Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) bersepakat untuk mengatasi masalah kebencian dan radikalisme yang didasari agama, etnisitas, dan identitas kelompok. Perwakilan negara-negara itu juga berkomitmen mengatasi persoalan perundungan berbasis siber dan narkotika yang membahayakan generasi muda.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·2 menit baca
CHIANG MAI, KOMPAS — Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) bersepakat untuk mengatasi masalah kebencian dan radikalisme yang didasari agama, etnisitas, dan identitas kelompok. Perwakilan negara-negara itu juga berkomitmen mengatasi persoalan perundungan berbasis siber dan narkotika yang membahayakan generasi muda.
Ketua ASEAN SOMY (Senior Official Meeting on Youth) Asrorun Niam Sholeh mengatakan, masyarakat ASEAN memiliki komitmen mempromosikan budaya untuk mendorong moderasi. ”Masalah kebencian dan radikalisme menjadi keprihatinan kita semua sesama negara ASEAN. Ini menjadi perhatian bersama untuk diselesaikan,” kata Niam di sela-sela pertemuan Working Group on Culture of Prevention di Chiang Mai, Thailand, Senin (13/5/2019).
Di samping masalah radikalisme, masalah yang disoroti adalah perundungan berbasis siber (cyber bullying). Masalah ini dianggap membahayakan kohesi sosial. Selain itu, pertemuan tersebut membahas masalah narkotika dan zat adiktif yang membahayakan generasi muda.
”Salah satu solusi yang disepakati adalah mempromosikan nilai moderasi dan membangun literasi di berbagai bidang dan aspek kehidupan sosial kemasyarakatan serta mencegah merajalelanya hoaks, perundungan berbasis siber (cyber bullying), dan radikalisme,” ujar Deputi Kepemudaan Kementerian Pemuda dan Olahraga itu.
Di samping langkah pencegahan, forum ini menyampaikan perlunya mengambil langkah penindakan. Rapat ini juga menilai penting fokus kampanye mempromosikan literasi media untuk memerangi berita bohong.
Untuk membangun harmoni dan moderasi di kalangan kaum muda, Indonesia menyampaikan akan melaksanakan pertemuan pemuda antar-agama melalui ASEAN Interfaith Youth Camp. ”Kementerian Pemuda (dan Olahraga) siap memimpin kegiatan dialog pemuda antar-agama untuk meningkatkan kesepahaman dan meminimalkan kecurigaan serta ketegangan karena perbedaan agama yang akan dilaksanakan di Mataram Juni mendatang,” ujar Niam.
Pertemuan Working Group on Culture of Prevention ini dilaksanakan untuk kedua kali sebagai salah satu upaya mewujudkan masyarakat ASEAN yang damai, inklusif, tangguh, sehat, dan harmonis.
Dalam forum ASEAN Summit pada 2017 yang lalu, para pemimpin negara ASEAN mengadopsi ASEAN Declaration of the Culture of Prevention for a Peaceful, Inclusive, Resilient, Healthy, and Harmonious Society. Deklarasi ini menitikberatkan inisiatif pemegang kebijakan dan pendekatan partisipatif dalam upaya menjaga perdamaian dan stabilitas di ASEAN.
Hadir dalam pertemuan ini delegasi dari semua anggota ASEAN ditambah para ketua di lingkungan ASEAN, seperti SOMY, SOM-ED, SOMS, ACDM, ASOEN, COM, dan COCI. Delegasi dari Indonesia berasal dari Kementerian Luar Negeri yang dipimpin Direktur Kerja Sama Sosial Budaya ASEAN Riaz Saehu.
Dari Kementerian Pemuda dan Olahraga hadir Deputi Pengembangan Pemuda Asrorun Niam Sholeh sebagai Ketua ASEAN SOMY. Sementara dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hadir Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid sebagai Ketua ASEAN COCI (Committe on Culture and Information).