Sentuhan tangan dingin Rastafari Horongbala, mantan pelatih timnas basket Indonesia, membangunkan performa tim Amartha Hangtuah yang sempat "tertidur". Hangtuah pun mulai bangkit dan menatap babak playoff di IBL 2020.
Oleh
kelvin hianusa
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Setelah hampir enam tahun absen dari panggung tertinggi Liga Bola Basket Indonesia (IBL), pelatih legendaris Rastafari Horongbala akhirnya kembali. Pelatih karismatik dengan ciri khas janggut tebal dan rambut belah tengah berwarna putih itu datang di paruh musim IBL 2020 untuk menyelamatkan tim papan bawah, Amartha Hangtuah.
Fari, sapaannya, mulai memimpin Hangtuah sebagai pelatih kepala pada Seri V IBL 2020, 28 Februari – 1 Maret 2020, di GOR Jayabaya, Kediri, Jawa Timur. Fari, yang baru diangkat pada 23 Februari, langsung “menyulap” tim yang dibayangi tren delapan kekalahan beruntun ini. Hangtuah pun mulai bangkit.
Tanpa disangka, Kelly Purwanto dan rekan-rekan seperti menjadi tim yang berbeda saat meraup dua kemenangan dari tiga laga di seri Kediri. Mereka tampil meyakinkan saat menumbangkan Satya Wacana Salatiga (83-78) dan Pacific Caesar Surabaya (93-66), serta kalah dari NSH Jakarta (77-84).
“Kami jadi tenang main basketnya. Mau ketinggalan pun, kami seperti ada yang menopang dari belakang. Jadi menurut saya sih itu (kebangkitan Hangtuah) karena karismanya coach Fari sendiri,” kata point guard Hangtuah Abraham Wenas yang tampil apik di seri Kediri dengan memproduksi rata-rata 10 poin dan 3 asis.
Wenas mengatakan, pola permainan tim tidak banyak berubah dibandingkan pelatih sebelumnya, Harry Prayogo, yang sekarang menjabat asisten pelatih. Hanya ada beberapa penyesuaian strategi saat laga berlangsung.
Meski pola bermainnya cenderung sama, performa Hangtuah berubah drastis dibandingkan empat seri sebelumnya. Baik serangan maupun pertahanan mereka menjadi lebih hidup.
Kenaikan signifikan
Dari serangan, pada seri Kediri, poin yang dicetak Hangtuah naik rata-rata 11 poin per gim dibandingkan rekor paruh musim mereka. Kenaikan itu diikuti peningkatan akurasi tembakan dari 35 persen menjadi 46 persen. Jumlah asis mereka juga meningkat signifikan, yaitu nyaris dua kali lipat. Peningkatan asis ini menandakan berjalannya rotasi bola saat menyerang.
Fari mengatakan, sebenarnya potensi timnya sangat besar. “Saya hanya bikin anak-anak lebih percaya diri. Mungkin kekalahan beruntun membuat mereka sempat nyerah. Sekarang saya angkat mental mereka main sebaik mungkin. Kalau kalah tidak apa-apa, saya yang tanggung jawab,” kata mantan pelatih timnas basket Indonesia di beberapa periode sejak 1991-2011 itu.
Menurut Fari, fokus utamanya adalah membenahi pertahanan Hangtuah. Kelemahan itu sudah diperhatikannya sejak diminta bantuan menjadi penasihat tim pada seri III Jakarta, awal Februari.
Kedatangannya langsung membuat pertahanan tim kokoh. Produktivitas rata-rata tim lawan saat berhadapan dengan Hangtuah menurun hingga 12 poin pada seri Kediri. Mereka bisa mengurangi kecolongan dari tembakan-tembakan tiga angka yang menjadi masalah besarnya musim ini.
Hangtuah menekan rata-rata akurasi tembakan tiga angka lawan dari 31 persen menjadi hanya 21 persen. Bahkan, Pacific Caesar dalam laga akhir pekan lalu hanya bisa mencetak 5 persen atau satu kali masuk dari 20 percobaan tiga angka.
Para pemain lokal pun bersinar terang dengan kedatangan Fari. Selain Wenas, pemain yang jarang muncul sebelumnya, seperti point guard Gunawan, mampu mengeluarkan performa terbaiknya. Ia mencetak 21 poin saat menumbangkan Pacific Caesar.
“Saya tidak peduli dengan status pemain asing atau lokal. Pas tanding kemarin, saya sudah lihat pemain asing siap masuk dari cadangan. Tetapi, saya tidak mau memainkannya karena lokalnya lagi bagus,” kata pelatih yang merupakan ayah dari pebasket nasional Andakara Prastawa tersebut.
Meski begitu, pemain asing Hangtuah turut berandil besar dalam dua kemenangan tim. Dalam tiga laga, forward sekaligus kapten tim, Laquavious Kashaka Cotton, memproduksi rata-rata 20 poin, 11,3 rebound, dan 6,3 asis.
Bak oase
Pengalaman Fari tidak perlu diragukan lagi. Dia sudah malang-melintang melatih nyaris seluruh tim dari zaman Kobatama, IBL, National Basketball League (NBL), maupun timnas Indonesia. Terakhir kali melatih tim profesional, dia membawa Aspac juara pada 2013 dan 2014 saat kompetisi basket itu masih bernama NBL.
Kehadirannya menjadi oase bagi Hangtuah. Mereka yang sebelumnya berada di juru kunci, peringkat ke-10, sekarang menatap babak play-off di peringkat ke-6 dengan tiga seri tersisa.
Kehadirannya menjadi oase bagi Hangtuah. Tim yang sebelumnya berada di juru kunci, yaitu peringkat ke-10, itu sekarang menatap babak play-off dengan naik ke peringkat ke-6 dengan tiga seri tersisa. "Tetapi, saya tidak mau kasih target apa pun. Yang penting, anak-anak main bagus. Playoff itu hanya bonus saja," pungkasnya.