Bek Kiri ”Berkaki Emas” yang Melawan Senja
Di usianya yang senja, bek sayap Aleksandar Kolarov masih menjadi pemain sangat produktif di AS Roma. Bek 34 tahun yang akurasi kaki kirinya nyaris setara Lionel Messi itu telah menyisihkan para barisan muda ”Serigala”.
Pria tegap yang sebagian rambutnya sudah berwarna perak itu tak pernah berhenti berlari. Kala lawannya membangun serangan dari wilayah kiri pertahanan timnya, dengan spartan ia memotong ataupun merebut bola dari lawan. Saat timnya coba menyerang, dia tiba-tiba sudah sigap berada di garis depan wilayah kiri permainan timnya untuk membuka peluang mencetak gol.
Puncaknya, dengan satu sentuhan, dia melepaskan umpan silang keras nan akurat ke jantung pertahanan lawan pada menit ke-29. Bola yang meluncur silang bak lengkungan pisang itu membuat gentar lawan. Tak ayal, bek lawan membuat kesalahan sehingga membuahkan gol yang diciptakan rekan si pengumpan tersebut. Tim pemain itu pun berhasil menyamakan kedudukan 1-1 yang membangkitkan semangat semua rekannya sehingga akhirnya tim mereka menang 4-3.
Sosok pria yang tampak tidak muda lagi itu adalah bek sayap kiri AS Roma yang berasal dari Serbia, Aleksandar Kolarov. Pada usianya yang telah mencapai 34 tahun atau masa-masa senja pesepak bola, Kolarov masih bisa bermain penuh dengan tenaga yang prima.
Kemenangan Roma atas Cagliari pada laga Liga Italia, Senin (2/2/2020), seperti digambarkan di atas, menjadi bukti ketangguhan pemain kelahiran Belgrade, Yugoslavia, 10 November 1985, itu. Dalam laga itu, pemain bertinggi 187 sentimeter tersebut menjadi aktor penting kemenangan tim ”Serigala Roma”. Ia membuat satu asis melalui tendangan bebasnya pada menit ke-81 laga itu.
Kolarov adalah teladan bagaimana pesepak bola sejatinya bisa terus bermain pada level tertinggi walaupun sudah berusia senja. Itu berkat disiplin menjaga kebugaran tubuhnya. Data statistik membuktikan, pemain yang jarang mau diwawancarai tersebut bisa berlari sekitar 10 kilometer per laga. Itu adalah angka cukup mengesankan untuk pemain yang berusia lebih dari 30 tahun. Pada umumnya, pemain berposisi bek sayap kiri memang bisa berlari rata-rata 10-11 kilometer per laga.
Sebagai pembanding, umumnya pemain yang paling banyak berlari dalam suatu laga adalah gelandang jangkar. Dikutip dari Soccerblade, gelandang jangkar Chelsea, N’Golo Kante, adalah pemain yang paling banyak berlari di setiap laga Liga Inggris musim lalu, yakni 11,79 kilometer per laga. Bahkan, pada usia emasnya, Cristiano Ronaldo hanya berlari 8-9 kilometer per laga dan Lionel Messi hanya 7-8 kilometer.
Meskipun tidak lagi muda, Kolarov juga konsisten bermain penuh di setiap laga. Pada Liga Italia musim ini, misalnya, dia hanya absen tiga kali dari 26 laga yang sudah berjalan. Absen itu pun bukan karena fisik tidak prima, melainkan akumulasi kartu pada pekan ke-20 dan kebijakan rotasi pemain pada pekan ke-22 dan ke-24. Selebihnya, dia selalu bermain 90 menit per laga.
Kolarov selalu menjadi pilihan pertama bukan karena Roma tidak memiliki banyak pelapis di posisi tersebut. Musim ini dia bisa membuat bek kiri timnas Italia, Leonardo Spinazzola, dan mantan bek kiri Inter Milan, Davide Santon, menjadi penghangat bangku cadangan. Dia pun membuat manajemen Roma menjual bek kiri potensial, Luca Pellegrini, ke Juventus. Dua musim lalu atau ketika pertama kali direkrut Roma, dia juga membuat bek kiri Brasil, Emerson Palmieri, pergi ke Chelsea.
Kolarov adalah pribadi profesional yang sempurna. Dia adalah teladan di dalam dan di luar lapangan. Maka dari itu, kami yakin untuk mempertahankannya karena masih bisa terus berkontribusi untuk tim.
”Kolarov adalah pribadi profesional yang sempurna. Dia adalah teladan di dalam dan di luar lapangan. Maka dari itu, kami yakin untuk mempertahankannya karena masih bisa terus berkontribusi untuk tim,” ujar Direktur Eksekutif AS Roma Guido Fienga seusai tanda tangan perpanjangan kontrak Kolarov hingga musim 2021, dikutip Roma Press, 2 Desember 2019.
Rahasia kekuatan fisik
Kekuatan fisik Kolarov pun menyita perhatian pengamat sepak bola Italia dan Eropa. Dalam kesempatan diwawancarai media di Italia, Kolarov mengungkapkan bahwa rahasia fisiknya adalah motivasi untuk selalu menantang diri melakukan yang terbaik walau dinilai sudah berusia uzur.
”Setiap pemain harus menantang diri mereka sendiri dan menunjukkan bahwa mereka selalu bersedia untuk meningkatkan kemampuan. Saya pribadi yakin bisa bermain selama empat tahun lagi,” kata Kolarov dikutip Football-Italia, 2 Desember 2019.
Namun, bukan itu saja yang membuat Kolarov punya kebugaran tinggi. Sejak muda, dia memang terbiasa dilatih keras dan punya mental baja. Ketika pertama kali promosi dari tim yunior ke tim senior klub Serbia, Cukaricki, medio 2004, dia dan beberapa pemain yunior harus mengalami tekanan luar biasa.
Pelatih Cukaricki saat itu tidak terlalu senang dengan keberadaan mereka sebagai pemain tambahan di tim. Pada awal latihan bersama tim senior, Kolarov dan rekannya dari tim yunior tidak disuruh berlatih bersama tim. Mereka justru diminta berlari lima putaran mengelilingi hutan di sekitar tempat latihan.
”Kami berlari saat cuaca sedang panas terik. Setelah empat putaran, beberapa pemain menyarankan berhenti. Namun, saya tidak melakukan itu. Saya tetap berlari sekuat tenaga hingga selesai putaran kelima. Saya hampir pingsan saat itu. Saya tidak melakukan itu untuk mengesankan rekan setim, tetapi saya melakukan itu untuk saya sendiri. Itulah saya,” tuturnya, dikutip The Players Tribune, 27 Juni 2018.
Mental baja
Mental baja Kolarov tidak muncul begitu saja. Itu tidak lepas pula karena kehidupan masa kecilnya yang keras. Dia berasal dari keluarga ekonomi bawah di Belgrade. Ayahnya, Zivko Kolarov, hanya seorang buruh penjaga toko, sedangkan ibunya, Ceca Kolarov, adalah buruh di perusahaan kecil.
Situasi kian sulit ketika meletus perang di Belgrade pada 1994 atau bagian dari perang Yugoslavia medio 1991-2001 yang membuat negara itu terpecah menjadi beberapa negara baru. Hari-hari Kolarov yang masih berusia 14 tahun ketika itu diisi suara sirene tanda datangnya pesawat tempur dan dentuman bom. Dia menyaksikan secara dekat bom berjatuhan dan rumah-rumah hancur. Bahkan, dia dan keluarganya harus mengungsi.
Apalagi, jarak rumahnya dan pangkalan udara militer hanya sekitar 2 kilometer. ”Di awal perang, hari-hari diwarnai penuh ketakutan. Namun, lama-kelamaan itu menjadi hal biasa. Saya pun pasrah dengan kenyataan. Hari-hari selanjutnya, saya mencapai tahap di mana suara sirene dan bom tidak ada pengaruh apa pun lagi. Bahkan, saya dan kakak saya (Nikola Kolarov) bisa tetap bermain bola di luar hingga tengah malam,” ujarnya dikutip laman resmi AS Roma, 22 Januari 2019.
Kaki kiri emas
Selain kekuatan fisik, salah satu kelebihan mencolok Kolarov adalah memiliki kaki kiri ”emas”. Dia bisa memberikan umpan silang akurat dalam kondisi sedang berlari. Dirinya pun andal dalam eksekusi bola mati, terutama tendangan bebas.
Tak heran, selama tiga musim memperkuat Roma, Kolarov berhasil menjadi bek produktif dengan perolehan 17 gol dari 92 laga. Lebih dari separuh gol tersebut lahir dari tendangan bebas. Musim ini, Kolarov telah mencetak 7 gol dari 23 laga. Lebih dari separuh golnya itu, yaitu 4 kali, dicetak dari tendangan bebas. Gol-gol emas itu terjadi pada laga kontra Genoa, Bologna, Fiorentina, dan Cagliari.
Menurut data Squawka, 2 Mei 2019, tingkat konversi tendangan bebas Kolarov mencapai 12,20 persen. Angka itu terpaut sangat dekat dengan tingkat konversi tendangan bebas Lionel Messi, yaitu 12,78 persen. Untuk itu, Kolarov dianggap sebagai salah satu penendang bebas terbaik yang pernah ada.
Menurut Kolarov, akurasi tendangan bebasnya tidak lahir begitu saja. Itu merupakan hasil latihan yang terus-menerus. ”Sejak kecil saya suka menendang-nendang bola. Namun, tendangan bebas adalah sesuatu yang harus terus Anda asah. Saya banyak melakukan latihan tambahan untuk meningkatkan kemampuan tendangan bebas,” katanya kemudian.
Di sisi lain, Kolarov juga sangat terinspirasi dengan keahlian tendangan bebas bek legendaris Serbia, Sinisa Mihajlovic. Momen pertama yang membuatnya jatuh hati dengan Mihajlovic ketika menonton dari layar kaca penampilan Mihajlovic bersama timnas Yugoslavia pada Piala Dunia 1998 Perancis.
”Setelah melihat Mihajlovic, saya langsung mempraktikkan gaya tendangan bebasnya ketika bermain bersama kakakku di halaman rumah. Jendela rumah tetangga menjadi sasaran. Dan saat itu,saya hanya membayangkan kalau saya adalah Mihajlovic. Saya ingin menjadi Mihajlovic, si penyulap bola-bola mati,” ungkapnya dikutip Corriere dello Sport, 7 Februari 2020.
Selain menjadi idola, Mihajlovic juga menjadi sosok yang turut berpengaruh pada karier sepak bola Kolarov. Musim panas 2007, Mihajlovic menelepon Kolarov yang masih bermain untuk OFK Beograd di Liga Super Serbia agar menerima tawaran Lazio. Saat itu, Mihajlovic menjadi asisten pelatih di Inter Milan. Tanpa pikir panjang, Kolarov menerima usulan itu. Sejak itu, mantan pemain Manchester City itu pun menjadi salah satu bek sayap kiri paling menakutkan di Eropa.
Begitulah Kolarov. Dia adalah sosok teladan bagaimana menjadi pesepak bola, tidak hanya mengandalkan bakat alam. Untuk mencapai level tertinggi, pemain sepak bola harus bekerja keras dan displin mengasah kemampuannya terus-menerus. Kedisplinan itu memang menjadi ciri pemain-pemain dari wilayah Balkan. Setidaknya, kapten timnas Serbia itu membuktikan bisa meneruskan tradisi bek kiri unggul dari Serbia setelah era Mihajlovic.
”Keberadaan pemain-pemain senior seperti Kolarov dan Edin Dzeko sangat penting untuk tim. Mereka bisa sangat berguna untuk menjadi teladan. Apalagi, tim ini banyak dihuni pemain-pemain muda,” pungkas bek AS Roma asal Inggris, Chris Smalling, dikutip Fox Sports.