BANJARNEGARA, KOMPAS – Pemberian uang kepada wasit untuk memenangkan salah satu tim dalam suatu pertandingan disebut oleh terdakwa Priyanto yang juga anggota komite wasit, sudah membudaya dan berlangsung sejak sekitar 20 tahun lalu. Hal itu terungkap dalam sidang kasus dugaan mafia di Banjarnegara untuk terdakwa Nurul Safarid sebagai wasit pertandingan, Johar Lin Eng sebagai anggota Komite Eksekutif PSSI, serta Mansur Lestaluhu staf Departemen Wasit PSSI.
“Karena memang dari 20 tahun yang lalu sering (ada transfer) dan terbudaya,” kata Priyanto ketika menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Rudito Surotomo saat diperiksa sebagai saksi dalam sidang di Pengadilan Negeri Banjarnegara, Jawa Tengah, Kamis (23/5/2019).
Hakim Rudito bertanya kepada Priyanto mengapa Mansur yang berada di PSSI Pusat juga menjadi salah satu orang yang diberi aliran dana Rp 800 juta dari Manajer Persatuan Sepakbola Banjarnegara Lasmi Indrayani. “Jadi kejadian ini sebenarnya bukan kali ini saja ya. Penonton bola itu dibodohi karena mereka semua sudah di-setting dari wasit, sudah membudaya. Jadi saya malas lagi nonton bola,” tutur Rudito mengomentari pernyataan Priyanto yang juga pernah menjadi wasit selama 10 tahun.
Pemberian dana sekitar Rp 800 juta dari Persibara itu diduga untuk mengatur pertandingan agar Persibara menang dalam setiap pertandingan hingga bisa naik kasta dari liga 3 menuju liga 2. Uang itu diterima Priyanto dan kemudian didistribusikan selain kepada Mansur Rp 25 juta.
Uang itu juga diberikan kepada terdakwa lainnya seperti Johar yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asprov PSSI Jawa Tengah sebesar Rp 250 juta, Dwi Irianto alias Mbah Putih sebagai Komisi Disiplin PSSI Rp 50 juta, dan Nurul Rp 30 juta. Nurul memimpin pertandingan Persibara lawan Persikabpas Pasuruan yang dimenangi Persibara 3-0. Selain itu ada pula sejumlah wasit pertandingan yang menerima uang antara Rp 15 juta hingga Rp 30 juta.
“Boleh enggak sih bermain bola kayak gitu? Kenapa dilakukan? Kenapa coba? Saudara ini yang mengatur lho?” tanya Rudito sambil keheranan dan dijawab hal itu tidak sebetulnya tidak boleh dilakukan oleh Priyanto.
“Saudara tadi bilang itu tidak benar mengatur-atur pertandingan, tapi sudah membudaya. Saudara sudah melakukan kegiatan seperti ini?” tanya Rudito
“Dulu saya mantan wasit, Yang Mulia,” jawab Priyanto.
“Dulu ketika Saudara jadi wasit sudah pernah menerima uang seperti ini?”
“Iya,” jawab Priyanto.
“Sudah pernah. Jadi setahu Saudara sudah berapa tahun seperti ini?” tanya Rudito lagi.
“Sudah lama Yang Mulia,” jawab Priyanto
“Lama itu lebih dari 10 tahun?" kejar Rudito.
“Iya kurang lebihnya,” jawab Priyanto.
“Astaga. Sudah lama sekali ya. Jadi ketika posisi Anda sebagai wasit sudah menerima uang? Saudara sampai naik posisi bukan lagi yang menerima uang, tapi yang membagi uang?” tanya Rudito lagi.
Terkait jumlah uang yang didistribusikan Priyanto tersebut, Hakim berulang kali memastikan besaran angkanya karena keterangan yang diberikan Priyanto dalam persidangan berbeda dengan yang tertulis dalam berita acara pemeriksaan (BAP) dalam penyidikan polisi.
Dalam BAP, dana yang diterima Johar sebesar Rp 350 juta, Dwi Irianto Rp 60 juta, Nurul Rp 90 juta, Mansur Rp 50 juta. Menanggapi hal itu, Priyanto menjelaskan bahwa dirinya mengalami penurunan pendengaran pada telinga serta kelelahan saat diperiksa berjam-jam oleh polisi.
Mansur mengatakan, dirinya menerima uang Rp 30 juta dan Johar mengatakan bahwa dirinya menerima uang Rp 200 juta. Selain itu, lanjut Johar, dirinya juga sudah mengembalikan uang Rp 100 juta kepada Priyanto, tetapi hal itu kembali dibantah Priyanto.
Kasus dugaan mafia bola ini juga melibatkan terdakwa Dwi Irianto, Anik Yuni Artika Sari alias Tika sebagai asisten pribadi Lasmi Indrayani. Terdakwa Tika dan Priyanto didakwa bersama-sama melakukan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan, atau tindakan suap, atau tindak pidana pencucian uang dengan saksi pelapor atau korban Lasmi Indrayani.
Pendalaman kasus pengaturan pertandingan selain yang menyangkut Persibara, kata Hakim Rudito, akan digali pada pemeriksaan saksi sekaligus terdakwa Dwi Irianto pada Senin depan karena waktu sudah sore. “Keterangan saksi tentu saya pikir cukup menarik dan membutuhkan waktu yang agak sedikit banyak dan tidak bisa hari ini,” kata Rudito.