JAKARTA, KOMPAS — Tahun ini tim angkat besi Indonesia harus menjalani sejumlah kejuaraan beruntun menuju Olimpiade Tokyo 2020. Agar bisa tampil prima dalam setiap kejuaraan, pemulihan tubuh menjadi faktor penting bagi para lifter.
Turnamen beruntun itu mulai dari Piala EGAT di Chiang Mai, Thailand (7-10 Februari), hingga Piala Dunia IWF di Fuzhou, China, (22-27 Februari). Selanjutnya, Kejuaraan Dunia Yunior di Las Vegas, Amerika Serikat (8-15 Maret), dan Kejuaraan Asia (18-28 April) di Ningbo, China. Hingga Olimpiade Tokyo 2020, minimal enam kejuaraan yang harus diikuti Eko Yuli Irawan dan kawan-kawan.
Kondisi ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, saat tim ”Merah Putih” hanya mengikuti 2-3 kejuaraan per tahun. Musim lalu, hanya dua kejuaraan penting yang diikuti, yaitu Asian Games dan Kejuaraan Dunia.
Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PB PABBSI Alamsyah Wijaya di Jakarta, akhir pekan lalu mengatakan, berbagai siasat dilakukan agar lifter tampil prima.
”Mulai dari menjaga pola makan dan istirahat, sauna, pemijatan, serta terapi air panas dan dingin. Selama pemulihan tubuh dijalani dengan baik, lifter tidak bermasalah menjalani kejuaraan beruntun,” ujarnya.
Deni, lifter putra kelas 67 kilogram, mengatakan, untuk memastikan kondisi fisiknya prima, dia harus menjaga kualitas makan dan istirahat. Deni sengaja menghindari konsumsi karbohidrat berlebih, seperti nasi atau mi. Sebagai gantinya, dia makan lebih banyak sayuran dan daging sapi.
”Seminggu tiga kali saya makan steik 500 gram. Saya juga makan banyak sayur hijau seperti bayam,” katanya.
Selain itu, Deni minum suplemen tubuh. Sebelum latihan pagi, Deni minum suplemen yang berfungsi menambah protein. Protein dibutuhkan untuk meningkatkan massa otot. Menjelang latihan sore, Deni minum teh agar tubuhnya rileks. Setelah berlatih, dia minum suplemen untuk memulihkan peredaran darah.
Deni juga memperbaiki pola istirahat. Jika biasanya tidur pukul 00.00-06.00, kini dia membiasakan diri tidur sebelum pukul 22.00. Peraih tiga medali emas di Piala EGAT itu juga menyempatkan tidur siang dua jam agar tubuhnya prima saat menjalani latihan sore.
Setiap kali selesai latihan, Deni membiasakan diri untuk sauna. ”Kalau dulu saya jarang sauna karena tubuh saya di bawah berat badan kategori lomba. Sekarang saya harus sauna dua kali sehari, selama 15 menit, untuk menurunkan berat badan agar sesuai kategori lomba 67 kg,” ujarnya.
Sauna, menurut Deni, juga berfungsi melancarkan peredaran darah dan menghilangkan pegal-pegal. Deni merasa terbantu dengan program pemijatan tubuh dua kali sepekan dari PB PABBSI. Pemijatan itu berfungsi menghindari cedera.
Di Piala Dunia IWF di Fuzhou, akhir pekan ini, Deni bertekad memperbaiki jumlah angkatan untuk mendapat poin menuju Tokyo 2020. ”Medali bukan jaminan poin meningkat. Poin meningkat apabila jumlah angkatan bertambah,” katanya.
Lifter senior, Triyatno, juga menjadikan pemulihan tubuh sebagai faktor penting untuk menjalani kejuaraan beruntun. Ia tidak menjalani latihan berat seusai berlomba di Thailand. Triyatno lebih menekankan pada latihan teknik dan peningkatan kekuatan dasar. ”Repetisi angkatan dikurangi, jumlah angkatan juga dikurangi 10 kg-15 kg,” katanya.
Seperti Deni, Triyatno juga menjaga pola makan dan istirahat. Namun, dia menyayangkan makanan di pelatnas yang belum mendukung performa atlet. Makanan yang disediakan masih dibuat dengan cara digoreng atau mengandung santan. Sementara itu, apabila membeli makanan dari luar, Triyatno juga harus berhati-hati karena dia mempertimbangkan kebersihannya.
”Saya harus lebih jeli memilih makanan agar yang saya konsumsi sesuai kebutuhan,” katanya.
Di Piala Dunia IWF, Triyatno bertekad memperbaiki jumlah angkatan dari penampilan terakhirnya. Pada Piala EGAT, di Thailand, Triyatno meraih dua emas untuk angkatan total 322 kg dan snatch 142 kg serta perak untuk clean and jerk 180 kg. Jumlah angkatan itu lebih rendah dari hasilnya pada Kejuaraan Dunia 2018, dengan angkatan total 325 kg (snatch 145, clean and jerk 180 kg).