Angkat besi Thailand diguncang skandal doping menyusul penayangan dokumenter doping di berbagai negara oleh televisi Jerman ARD pada Januari 2020. Para petinggi Federasi Angkat Besi Thailand pun mengundurkan diri.
Oleh
Denty Piawai Nastitie
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Ketua Asosiasi Angkat Besi Thailand (TAWA) Boossabba Yodbangtoey, bersama seluruh anggota Dewan Eksekutif-nya, Kamis (30/1/2020), mengundurkan diri menyusul adanya tuduhan doping sistematis di negara tersebut. Dugaan skandal doping angkat besi Thailand itu muncul dalam tayangan dokumenter stasiun televisi Jerman ARD.
“Kode etik dan tata kelola yang baik dalam olahraga adalah prinsip yang ditegakkan oleh Dewan Eksekutif TAWA. Hal paling penting bagi kami adalah bagaimana melindungi olahraga nasional di negara kita tercinta. Oleh karena itu, anggota Dewan Eksekutif TAWA semua setuju, dengan akuntabilitas penuh, untuk mengundurkan diri efektif mulai 30 Januari 2020,” tulis Yodbangtoey dalam keterangan pers, dikutip laman Federasi Angkat Besi Internasional (IWF).
Dalam surat itu, Yodbangtoey menjelaskan, bahwa peraih perunggu kelas -58 kg putri Olimpiade London 2012, Siripuch Gulnoi, yang menjadi narasumber dalam tayangan televisi ARD, tidak menyadari bahwa percakapannya dengan jurnalis televisi Jerman itu direkam. Dalam percakapan dengan jurnalis yang menyamar sebagai Manajer Tim Angkat Besi Jerman, Gulnoi mengakui saat remaja ia mengonsumsi zat doping, sehingga mempunyai rahang dan kumis seperti pria.
Gulnoi juga mengungkapkan bahwa, atlet-atlet angkat besi Thailand mulai mengonsumsi zat doping sejak mereka berusia 13 tahun. “Mereka yang bertanggung jawab tidak peduli dengan dampaknya pada kesehatan anak perempuan. Doping adalah fitur mapan dari angkat besi di Thailand untuk menghasilkan lebih banyak medali emas dibandingkan olahraga lainnya,” ujar lifter berusia 26 tahun itu.
Menurut Yodbangtoey, apa yang disampaikan oleh Gulnoi merupakan pandangan pribadi dan tidak menunjukkan fakta di lapangan. Selain itu, Gulnoi telah tertipu dengan penyamaran jurnalis Jerman yang datang dan berpura-pura mengajak kerja sama bisnis. Istri Wakil Ketua IWF Intarat Yodbangtoey itu mengatakan, tayangan televisi berjudul "Secret Doping - Lord of the Lifters" telah menghancurkan reputasi dan citra Thailand.
Thailand merupakan negara yang cukup kuat dalam cabang angkat besi, terutama pada kategori putri. Pada Januari 2019, sebanyak delapan lifter, termasuk juara dunia dan peraih emas kelas -58 kg Olimpiade Rio de Janeiro 2016 Sukanya Srisurat, dinyatakan positif doping. Kasus itu membuat tim angkat besi Thailand dilarang berlomba selama satu tahun. Dengan adanya hukuman itu, Thailand tidak bisa mengikuti kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020. Itu bukan kasus doping pertama di Thailand. Pada 2011, ada skandal doping yang melibatkan lifter-lifter remaja pada salah satu klub angkat besi di sana.
Penyalahgunaan zat doping di kalangan atlet yunior Thailand menunjukkan indikasi sistem doping yang terorganisir. Untuk menindaklanjuti bukti yang dipaparkan oleh ARD, Komite Olimpiade Internasional (IOC) telah membentuk Komisi Disiplin. Selain itu, IWF juga berkoordinasi dengan Badan Anti Doping Dunia (WADA) dan Badan Pengujian Internasional, yang sekarang menangani prosedur anti doping IWF, untuk menetapkan penyelidikan lebih luas mengenai doping Thailand.
Dokumenter ARD tidak hanya membahas mengenai sistem doping sistematis di Thailand, tetapi juga dugaan malpraktek anggaran yang dilakukan oleh Ketua IWF Tamas Ajan dan manipulasi sampel doping. Ajan telah mengundurkan diri sementara dari jabatannya, seiring penyelidikan oleh tim independen selama 90 hari. Pelaksana tugas Ketua IWF dipegang oleh Ursula Papandrea, Ketua Federasi Angkat Besi Amerika Serikat, hingga April. Ajan mengundrukan diri setelah hampir 50 tahun mengabdi untuk IWF, yaitu 24 tahun sebagai sekretaris jenderal dan 20 tahun sebagai Ketua IWF.
Komitmen Eko Yuli
Sementara itu, tim angkat besi Indonesia pada Jumat (31/1) baru tiba di Rasht, Iran. Lifter Eko Yuli Irawan (kelas 61 kg), Deni (67 kg), dan Triyatno (73 kg) akan tampil pada kejuaraan Piala Fajr di Rasht, pada 1-5 Februari. Ajang ini termasuk kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020. Ini merupakan penampilan perdana tim “Merah Putih” pada musim ini. Begitu tiba di Rasht, Eko Yuli dan kawan-kawan langsung berlatih.
Eko mengatakan, kasus doping yang banyak terjadi tidak mempengaruhi persaingan kelasnya di 61 kg. “Kasus doping kebanyakan terjadi pada kelas berat, mulai dari kelas 73 kg. Bagi saya, lawan terberat tetap lifter-lifter China, dan beberapa dari Asia Tenggara, seperti Vietnam,” ujarnya.
Eko mengatakan, di Iran ia akan berusaha menunjukkan yang terbaik untuk mengamankan tiket Olimpiade Tokyo 2020. Dalam peringkat kualifikasi, per 31 Januari 2020, Eko berada di peringkat kedua di bawah lifter China Li Fabin. Peringkat tiga juga ditempati lifter China Qin Fulin. Dua lifter itu menjadi pesaing terberat Eko dalam perburuan medali emas di Tokyo 2020.