Generasi Lifter Muda yang Patut Dijaga
Regenerasi lifter senior bukan mustahil. Delapan lifter muda yang mengikuti Kejuaraan Asia Angkat Besi Yunior dan Remaja 2020 di Uzbekistan begitu menjanjikan. Para lifter muda itu membutuhkan pelatihan tanpa terputus.
Cahaya terang sedang menerangi dunia angkat besi Indonesia. Delapan lifter muda Indonesia menunjukkan prestasi mengesankan pada Kejuaraan Asia Angkat Besi Yunior dan Remaja 2020 di Tashkent, Uzbekistan. Prestasi mereka menjadi lampu penerang di tengah redupnya regenerasi lifter nasional beberapa tahun terakhir.
Di Kejuaraan Asia Yunior dan Remaja, PB PABBSI menurunkan delapan lifter muda. Mereka adalah Windy Cantika Aisah di kelas 49 kg putri yunior, Juliana Klarisa di kelas 55 kg yunior, Putri Aulia Andriani di kelas 59 kg yunior, dan Tsabitha Alfiah Ramadani di kelas 64 kg yunior.
Muhammad Faathir di kelas 61 kg yunior dan remaja, Muhammad Yasin di kelas 67 kg yunior, Erwin Rahmat Abdullah di kelas 73 kg yunior, serta Rizki Juniansyah di kelas 73 kg yunior dan remaja.
Prestasi mereka tidak mengecewakan. Indonesia berhasil meraih 16 emas, 6 perak, dan 1 perunggu. Bahkan, tiga lifter Indonesia berhasil memecahkan rekor dunia maupun Asia. Faathir memecahkan rekor dunia remaja, yakni clean and jerk dan total angkatan, serta memecahkan rekor Asia remaja, yakni clean and jerk dan total angkatan.
Rahmat memecahkan rekor dunia yunior, yakni clean and jerk dan total angkatan. Rizki memecahkan rekor dunia remaja, yakni snatch dan total angkatan, serta memecahkan rekor Asia remaja, yakni snacth, clean and jerk, dan total angkatan.
Hasil yang mereka raih benar-benar menjadi oasis di tengah keringnya regenerasi lifter potensial nasional. Beberapa tahun lalu, Indonesia sangat bergantung pada Eko Yuli Irawan di kelas 56 kg, 61 kg, dan 62 kg; Triyatno di kelas 69 kg dan 73 kg; Lisa di kelas 53 kg putri; serta Sri di kelas 48 kg dan 49 kg putri.
Namun, hingga saat ini, Indonesia belum mendapatkan pengganti sepadan ataupun pelapis potensial untuk mereka. Sejauh ini, Eko yang sudah berusia 30 tahun masih menjadi andalan. Demikian Triyatno yang sudah berusia 32 tahun sering kali berjuang sendiri di kelasnya. Sementara itu, Lisa dan Sri sudah pensiun serta belum ada pengganti mereka sajauh ini.
”Prestasi yang mereka raih sangat positif. Semuanya berhasil memenuhi target, setidaknya bisa meraih medali. Bahkan, beberapa bisa menunjukkan perkembangan pesat yang dibuktikan dengan pemecahan rekor dunia atau pun Asia. Mereka adalah generasi baru yang siap unjuk gigi dan menjadi tumpuan harapan di masa depan,” ujar pelatih kepala angkat besi PB Pabbsi Dirdja Wihardja ketika dihubungi dari Jakarta, Minggu (16/2/2020) malam.
Menggantikan senior
Prestasi menjanjikan para lifter muda itu pun membuat mereka diharapkan menjadi pengganti ataupun pelapis para seniornya saat ini. Cantika misalnya, dia diproyeksikan untuk menjadi pengganti Sri yang sudah meninggalkan dunia angkat besi. Sedangkan Faathir akan menjadi pelapis maupun pengganti untuk Eko.
Yasin akan menjadi pelapis Deni di kelas 67 kg. Adapun Rahmat dan Rizki diproyeksikan menjadi pelapis dan pengganti Triyatno. ”Selama ini, para senior itu tidak memiliki pelapis yang sepadan ataupun potensial. Kehadiran para lifter muda itu bisa menjadi pelapis, bahkan pengganti para seniornya di masa depan. Seperti Cantika, dia sudah menjadi pengganti Sri saat ini, sedangkan Faathir akan segera melapisi Eko,” kata Dirdja.
Atas dasar itu, Dirdja mengatakan, pihaknya berusaha membuat program jangka pendek maupun jangka panjang untuk para lifter muda tersebut agar prestasi mereka tidak berhenti sampai di sini. Apalagi secara umum, lifter remaja ataupun yunior memang akan berkembang dengan pesat sebelum masuk level senior.
”Tantangan sesungguhnya itu akan terjadi pada level senior. Pada tahap itu, perkembangan mereka akan cenderung melambat dibanding pada fase remaja ataupun yunior. Untuk itu, mereka harus tetap tekun berlatih dan sabar untuk meningkatkan kapasitasnya,” tutur pelatih yang juga mantan lifter nasional itu.
Menurut Dirdja, salah satu komponen faktor utama yang harus didapat oleh para lifter muda itu adalah latihan di pelatnas berkelanjutan. Program pelatnas mereka tidak boleh terputus. Mereka pun harus sering mengikuti kejuaraan internasional untuk meningkatkan jam terbang ataupun pengalaman berlomba.
Potensi gangguan luar
Ketua Umum PB PABBSI Djoko Pramono menuturkan, para lifter muda itu memang harus dijaga. Selain menjaga pola latihan, mereka juga harus dijaga dari potensi gangguan luar. Sudah menjadi rahasia umum, atlet yang sedang naik daun di Indonesia banyak mendapatkan tawaran untuk melakukan kegiatan di luar jadwal latihan.
Baru-baru ini, Cantika mendapatkan tawaran untuk tampil pada iklan salah satu merek kendaraan roda empat. Dia pun beberapa kali diundang untuk tampil di sejumlah program acara stasiun televisi. Namun, secara tegas, Djoko melarang dulu Cantika melakukan kegiatan-kegiatan tersebut. ”Belum waktunya dia melakukan kegiatan itu. Takutnya, karena masih muda, dia terbuai dan lalai dengan latihan dan istirahatnya,” ujar purnawirawan Marinir itu.
Apalagi, terang Djoko, prestasi yang diraih para lifter itu tidak selalu istimewa. Contohnya Cantika. Prestasinya di Kejuaraan Asia Yunior dan Remaja 2020 tidak lebih baik dari SEA Games 2019 Filipina lalu. Pada Kejuaraan Asia itu, total angkatan lifter 17 tahun itu 185 kg. Padahal, saat meraih emas SEA Games 2019, total angkatannya mencapai 190 kg.
”Saya pribadi akan terus keras untuk mengingatkan mereka. Sebab, mereka sejatinya belum meraih apa-apa. Target puncak semua atlet itu adalah Olimpiade. Kalau cepat puas dengan raihan sekarang, mereka akan sulit berkembang lagi. Kalau itu terjadi, sangat disayangkan karena mereka punya potensi besar,” katanya.
Butuh rekan berlatih
Terlepas dari menjaga program latihan, lanjut Dirdja, PB PABBSI juga perlu menarik lebih banyak rekan berlatih untuk para lifter muda tersebut. Sejauh ini, Wisma Kwini Marinir, Jakarta Pusat, tempat pelatnas angkat besi dilakukan hanya memiliki 10 kamar. Keterbatasan kamar itu membuat pelatnas tidak bisa menampung lebih banyak atlet. Padahal, banyak lifter muda dari daerah yang siap untuk bergabung dengan pelatnas.
”Para lifter muda ini perlu dipacu untuk terus mengeluarkan kemampuan terbaik dengan diberikan rekan berlatih. Keberadaan rekan berlatih akan menimbulkan persaingan ketat sejak tempat latihan. Dengan begitu, mental berlomba mereka lebih siap ketika menjalani perlombaan sesungguhnya,” tutur Dirdja.
Djoko mengutarakan, sejak Desember 2019, pihaknya sudah mulai membentuk sentra pembinaan di tujuh provinsi, yakni Aceh, Bengkulu, Jambi, Kalimatan Barat, Kalimantan Timur, Bali, dan Papua. Mereka juga membuat sub sentra pembinaan di Kota Tebing Tinggi di Sumatera Utara, Kabupaten Pasaman Barat di Sumatera Barat, Kabupaten Blora di Jawa Tengah, serta Kabupaten Pacitan di Jawa Timur.
Mereka melengkapi sentra pembinaan di Lampung yang sudah lama menjadi lumbung angkat besi nasional. ”Di sentra maupun sub sentra pembinaan baru itu, kami menyumbangkan mereka sejumlah perlengkapan alat berat untuk berlatih. Kami juga mendidik tiga pelatih dari masing-masing daerah agar punya standar nasional yang seragam,” ujarnya.
Kini, tambah Djoko, pihaknya sedang berkomunikasi dengan pemerintah pusat diwakili oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga untuk membentuk tempat pelatnas baru yang lebih besar dan kompetitif. ”Kalau itu bisa direalisasikan, ini bisa menjadi langkah maju untuk dunia angkat besi nasional yang punya sejarah prestasi positif, antara lain rutin menyumbangkan medali di Olimpiade sejak 2008,” kata Djoko.
Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto menyampaikan, satu setengah bulan lalu, Presiden Joko Widodo sudah mengundang Menpora Zainudin Amali untuk fokus pada lima cabang prioritas yang punya rekam jejak prestasi internasional, termasuk angkat besi. Salah satu bentuk dukungan pemerintah adalah akan membentuk pusat pelatnas baru untuk lima cabang tersebut. ”Rencana ini akan segera direalisasikan, paling cepat tahun depan,” pungkasnya.
Prestasi para lifter muda saat ini memang menjadi lentera yang menerangi redupnya regenerasi lifter elit nasional. Namun, lentera itu patut terus dijaga agar menjadi obor yang menerangi langkah prestasi angkat besi Indonesia di masa depan. Jangan sampai mereka redup menjadi lilin yang mudah mati sebelum sempat berkobar.