Setelah tiga tahun memajukan bola basket putri nasional, Piala Srikandi terancam hilang musim depan. Perbasi berencana membuat kompetisi serupa yang masih belum jelas konsepnya.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Waktu pertandingan tersisa 12 detik. Papan skor menunjukkan keunggulan Scorpio Jakarta atas Merpati Bali, 46-45. Pelatih kedua tim tampak tegang. Diikuti penonton yang mulai berdiri menanti kejutan dari penguasaan bola terakhir milik Merpati.
Guard Merpati Agustin Gradita Retong membawa bola melalui garis tengah lapangan. Agustin melihat pergerakan menusuk ke bawah ring dari kapten tim Kadek Pratita Citta Dewi. Di sisa waktu 3 detik, Citta yang dijaga dua pemain Scorpio, melepaskan tembakan dari bawah ring.
Bola masuk. Merpati berbalik unggul 47-46. Angka dari Citta sekaligus menyudahi laga. Para pemain saling berpelukan di tengah tepuk tangan ratusan penonton, di GOR Soemantri Brodjonegoro, Jakarta, pertengahan Februari lalu.
Pertandingan dengan intensitas tinggi ini merupakan salah satu laga di seri kedua Piala Srikandi 2020, kompetisi bola basket putri tertinggi di Indonesia, pada 12-18 Februari.
Beberapa menit setelahnya, pemain dari kedua tim, Citta mewakili Merpati dan Stella Fabiola menjalani sesi wawancara yang disirkan langsung di akun Youtube Piala Srikandi.
”Ini adalah tahun ketiga kami menjalani liga. Tahun ini kami memperbaiki banyak hal. Salah satunya kinerja wasit. Sudah mulai ada seleksi untuk wasit,” kata Koordinator Piala Srikandi Deddy Setiawan. Khusus pada seri Jakarta, wasit pertandingan dibimbing langsung wasit nasional Harja Jaladri. Harja adalah wasit Indonesia yang dipercaya memimpin pertandingan di Piala Dunia FIBA 2019.
Ajang basket putri ini terlihat semakin profesional. Tidak kalah dengan misalnya, Liga Bola Basket Indonesia (IBL) yang merupakan liga tertinggi bagi basket putra.
Bahkan di beberapa aspek, Piala Srikandi lebih maju dari IBL. Misal saja jumlah pertandingan dalam satu musim. Meski berkurang dua tim dari musim lalu, menjadi enam tim, setiap tim bertanding sebanyak 20 kali selama musim reguler. Masing-masing tim bertanding empat kali di empat seri melawan tim yang sama.
Kuantitas pertandingan itu melampaui IBL yang diikuti 10 tim. Setiap tim di IBL hanya bertanding 18 kali sepanjang musim reguler.
Piala Srikandi juga memiliki dua tim dari luar Pulau Jawa, yaitu Flying Wheel Makassar dan Merpati. Adapun IBL tidak lagi memiliki tim dari luar Pulau Jawa.
Pada musim ini, salah satu seri digelar di Makassar, kandang Flying Wheel. Keberanian menyelenggarakan pertandingan di Sulawesi itu dipercaya bisa memperluas perkembangan basket yang selama ini terpusat di Jawa.
Terancam hilang
Semua keunggulan itu ternyata dijalankan sendiri oleh tim peserta. Ajang ini tidak lagi dinaungi oleh Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (Perbasi). Deddy mengatakan, liga ini bisa berjalan karena gotong royong dana dari tiap tim. ”Semua tim saling membantu untuk menjalankan ini. Ini yang membuat kami semakin kompak,” ucapnya.
Perbasi pada penyelenggaraan sebelumnya masih membantu Piala Srikandi membiayai pengawas pertandingan. Mulai tahun ini, Perbasi tidak lagi menyokong penyelenggaraan liga yang banyak menghasilkan atlet nasional ini. Bahkan, Piala Srikandi terancam hilang dari agenda. Perbasi berencana membuat kompetisi serupa dengan nama Women IBL (WIBL), meski kepastian konsep ini masih menggantung.
Ketua Umum PP Perbasi Danny Kosasih mengatakan, sedang menjajaki untuk pembuatan WIBL. Kemungkinan besar kompetisi akan diuji coba pada akhir tahun ini.
”Saya tawarkan ke orang Piala Srikandi juga. Nanti mau ikut tidak (ke WIBL). Kemarin kami sudah bertemu FIBA juga. Karena tujuan Piala Srikandi kan hanya agar timnas putri tidak mati suri,” kata Danny.
Menurut Danny, seharusnya IBL berpasangan dengan WIBL sejak 2016. Namun, hanya IBL yang dijalankan karena pertimbangan keuangan. ”Sebetulnya yang diberikan Perbasi pada penyelenggara adalah putra-putri. Tetapi, mau dilihat dulu, kalau yang putra sudah untung baru buat yang putri. Jangan sampai tidak jalan dua-duanya,” jelasnya.
Adapun kompetisi bola basket wanita sempat terhenti karena pergantian operator liga. Terakhir kali ada kompetisi pada 2016 dengan nama Women National Basketball League (WNBL), yang menjadi pasangan dari kompetisi pria, NBL.
Kebutuhan utama
Piala Srikandi yang sudah berjalan ini pun berpotensi tergantikan oleh liga yang masih abu-abu. Padahal, sejak dimulainya Piala Srikandi, prestasi timnas putri memperlihatkan perkembangan positif.
Pada SEA Games Manila 2019, timnas putri berhasil membawa pulang perunggu. Di sisi lain, timnas putra yang nyaris selalu berprestasi, pulang dengan tangan hampa.
Salah satu penyumbang atlet terbanyak adalah Merpati Bali. Mereka menyumbang empat pemain untuk timnas 5x5 dan satu pemain untuk timnas 3x3.
”Liga ini sangat membantu pengembangan bola basket putri. Penambahan tim tentunya akan lebih baik lagi. Kami menuju perkembangan yang lebih baik,” kata pelatih Merpati Bambang Asdianto Pribadi.
Pemain Merpati Regita Pramesti mengatakan, kompetisi Piala Srikandi membantunya meningkatkan kemampuan dan membawanya masuk timnas, dua tahun silam. Dia sempat absen pada 2019 karena fokus kuliah. ”Saya targetkan lagi untuk masuk timnas,” katanya.
Mantan pelatih timnas basket putra Rastafari Horongbala mengucapkan, sangat jarang ada pihak yang memerhatikan perkembangan basket putri. Keterlibatan pecinta basket di masing-masing tim dinilai yang membuat Piala Srikandi bisa maju dan terus berkembang.
”Justru ini tidak boleh berhenti. Kita sudah terlalu lama fokus kepada basket putra. Putri seperti dilupakan, hanya saat ada timnas saja baru diperhatikan. Jadi kalau ada orang-orang yang mau membantu, justru harus didukung. Bukan justru dihilangkan,” kata Rastafari, yang menjadi penasihat Tanago Friesian Jakarta, salah satu tim Piala Srikandi.