Praveen Jordan termotivasi untuk kembali menjadi juara All England, kali ini dengan partner yang berbeda. Praveen/Melati bermodalkan pengalaman mengalahkan empat pasangan terbaik dunia saat ini.
Oleh
Yulia Sapthiani
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti menjadi salah satu pembawa harapan Indonesia untuk meraih gelar juara dari kejuaraan bulu tangkis All England. Praveen bahkan bercita-cita menjadi juara dengan partner yang berbeda.
Empat tahun lalu, ketika berpasangan dengan Debby Susanto, Praveen meneruskan pamor ganda campuran Indonesia setelah Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir meraih hattrick juara pada 2012-2014. Sebelum itu, Indonesia hanya memiliki Christian Hadinata/Imelda Wigoeno sebagai juara ganda campuran All England pada 1979.
Memasuki tahun ketiga sebagai pasangan setelah Debby pensiun, Praveen/Melati layak diperhitungkan sebagai salah satu kandidat juara tunamen yang digelar di Arena Birmingham, Inggris, 11-15 Maret.
Praveen/Melati berperingkat kelima dunia dan berpengalaman mengalahkan empat pasangan di atasnya, yaitu Zheng Siwei/Huang Yaqiong (China/1), Wang Yilyu/Huang Dongping (China/2), Yuta Watanabe/Arisa Higashino (Jepang/3), dan Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai (Thailand/4).
Dalam keikutsertaan pertama sebagai pasangan pada All England 2019, Praveen/Melati bertahan hingga semifinal sebelum dihentikan Zheng/Huang. Adapun pada 2018, di All England Praveen masih berpasangan dengan Debby meski pada turnamen lain bermain bersama Melati.
Pada 2019, mereka melepas beban lima kali ke final tanpa juara, dengan menjuarai Denmark dan Perancis Terbuka. Kedua turnamen berkategori BWF Super 750 itu hanya satu tingkat di bawah All England BWF Super 1000.
Fakta itulah yang membuat Praveen/Melati menjadi salah satu harapan Indonesia untuk juara, selain dari nomor ganda putra. Apalagi, Praveen berpengalaman menjadi yang terbaik di All England pada 2016. Turnamen yang pertama kali digelar pada 1899 ini, juga menjadi satu dari dua target besar mereka tahun ini, selain Olimpiade Tokyo 2020, 24 Juli-9 Agustus.
”Saya pernah juara sama Cik Debby. Untuk juara dengan pasangan berbeda tentu tidak gampang. Tetapi, itu justru jadi motivasi. Kami bisa juara di Denmark dan Perancis dengan lawan yang berat, di All England juga harusnya bisa,” ujar Praveen sebelum sesi latihan kedua, Selasa (3/3/2020) di pelatnas Cipayung, Jakarta.
Jika bisa melakukan itu, Praveen akan menyamai prestasi para seniornya yang membawa pulang gelar dari All England dengan partner berbeda. Mereka adalah Christian Hadinata, Imelda Wigoeno, Gunawan, Candra Wijaya, dan Tony Gunawan.
Namun, Praveen/Melati sadar, mereka harus waspada. Sebagai turnamen paling prestisius, gelar juara All England menjadi cita-cita semua pebulu tangkis. All England bahkan sering disebut sebagai salah satu dari tiga ajang paling bergengsi bagi atlet bulu tangkis, selain Kejuaraan Dunia dan Olimpiade.
”Lawan yang akan dihadapi sebenarnya sama dengan turnamen lain, tetapi persaingan di All England terasa lebih ketat karena semua ingin juara. Pemain bukan unggulan pun ingin juara,” kata Praveen.
Atlet-atlet China, yang terkendala bertanding pada kejuaraan lain dengan mewabahnya virus korona, bahkan telah berlatih di Inggris sejak pertengahan Februari untuk menghadapi All England. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi peraturan karantina selama 14 hari yang diterapkan banyak negara.
Selain ketatnya persaingan, tantangan lain yang harus diantisipasi Praveen/Melati, dan pemain lain adalah tidak ada turnamen ”pemanasan” menjelang All England. Semula, Praveen/Melati, Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjaja, dan Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari serta pemain-pemain tunggal putri diagendakan mengikuti Jerman Terbuka, 3-8 Maret. Namun, sepekan sebelum pelaksanaan, turnamen dibatalkan oleh pemerintah kota Muelheim, Jerman, terkait korona.
”Lawan yang akan dihadapi sebenarnya sama dengan turnamen lain, tetapi persaingan di All England terasa lebih ketat karena semua ingin juara. Pemain bukan unggulan pun ingin juara.”
Dengan kondisi tersebut, atlet ganda campuran pun tak bertanding sejak Indonesia Masters, pertengahan Januari. ”Dengan tidak ada Jerman Terbuka, kami tidak bisa menjalani penyesuaian suasana turnamen sebelum All England, jadi harus benar-benar siap dan tidak boleh lengah sejak pertandingan pertama. Tetapi, waktunya bisa kami gunakan untuk mempersiapkan diri dengan lebih matang,” tutur Melati.
Pembatalan Jerman Terbuka disiasati oleh tim pelatih ganda campuran yang dipimpin Richard Mainaky, dengan membuat simulasi pertandingan pada pekan terakhir sebelum bertolak ke Birmingham, Sabtu (7/3/2020).