Pengurus cabang-cabang olahraga mendapat peringatan keras dengan adanya temuan potensi pelanggaran dalam laporan penggunaan anggaran pelatnas 2019. Ini bisa mengganggu pembinaan atlet, khususnya persiapan Olimpiade 2020.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Urusan administrasi masih menjadi masalah utama pengurus induk cabang olahraga Indonesia. Berdasarkan pemeriksaan acak Badan Pemeriksa Keuangan, ada sejumlah temuan potensi pelanggaran dalam laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran pelatnas 2019 cabang olahraga. Hal itu berpotensi menghambat pengucuran anggaran pelatnas 2020 dan berpotensi berdampak negatif terhadap pembinaan olahraga.
Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto dihubungi dari Jakarta, Minggu (26/1/2020), mengatakan, sekitar dua hingga tiga pekan lalu, BPK melakukan pemeriksaan secara acak terhadap tujuh LPJ anggaran 2019 cabang olahraga. Hasilnya, ada temuan pada semua LPJ itu. Bahkan, temuan pada dua LPJ di antaranya dinilai cukup fatal.
Temuan itu, antara lain penggunaan anggaran tidak sesuai peruntukan. Contohnya, anggaran try out atau trainning camp justru digunakan untuk keperluan lain. ”Kondisi itu sulit diterima oleh BPK karena tidak sesuai dengan kesepakatan (MoU) yang telah ditandatangani. Menjadi lebih fatal, perubahaan peruntukan itu tidak pernah dibicarakan kepada Kemenpora,” ujar Gatot.
Sebelumnya, Kepala Bidang Olahraga Internasional sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Deputi IV Peingkatan Prestasi Olahraga Nasional Kemenpora Yayan Rubaeni menerangkan, temuan itu bisa berakibat fatal kepada cabang. Sebab, BPK boleh jadi memberikan sanksi, yakni dari terendah berupa penundaan anggaran pelatnas, pengurangan besaran anggaran pelatnas, hingga terberat penghentian penyaluran anggaran itu.
”Kalau ini terjadi, yang terimbas pasti pembinaan atlet. Sebab, kalau tidak ada anggaran bantuan, pelatnas bersangkutan kemungkinan terganggu. Atlet yang tidak tahu apa-apa pasti menjadi korban. Padahal, latihan mereka tidak boleh putus,” kata Yayan.
Gatot menuturkan, pihaknya tidak lepas tangan dengan kondisi itu. Beberapa hari lalu, mereka sudah memfasilitas cabang-cabang yang ada untuk menghadap tim BPK di Kemenpora. Mereka diminta memberikan justifikasi ataupun alasan menggunakan anggaran pelatnas tidak sesuai dengan kesepakatan yang ada.
”Kami tidak mau mengorbankan pembinaan atlet. Untuk itu, kami tetap berupaya membantu cabang terhindar dari sanksi BPK. Jika pun tidak bisa diselamatkan, setidaknya mereka mendapatkan sanksi seminimal mungkin,” ujar Gatot.
Terlepas dari itu, Gatot menyampaikan, Kemenpora tidak mau disalahkan atas kondisi tersebut. Pasalnya, mereka sudah berulang kali menurunkan tim pendamping dan melakukan sosialisasi. Tujuannya, agar LPJ cabang tidak menjadi temua BPK. ”Kami juga sudah menyusun justifikasi mengenai kondisi tersebut. Selain menjadi tanggungjawab sebagai lembaga yang menaungi cabang, itu juga bentuk pembelaan Kemenpora, bahwa tidak ada pembiaran terhadap temuan itu,” ujarnya.
Wakil Ketua Umum Perbasasi (bisbol dan sofbol) Agus Leo Cahyono pernah mengutarakan, tidak mudah memang mengurus administrasi keuangan. Sebab, selama ini, pengurus cabang kompetensinya hanya fokus pada pembinaan atlet. Menjadi lebih berat, penggunaan anggaran ini menjadi tanggungjawab penuh pengurus cabang. ”Lebih baik, anggaran itu diurus oleh pemerintah tetapi ketika kami mengajukan untuk keperluan pembinaan bisa difasilitasi dengan mudah,” ujarnya.
Menunda MoU
Gatot melanjutkan, temuan BPK itu menjadi potret keseluruhan kualitas LPJ cabang. Atas dasar itu, mayoritas cabang berupaya untuk membenahi laporannya. Akibatnya, pengajuan proposal anggaran pelatnas 2020 tertunda.
Sejauh ini, baru 10 cabang yang telah mengajukan proposal anggaran pelatnas 2020, yakni PBSI (bulu tangkis), PASI (atletik), PABBSI (angkat besi), Pelti (tenis), Perpani (panahan), ISSI (balap sepeda), TI (taekwondo), Pertina (tinju), PBVSI (voli), dan Perserosi (sepatu roda). ”Hasil pemeriksaan acak BPK kemarin membuat cabang-cabang lain khawatir. Mereka pun coba untuk fokus membenahi LPJ agar tidak menjadi temuan,” tegas Gatot.
Untuk cabang yang sudah mengajukan proposal itu, tambah Gatot, Kemenpora sudah melakukan verifikasi terhadap berkas yang ada. Sekarang, Kemenpora sedang membereskan petunjuk teknis yang baru diundangkan oleh Kemenkumham dan akan disahkan oleh Menpora Zainudin Amali pada Senin (27/1/2020) ini.
Jika sudah ada juknis itu, proses pengajuan proposal bisa berlanjut ke tahap seleksi dan MoU. Kemenpora menargetkan sudah ada yang masuk tahapan MoU pada Kamis (30/1/2020). ”Namun, semua ini tergantung cabang juga. Beberapa cabang justru masih menunda proses selanjutnya karena ingin merevisi ataupun melengkapi lagi isi proposal,” ujar Gatot.
Pelatih kepala sprint PB PASI Eni Nuraini berharap proses MoU itu segera dilakukan. Itu mendesak untuk persiapan atlet menghadapi Olimpiade Tokyo 2020, terutama untuk sprinter andalan Lalu Muhammad Zohri.
”Karena belum ada anggaran (belum MoU) dan kondisi cuaca, Zohri akhirnya batal ikut sejumlah perlombaan di Australia (ada sekitar tiga perlombaan). Padahal, harusnya sejak Januari ini, Zohri sudah ikut perlombaan untuk mengasah mental sebelum ke Olimpiade 2020,” pungkas Eni.