Sejumlah Klub Disebut Meminta Bantuan untuk Dimenangkan
Terdakwa Dwi Irianto alias Mbah Putih menyebutkan sejumlah klub dari beberapa kabupaten/kota pernah meminta tolong kepadanya untuk bisa dimenangkan dalam suatu pertandingan. Keterangan itu muncul dalam kesaksian Dwi Irianto dengan terdakwa Johar Lin Eng dan Nurul Safarid pada persidangan kasus dugaan mafia bola di Pengadilan Negeri Banjarnegara, Senin (27/5/2019).
Oleh
Wilibrordus Megandika Wicaksono
·3 menit baca
BANJARNEGARA, KOMPAS — Terdakwa Dwi Irianto alias Mbah Putih menyebutkan sejumlah klub dari beberapa kabupaten/kota pernah meminta tolong kepadanya untuk bisa dimenangkan dalam suatu pertandingan. Keterangan itu muncul dalam kesaksian Dwi Irianto dengan terdakwa Johar Lin Eng dan Nurul Safarid pada persidangan kasus dugaan mafia bola di Pengadilan Negeri Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin (27/5/2019).
”Ada beberapa klub yang minta tolong, ada salah satu dari Aceh, Magelang ada, Temanggung ada, dalam Liga 2 Yang Mulia. Ada dari Blitar, Blitar United, Temanggung, Cilacap, dan Kudus. Semuanya terdegradasi. Insidentil. Mojokerto pernah juga,” kata Dwi Irianto menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Rudito Surotomo.
Dwi Irianto menjabat sebagai anggota Komite Disiplin PSSI, Johar Lin Eng menjabat sebagai Ketua Umum Asprov PSSI Jateng sekaligus menjabat sebagai anggota Komite Eksekutif PSSI, sedangkan Nurul adalah wasit yang memimpin pertandingan Persibara Banjarnegara melawan Pasuruan dengan kemenangan Persibara, 3-0.
Banyak klub yang meminta tolong kepada Dwi Irianto kemungkinan karena dirinya memiliki banyak relasi di PSSI serta pengalamannya mengelola Perserikatan Sepak Bola Indonesia Mataram (PSIM).
”Mungkin melihat keberhasilan saya di PSIM, banyak manajer yang (minta bantuan). Mungkin seperti itu. Itu sifatnya insidentil, bukan seperti Banjarnegara yang punya target. Tapi, kenyataan hampir semua yang minta tolong itu secara teknis tidak mampu, akhirnya semuanya terdegradasi,” tuturnya.
Hakim membacakan berita acara pemeriksaan dan menyebutkan sejumlah uang yang dijanjikan dari klub-klub tersebut kepada Dwi Irianto mulai dari Rp 50 juta, Rp 75 juta, Rp 100 juta, sampai Rp 400 juta mulai tahun 2010.
”Karena terdegradasi, jadi tidak dapat. Belum (terima uang), baru dijanjikan saja, tapi uang transportasi dikasih Rp 5 juta,” kata Dwi Irianto.
Terkait dengan keterangan tersebut, Hakim menyampaikan bahwa jaksa penuntut umum bisa berkoordinasi dengan penyidik untuk mendalaminya. Sementara Jaksa Taufik Hidayat yang juga Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Banjarnegara mengatakan, keterangan itu perlu ditindaklanjuti oleh penyidik di kepolisian dan juga menunggu adanya laporan dari pihak atau klub yang dirugikan. ”Itu, kan, bagian dari fakta sidang, keterangan yang perlu didalami lagi oleh penyidik,” kata Taufik di luar persidangan.
Dalam persidangan, Hakim juga mengecek keterangan Dwi Irianto yang berbeda dengan berita acara pemeriksaan. Dalam BAP, lanjut Hakim, sebelum pertandingan Dwi Irianto menginstruksikan wasit untuk memenangkan Persibara.
Namun, Dwi Irianto memberikan keterangan yang lain. ”Untuk kata-kata menang tidak ada Yang Mulia. Tidak ada kata-kata harus menang, tapi jangan dirugikan. Itu yang saya sampaikan,” kata Dwi Irianto.
Kasus dugaan mafia bola ini juga melibatkan terdakwa Priyanto alias Mbah Pri sebagai anggota komite wasit; Anik Yuni Artika Sari alias Tika sebagai asisten pribadi Lasmi Indrayani, Manajer Persibara; serta Mansur Lestaluhu, staf Departemen Wasit PSSI.
Terdakwa Tika dan Priyanto didakwa bersama-sama melakukan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan, atau tindakan suap, atau tindak pidana pencucian uang dengan saksi pelapor atau korban Lasmi Indrayani. Lasmi mengeluarkan dana hingga Rp 1,2 miliar agar Persibara bisa menang dalam setiap pertandingan hingga bisa naik kasta dari Liga 3 ke Liga 2. Namun, ternyata Persibara gagal lolos ke Liga 2.