BUDAPEST, KOMPAS — Pil pahit akhirnya ditelan pecatur belia Kandidat Master (CM) Aditya Bagus Arfan (2.258) pada babak ketiga dan keempat kejuaraan First Saturday edisi Maret di Budapest, Hongaria, 2-10 Maret 2019. Kekalahan itu diderita setelah Aditnya tak terkalahkan dalam 20 laga selama menjalani tur Eropa 2019.
Pada First Saturday, 2-12 Februari, Aditya (13) menang delapan kali dan remis dua kali dari 10 babak. Dia keluar sebagai juara dengan tambahan 184,8 poin rating. Pada Third Saturday di Djenovici, Montenegro, 17-23 Februari, Aditya menyapu bersih kemenangan dari delapan babak, membawanya menjadi tuara dan mendapat 95,2 poin rating.
Saat itu, Aditya bertanding di kategori rating, kategori bagi pecatur yang sedang mengumpulkan poin rating. Baru pada First Saturday edisi Maret, Aditya naik kelas ke kategori internasional master (IM). Lawan yang dihadapinya pun cenderung seimbang, bahkan tak sedikit yang lebih baik darinya.
Aditya baru menelan kekalahan saat menghadapi pecatur Hongaria CM Aron Pasti (2.197) pada babak ketiga, Senin (5/3). Pasti bermain dengan pertahanan pasif dan tidak mengikuti teori permainan umum. Hal itu membuat Aditya kesulitan menerapkan taktik.
Pada pertengahan laga, Aditya kehilangan sepasang gajah sehingga menyulitkanya melakukan serangan diagonal ke sayap raja. Lalu, Aditya membuat kesalahan fatal dengan melakukan serangan balik tanpa mengamankan posisi raja dengan rokade. Kondisi itu dimanfaatkan Pasti untuk menjepit raja putih milik Aditya dari beberapa arah, memaksa Aditya menyerah pada langkah ke-26. Aditya kehilangan 23,2 poin pada laga itu.
Pada babak keempat, Selasa (6/3), Aditya dikalahkan pecatur Vietnam IM To Nhat Minh (2.347). Aditya yang memainkan buah catur hitam selalu dalam tekanan. Ia sempat mengadu sepasang gajah, namun hal itu membuang kesempatannya untuk unggul posisi dengan tidak memukul bidak pada kotak A2.
Minh memanfaatkan kecerobohan itu dengan memperkuat pertahanan dan terus menekan. Setelah bertarung enam jam dalam 73 langkah, Aditya akhirnya menyerah.
”Laga di kategori IM memang cukup berat bagi Aditya yang datang dari kategori di bawahnya. Wajar dia dua kali kalah. Ini pelajaran berharga baginya untuk meningkatkan kualitas. Jika mau terus belajar, Aditya akan mampu bersaing di masa depan,” ujar Eka Putra Wirya, anggota Dewan Pembina Pengurus Besar Persatuan Catur Seluruh Indonesia (PB Percasi) yang dihubungi dari Jakarta, Kamis (7/3/2019).
Jalan terjal
Kekalahan juga dialami pecatur harapan Indonesia IM Novendra Priasmoro (2.472) pada babak ketiga. Melawan pecatur asal Serbia GM Zlatko Illincic (2.412), Novendra melakukan kesalahan pada langkah ke-30 dengan memukul bidak pada C5. Langkah lemah Novendra itu justru membuka ruang bagi Illincic untuk bermanuver di sayap raja dan balik menekan. Novendra akhirnya menyerah pada langkah ke-79 karena terjepit dan tidak memiliki perwira untuk membalik keadaan.
Novendra kembali meraih kemenangan pada babak keempat melawan CM Nguyen Van Thanh dari Vietnam (2.358). Pada langkah ke-25, Novendra mulai mendominasi dengan memukul mundur kuda, menteri, dan para perwira lain. Setelah itu, Novendra memukul satu demi satu perwira dan bidak Van Thanh. Van Thanh menyerah pada langkah ke-54 karena rajanya terjepit.
Pada kejuaraan ini, Novendra diharapkan bisa meraih kemenangan sebanyak-banyaknya agar bisa menambah poin rating. Dia sudah meraih tiga norma grand master (GM) dan butuh tambahan 28 poin rating untuk mendapatkan gelar GM. Upaya menambah poin rating itu terbuka dalam turnamen First Saturday dan Third Saturday edisi Maret ini. Nyatanya, upaya itu tidak semulus yang dibayangkan.
”Untuk menambah 28 poin rating, Novendra bisa meraihnya dalam dua kejuaraan jika terus tampil baik. Jika tidak, ia baru bisa meraihnya dalam tiga atau lebih kejuaraan lagi. Dan, untuk mendapatkan tambahan 28 poin rating dalam dua kejuaraan itu tidak mudah. Sebab, lawan yang dihadapi cenderung seimbang, bahkan lebih baik,” kata Eka.
Manajer Catur United Tractors Inspiring Youth sekaligus Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PB Percasi Kristianus Liem menyampaikan, baik Aditya maupun Novendra sadar betul bahwa kekalahan adalah bagian dari proses menimba pengalaman. Sekarang, mereka berupaya belajar dari setiap kekalahan agar bisa lebih baik dan naik level berikutnya.