yang diinginkan pebalap menjadi setelan motor yang seimbang. Gubellini memiliki pengalaman dua dekade di ajang Grand Prix, termasuk tujuh musim bersama tim Gresini, Aprilia, dan Marc VDS. Pada 2019 dia bergabung dengan Petronas Yamaha SRT sebagai kepala teknisi Quartararo.
Gubellini menelusuri jejak karier Quartararo sejak Moto3 hingga Moto2 untuk mendapatkan gambaran besar mengenai siapa yang akan menjadi rekan kerjanya. Dia menyimpulkan ada potensi besar dalam diri Quartararo yang perlu mendapatkan pendekatan berbeda, salah satunya tidak terlalu memberi tekanan besar.
“Apa yang saya amati adalah, karena semua orang membicarakan dirinya sebagai Marquez baru, menurut saya dia merasakan tekanan besar dan dia meraih hasil buruk karena itu. Setelah itu, saya mengatakan, oke mari kita buat sederhana, kami berusaha tidak menekan dia. Berusaha menjadi positif dan sederhana, karena dia masih sangat muda. Itulah apa yang terjadi di 2019,” ujar Gubellini dalam wawancara khusus dengan Motomatters.
“Kemudian bekerja dengan dia, dia tidak perlu terlalu banyak hal khusus, karena dia orang yang cukup mudah, mudah diajak bekerjasama. Tidak ada yang terlalu rumit bagi saya. Saya tidak tahu jika ini karena kami sangat cocok sejak awal, atau karena secara umum mudah bekerja dengan dia,” lanjut Gubellini di sela-sela tes di Sirkuit Jerez, Spanyol, November lalu.
Quartararo yang bisa membalap dengan tekanan yang tidak terlalu besar, mampu menjadi pebalap yang lebih baik, dan meraih gelar rookie terbaik 2019. Namun, untuk menjadi penantang Marquez, pebalap berusia 20 tahun itu masih perlu membuktikan dirinya sudah bisa mengatasi tekanan besar. “Quartararo sebagai anti-Marquez? Saya ingin melihat bagaimana dia bereaksi saat dalam tekanan,” tegas mantan Manajer Ducati MotoGP Vittoriano Guareschi kepada GPOne, Kamis (19/3/2020).
“Saya ingin melihat apa yang akan dia lakukan tahun ini. Dia sangat bagus. Dia juga pernah di Moto3, tetapi dia kehilangan jalannya karena tekanan yang dia rasakan. Pada 2019, dia membalap tanpa beban. Tidak ada yang mengharapkan apapun dari dirinya, mari lihat dia sekarang ini. Jika bisa masih cepat, dia akan menjadi anti-Marquez, tetapi saya ingin melihat hingga tiga balapan,” tegas Guareschi yang bersama satu tim dengan Valentino Rossi di Kejuaraan Nasional Italia 125cc.
Quartararo yang brilian musim lalu juga membuat tim pabrikan Yamaha bergerak cepat merekrut dirinya, meskipun harus menyingkirkan Rossi. Era Rossi yang meraih sembilan gelar juara, tujuh di antaranya di kelas GP500 dan MotoGP, memang sudah mendekati akhir. Pada usia 41 tahun, peluang Rossi meraih gelar juara sudah menipis, meskipun dia masih bisa bagus. Level kompetisi terus meningkat dan itu menuntut kerja ekstra keras bagi pebalap berjuluk The Doctor itu. Musim 2020 ini menjadi penentuan apakah pebalap asal Italia itu akan pensiun atau melanjutkan balapan. Jika masih bisa kompetitif, dia kemungkinan besar akan membalap di tim Petronas Yamaha SRT.
“Mengapa dia harus berhenti? Vale, apakah kami merasa senang? Maka lanjutkan,” tegas Gubellini yang merasa Rossi masih bisa meraih gelar juara dunia.
Saat musim 2020 bergulir, direncanakan pada 1-3 Mei di Jerez, misi besar Quartararo dan pertaruhan Rossi akan dimulai. Namun, dengan perkembangan wabah Covid-19 yang merebak sangat cepat di Eropa, balapan MotoGP kemungkinan baru akan bergulir pada Juni.