Panjat Tebing Optimalkan Waktu Dua Bulan Jelang Kejuaraan Asia 2020
Kejuaraan Asia Panjat Tebing 2020 yang semula dilaksanakan di Tokyo pada Mei kemungkinan besar dipindah ke Jakarta pada Juni. Kejuaraan tersebut merupakan kualifikasi untuk mendapat tiket ke Olimpiade Tokyo.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejuaraan Asia Panjat Tebing 2020 yang semula dilaksanakan di Tokyo, Jepang, pada Mei ini kemungkinan besar dipindah ke Jakarta pada Juni mendatang. Untuk itu, para pemanjat tebing Indonesia masih punya waktu dua bulan mempersiapkan atlet untuk meraih tiket ke Olimpiade Tokyo 2020 melalui kejuaraan yang berstatus kualifikasi ajang multicabang dunia empat tahunan tersebut.
”Kami berupaya agar kemampuan pemanjat di nomor lead dan boulder bisa meningkat sekitar 20-25 persen selama dua bulan ini. Memang tidak signifikan, tetapi setidaknya kita masih ada keuntungan lain sebagai tuan rumah, waktu adaptasi arena lebih lama dari peserta lain, dan juga sudah terbiasa dengan cuaca yang ada,” ujar Sekretaris Umum PB Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Sapto Hardiono dihubungi dari Jakarta, Senin (16/3/2020).
Negara-negara anggota Federasi Panjat Tebing Internasional (IFSC) di Asia sudah sepakat Kejuaraan Asia 2020 dipindah dari Tokyo ke Jakarta, tepatnya di daerah Cakung, Jakarta Timur. Dari 20 pemilih, ada 11 negara yang mendukung Indonesia sebagai tuan rumah pengganti.
Ada tujuh negara tidak setuju dan dua negara meminta kejuaraan itu ditiadakan. Dua negara itu adalah India dan Korea Selatan. ”Khususnya Korsel, atlet mereka diuntungkan kalau kejuaraan itu tidak ada, yakni otomatis langsung lolos Olimpiade,” kata Sapto.
Namun, Sapto mengatakan, IFSC menawarkan kejuaraan itu tidak diadakan pada April sebagaimana usulan Indonesia, tetapada 4-9 Juni mendatang. Indonesia diberikan kesempatan berpikir dan menentukan keputusannya dengan tenggat waktu terakhir pada 10 April mendatang.
”Dengan kondisi wabah korona di Indonesia saat ini, PB FPTI sepakat kejuaraan diselenggarakan pada Juni, tetapi meminta jadwalnya pada 18-19 Juni. Sebab, kalau tetap 4-9 Juni, itu masih suasana pasca-Idul Fitri (24-25 Mei),” tuturnya.
Di sisi lain, lanjut Sapto, PB FPTI juga meminta agar tenggat waktu terakhir kualifikasi Olimpiade 2020 diundur dari akhir Mei menjadi akhir Juni. Itu karena tidak adil kalau Kejuaraan Asia 2020 baru digelar pada Juni, tetapi tidak dihitung sebagai kualifikasi karena tenggatnya sudah lewat.
”IFSC akan segera bernegosiasi dengan IOC (Komite Olimpiade Internasional) agar tenggat terakhir kualifikasi Olimpiade 2020 diundur dari akhir Mei menjadi akhir Juni agar hasil Kejuaraan Asia 2020 tetap dihitung. Sebab, bagi negara Asia, ini adalah kesempatan terakhir untuk dapat tiket ke Tokyo. Di sisi lain, kejuaraan diundur karena situasi tak terduga, yakni virus korona,” ujarnya.
Adapun panitia hanya memberikan jatah 20 atlet putra dan 20 putri tampil pada panjat tebing Olimpiade 2020. Tiket tampil diperebutkan lewat dua kualifikasi, yakni kualifikasi dunia dan zona benua. Indonesia gagal merebut tiket ke Tokyo lewat kualifikasi dunia, baik di Jepang maupun Perancis pada 2019. Kini, harapan Indonesia hanya melalui jalur Kejuaraan Asia 2020 yang menyisakan satu tiket untuk atlet putra dan satu putri.
Persiapan lebih matang
Peluang atlet panjat tebing Indonesia lolos Olimpiade 2020 sejatinya sangat berat. Selama ini, pemanjat Indonesia hanya unggul di nomor speed. Terbukti, Indonesia memiliki sejumlah juara dunia di nomor itu, yakni Aries Susanti di kategori putri dan Aspar Jaelolo di putra. Namun, Indonesia tidak unggul pada nomor kombinasi speed, lead, dan boulder yang menjadi satu-satunya nomor panjat tebing yang dilombakan pada Olimpiade Tokyo pada Juli mendatang.
Sapto menuturkan, dengan penundaan sampai Juni, artinya pemanjat Indonesia punya waktu luang hingga dua bulan untuk meningkatkan kemampuan di nomor lead dan boulder. Sejauh ini, tim pelatnas sudah berniat memindahkan lokasi pelatnas dari Yogykarta ke Cakung, Jakarta Timur, yang akan menjadi lokasi Kejuaraan Asia 2020.
Selain meningkatkan kemampuan, pemindahan lokasi pelatnas itu bermaksud agar para pemanjat segera beradaptasi dengan arena yang baru dibuat tersebut. Mereka juga diharapkan bisa lebih baik dalam menguasai kondisi lingkungan sekitar, terutama cuaca di lokasi pertandingan. ”Walaupun peluang kecil, dengan persiapan lebih matang dan panjang, mudah-mudahan ada keajaiban setidaknya meraih satu tiket ke Olimpiade,” katanya.
PB FPTI dan Kemenpora sudah menandatangani nota kesepahaman (MOU) pemberian anggaran bantuan pelatnas 2020 di Jakarta, Selasa (10/3). PB FPTI mengusulkan 20 atlet dengan anggaran pelatnas sekitar Rp 27,5 miliar, tetapi disetujui 10 atlet dengan anggaran sekitar Rp 6,9 miliar. Pelatnas mereka akan segera digelar pada pekan ini.
Dalam Kejuaraan Asia 2020, setiap negara hanya bisa mendaftarkan dua atlet putra dan tiga putri. Indonesia kemungkinan akan mengandalkan Aspar, Alfian M Fajri, atau Fathur Rozi di putra, serta Aries dan Nurul Iqamah di putri.
”Secara keseluruhan, peluang Indonesia lolos ke Olimpiade 2020 hanya sekitar 30 persen. Atlet yang paling berpeluang bersaing adalah Nurul karena dia punya rekam jejak meraih tiga emas dari nomor individu speed, relay, dan kombinasi putri pada Kejuaraan Asia 2019 di Bogor, Jawa Barat (6-10 November) lalu,” tutur Ketua Umum PB FPTI Yenny Wahid seusai MOU tersebut.
Harus realistis
Mantan Kepala Bidang Pembinaan Prestasi PB FPTI sekaligus dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Yogyakarta, Caly Setiawan PhD, mengutarakan, tidak mudah meningkatkan kemampuan pemanjat di nomor lead dan boulder dalam waktu singkat. Butuh waktu tahunan untuk meningkatkan kemampuan di nomor yang lebih mengutamakan intelektualitas tersebut.
”Nomor lead dan boulder ini sangat berbeda dengan speed. Jalur lead dan boulder selalu berubah-ubah setiap perlombaan, sedangkan jalur speed tidak berubah. Artinya, pemanjat dituntut tidak hanya punya otot kuli (kekuatan fisik), tetapi juga otak profesor (pemahaman tinggi) untuk memecahkan setiap permasalahan pada jalur lead dan boulder. Pemahaman itu perlu dilatih terus-menerus dan butuh waktu panjang (tahunan),” ujarnya.
Atas dasar itu, Caly menyampaikan, Indonesia perlu realistis dalam perebutan tiket ke Olimpiade 2020. Peluang Indonesia untuk lolos ke Olimpiade kali ini dinilai sangat berat. Namun, kalau disiapkan lebih baik, Indonesia punya peluang meloloskan pemanjatnya pada Olimpiade Paris 2024. ”Paling realistis, peluang Indonesia lolos pada 2024 mendatang,” katanya.
Kendati demikian, Caly menjelaskan, PB FPTI perlu serius jika ingin meloloskan pemanjat ke Olimpiade Paris. Paling tidak, harus ada perbaikan atas kesenjangan standar latihan di pelatda dan pelatnas. Salah satunya dengan perbaikan kualitas pelatih di daerah. Kemudian, pengurus cabang harus menerapkan sistem identifikasi bakat guna menyiapkan atlet di nomor lead dan boulder.
Selain itu, perlu ada perbaikan sarana dan prasarana latihan di daerah dan pusat. Meniru negara-negara kuat nomor lead dan boulder, seperti Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara Eropa, mereka itu selalu membeli setiap muncul produk pegangan-pegangan dinding baru. Untuk itu, pemanjat mereka tidak bingung lagi ketika lomba menggunakan pegangan baru yang umumnya diterapkan dalam kejuaraan internasional.
”Di sisi lain, Indonesia harus punya pembuat jalur profesional atau menggunakan jasa pembuat jalur luar agar atlet terus update dengan permasalahan baru sehingga pemahamannya lebih kaya. Saat ini, jalur-jalur lead dan boulder yang ada di Indonesia sudah tertinggal puluhan tahun dengan jalur-jalur yang biasa digunakan pada kejuaraan internasional. Itulah atlet Indonesia jadi kewalahan dalam kejuaraan lead dan boulder internasional,” pungkas Caly.