Liga 1 Indonesia musim baru akan memiliki jadwal laga lebih "manusiawi" dan bersahabat bagi para pemain. Selain masalah jadwal, pembinaan suporter juga menjadi perhatian bersama demi berjalannya liga yang lebih sehat.
Oleh
Adrian Fajriansyah
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Menyambut Shopee Liga 1 Indonesia musim 2020, PT Liga Indonesia Baru (LIB) menyusun jadwal kompetisi yang lebih "manusiawi". Jadwal itu memungkinkan klub-klub berlaga maksimal dua kali sepekan, sehingga para pemain memiliki waktu istirahat lebih banyak.
Beberapa tahun terakhir ini, Liga 1 dinilai telah mengeksploitasi para pemain. Setiap klub bisa bermain tiga kali dalam sepekan. Kondisi itu diakui PT LIB tidak sehat untuk para pemain. Terkait hal itu, PT LIB menyusun jadwal yang lebih bersahabat. Laga-laga lebih banyak dimainkan di akhir pekan, yaitu sekitar 60 persen dari total 306 laga di Liga 1 musim 2020.
”Dengan durasi Liga 1 2020 yang lebih panjang, yakni 29 Februari hingga 31 Oktober, kami memungkinkan menyusun jadwal yang lebih kondusif untuk pemain. Namun, semua ini juga tergantung dari kepolisian. Kami berharap jadwal yang sudah disusun ini tidak mengalami perubahan, seperti penundaan atau pembatalan oleh kepolisian dengan alasan keamanan,” ujar Direktur Operasional PT LIB Sujarno seusai peluncuran Liga 1 2020 di Jakarta, Senin (24/2/2020).
Kendati demikian, Sujarno menambahkan, pihaknya belum bisa menyusun jadwal laga kandang-tandang secara teratur. Masih ada klub yang akan berlaga tandang lebih dari dua laga secara beruntun. Persiraja Banda Aceh contohnya, akan menjalani empat kali laga tandang selama bulan puasa.
Laga beruntun itu harus dijalani tim promosi di Liga 1 musim 2020 itu karena adanya larangan laga-laga apapun selama bulan Ramadan di Aceh. ”Jadi, ada juga kearifan lokal yang harus disesuaikan dengan jadwal laga,” ungkapnya.
Sambut positif
Para pemain menyambut positif penyusunan jadwal seperti itu. Pemain sayap muda Persebaya Surabaya, Mochammad Supriadi, mengatakan, padatnya jadwal liga musim lalu membuatnya tidak memiliki cukup waktu beristirahat. Apalagi, dirinya juga cukup sering dipanggil memperkuat timnas kelompok usia, antara lain timnas U-16, U-18, U-19, dan U-20.
Antara November dan Desember 2019 misalnya, pemain berusia 18 tahun itu sempat melakukan perjalanan panjang tiga hingga empat kali dalam sepekan. Setelah memperkuat timnas U-19 pada kualifikasi Piala Asia U-19 di Jakarta, 2-10 November lalu, dia harus bertolak ke Balikpapan, Kalimantan Timur, untuk membela timnas U-18 pada Kejuaraan Asia Pelajar 2019 selama 15-25 November.
Kemudian, Supriadi bertolak ke Bali untuk memperkuat Indonesia All Stars U-20 pada International Cup di Bali 2019 selama 1-5 Desember. Setelah itu, dia harus kembali ke Surabaya, Jawa Timur, untuk mengikuti persiapan Persebaya dalam lanjutan Liga 1. ”Waktu itu, saya tidak lagi bisa istirahat. Karena kelelahan, saya sampai sakit,” tutur pemain kelahiran Surabaya, 23 Mei 2002, tersebut.
Sekarang, dengan jadwal lebih manusiawi, Supriadi mengatakan, pemain bisa sedikit bernafas untuk istirahat. Istirahat yang cukup dan berkualitas sangat penting. Apalagi, selain bertanding, pemain harus melakukan latihan setiap hari, yaitu pagi dan sore, untuk klub masing-masing. ”Kalau bermain rutin tiga kali sepekan, fisik pemain pasti terkuras dan tidak lagi bisa tampil optimal. Idealnya, bermain itu maksimal dua kali sepekan,” ujarnya kemudian.
Chief Operating Officer Bhayangkara FC Komisaris Besar Sumardji menyambut positif jadwal di Liga 1 musim baru. Namun, mereka berharap jadwal laga kandang tandang bisa lebih teratur. Ia beralasan, laga tandang ke berbagai daerah secara beruntun akan memberikan dampak negatif ke klub, antara lain lelahnya pemain dan biaya operasional yang membengkak.
Komitmen Polri
Sementara itu, Ketua Umum PSSI Mochammad Iriawan menjamin jadwal Liga 1 tidak akan berubah-ubah seperti musim-musim sebelumnya. Terkait hal ini, PSSI telah meminta komitmen dari Polri, lembaga yang berwenang mengeluarkan izin keramaian laga sepak bola. Kepastian itu didapat seusai rapat kerja PSSI dan Polri, kemarin.
Dalam rapat itu, PSSI dan Polri berupaya mencocokkan jadwal laga Liga 1 dan agenda keamanan dan ketertiban Polri. Pada 2020 ini, salah satu agenda krusial Polri adalah mengamankan pilkada serentak di 270 daerah pada 23 September mendatang. Namun, PSSI dan Polri sudah mendapatkan titik tengah.
Tidak selamanya pada masa rangkaian pilkada itu dianggap "rawan". Kondisi rawan itu hanya terjadi saat masa tenang, pencoblosan, penghitungan suara, dan penetapan. Dengan demikian, laga-laga Liga 1 masih bisa berlangsung, termasuk saat kampanye pilkada yang saat ini lebih menekankan dialog.
”Lagi pula, teman-teman Polri juga sudah semakin paham. Kalau jadwal berubah, dipercepat ataupun diundur, itu akan memberikan banyak dampak negatif untuk klub maupun pengelola liga. Perubahan jadwal itu akan membuat pemain tidak siap, hak siar terganggu, dan kehilangan penonton,” kata Iriawan yang juga jenderal polisi.
Saat menghadiri peluncuran tim Bhayangkara FC untuk Liga 1 2020, kemarin, Kapolri Jendral Idham Aziz berkata dirinya siap mendukung penuh Liga 1 2020. Hal itu ditandai dengan instruksi langsungnya kepada semua kepolisian daerah dan resor untuk mendukung penuh semua agenda Liga 1 2020.
”Saya juga berkomitmen untuk memperpanjang masa tugas Satgas Anti Mafia Bola agar kompetisi sepak bola Indonesia menjadi lebih baik,” tegasnya.
Perhatikan kualitas wasit
Sementara itu, gelandang Persik Kediri Paulo Sitanggang menyoroti masalah wasit. Ia berharap agar kualitas wasit benar-benar diperhatikan. Sebab, kualitas pengadil di laga sepak bola itu akan sangat memengaruhi kualitas kompetisi.
”Kerusuhan yang terjadi antar pemain ataupun suporter itu umumnya terjadi karena keputusan wasit yang dinilai tidak adil. Kalau wasit bisa lebih adil, semua potensi kerusuhan itu tidak akan mungkin terjadi,” tuturnya.
Terkait suporter, Iriawan berkata, pihaknya sudah membentuk Divisi Pembinaan dan Pemberdayaan Supoter PSSI. Melalui divisi itu, mereka telah melakukan sosialisasi maupun edukasi kepada para suporter agar ikut menjaga kondusivitas setiap laga. Hampir setiap musim, kericuhan antarsuporter selalu terjadi di Liga 1.
”Suporter ini bagian dalam industri sepak bola. Mereka tidak bisa diabaikan. Tetapi, harus menjadi bagian kesatuan dalam klub maupun liga. Melalui sosialisasi maupun edukasi yang sudah diberikan, kami harap suporter bisa bersikap lebih baik. Namun, tentu, upaya ini juga tidak serta-merta berhasil semudah seperti membalikkan telapak tangan,” ujarnya.
Sujarno menambahkan, ia berharap PSSI bisa membuat pilot project pembinaan suporter pada satu klub mencontoh yang telah dilakukan klub-klub di Eropa. Di Liga Inggris misalnya, klub-klub diwajibkan memiliki petugas keamanan sendiri dan menyediakan perangkat untuk mendeteksi sumber kerusuhan, antara lain memasang kamera pengintai di sekitar stadion dan memiliki data lengkap setiap supoter yang ada.
”Dengan demikian, apabila ada kerusuhan dalam stadion, klub bisa diminta mencari sumber masalah. Setelah didapat, mereka harus melakukan penanganannya sendiri, seperti melarang suporter biang kerusuhan datang lagi ke stadion. Cara seperti ini pasti cukup memberikan efek jera kepada suporter,” ungkapnya kemudian.