Saatnya Memetik Hasil Pembinaan
Tahun ini, catur Indonesia mulai memetik hasil panen setelah pembinaan para atlet sejak 2013. Di tengah keterbatasan dana dan minimnya turnamen berkualitas, mereka mampu mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional.
April lalu, Indonesia mengukir sejarah setelah dua pecatur Indonesia, GM Susanto Megaranto dan WGM Medina Warda Aulia lolos ke Piala Dunia Catur. Tiket itu diperoleh setelah keduanya menjadi juara Catur Asia Timur Jauh.
Dua pecatur putri lainnya juga mencatat hasil apik pada Turnamen Catur GM dan WGM Japfa 2019 di Yogyakarta, pekan ini. WIM Chelsie Monica Sihite (elo rating 2.212) dan WFM Ummi Fisabilillah (2.201) masing-masing meraih norma kedua WGM dan WIM usai babak kesembilan kategori putri.
Chelsie mengumpulkan 6,5 poin dan Ummi memperoleh 6 poin. Mereka hanya butuh satu norma lagi dan memenuhi syarat rating minimal untuk mendapatkan gelar baru.
Indonesia juga punya IM Irene Kharisma Sukandar (2.378) yang telah mendapatkan satu norma GM. Meskipun gagal ke Piala Dunia Catur, tetapi ia mampu berbicara banyak pada turnamen Asian Continental Women’s Championships di Xingtai, China.
Selain kelima pecatur itu, Indonesia masih memiliki sederet pecatur muda berprestasi seperti IM Novendra Priasmoro (2.457), IM Yoseph Theolifus Taher (2.446), IM Sean Winshand (2.422), FM Azarya Jodi Setiaki (2.421), dan WIM Dewi AA Citra (2.205). Umur mereka masih dibawah 25 tahun.
Novendra dan Sean telah mendapatkan tiga norma GM. Mereka hanya butuh menaikkan rating hingga 2.500 untuk mendapatkan gelar GM.
Ketua Bidang Pembinaan Prestasi Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi) Kristianus Liem menceritakan, prestasi pecatur Indonesia tahun ini adalah buah perjuangan sejak 2013. ”Sekarang saatnya pecatur muda kita memetik hasil,” ujar Kristianus.
Ia menceritakan, Percasi menyiapkan pecatur muda Indonesia sejak 2013 akibat prestasi buruk pada SEA Games 2011. Saat itu, Indonesia hanya memperoleh satu emas yang disumbangkan Susanto.
Prestasi buruk itu akibat buruknya proses seleksi dan kualitas karakter pemain senior yang tidak mau berlatih serius. Melihat situasi itu, Percasi mulai mengevaluasi dan merubah pola seleksi. Pecatur muda yang berprestasi di daerah diambil untuk dibina. Mereka mengikuti pelatnas jangka panjang diasuh pelatih asing. Hasilnya, pada SEA Games 2013 di Myanmar, Indonesia meraih 5 medali emas.
Turnamen berkualitas
Dengan adanya pelatihan terpogram dan keikutsertaan pada pertandingan turnamen Internasional, mereka yakin mendulang prestasi lebih baik di SEA Games Filipina 2019. Susanto menuturkan, Indonesia memiliki pola pembinaan pecatur muda yang bagus sehingga muncul beberapa pemain yang berprestasi.
”Sekarang muncul pecatur muda dari Jawa Timur dan Jawa Tengah yang bagus. Tinggal dikembangkan melalui program turnamen yang rutin dan berkualitas,” ujar pecatur Indonesia dengan gelar GM termuda tersebut. Menurut Susanto, persoalan yang ada di Indonesia yakni masih sedikit turnamen yang berkualitas. Turnamen tersebut akan meningkatkan pengalaman bertanding para pecatur muda sehingga pengetahuan mereka akan bertambah.
Melalui turnamen yang berkualitas seperti turnamen Catur GM dan WGM Japfa, pecatur muda Indonesia mendapat lawan tanding berkualitas. Meskipun beberapa di antara mereka kalah, tetapi pengalaman yang luar bisa yang diperoleh membantu mereka belajar meningkatkan kemampuan.
Kristianus menyetujui, pertandingan yang bagus akan berpengaruh pada kualitas pecatur. Oleh karena itu, pecatur Indonesia yang disiapkan pada SEA Games 2019 mengikuti turnamen Catur GM dan WGM Japfa serta Festival Catur Biel di Swiss pada 21-28 Juli.
Percasi telah menyeleksi dan memilih 20 pecatur untuk tampil pada SEA Games 2019. Namun, Kementerian Pemuda dan Olahraga hanya menyetujui pelatnas untuk 10 pecatur. sehingga Percasi akan menyeleksi kembali pada 25-28 Juni. Hanya Susanto, Irene, dan Medina yang langsung lolos karena mereka telah teruji di tingkat internasional.
Dalam proses persiapan menuju SEA Games 2019, Kristianus mengeluhkan dana yang diberikan oleh Kemenpora untuk menunjang persiapan atlet. “Kami hanya akan diberikan dana Rp 2 miliar dari Rp 12 Miliar yang diajukan,” ujarnya.
Alasan dari minimnya dana tersebut karena cabang atlet catur masuk pada klaster keempat yang merupakan prioritas terendah. Kristianus mengungkapkan, catur tidak masuk prioritas utama karena tidak menyumbang medali emas pada SEA Games 2017 di Kuala Lumpur, Malaysia. Padahal pada tahun tersebut, olahraga catur tidak dipertandingkan. Atlet catur Indonesia mengikuti SEA Games terakhir pada tahun 2013. Namun, prestasi pada tahun tersebut tidak dijadikan pertimbangan karena dinilai terlalu lama.
Meskipun minim dana, Kristianus memuji karakter atlet catur muda Indonesia. Mereka tetap antusias untuk mengikuti seleksi dan turnamen yang ada. Sekarang saatnya pecatur muda mengharumkan nama Indonesia di ajang SEA Games 2019 di Filipina.