Spurs Korban Kebrutalan Kompetisi di Britania Raya
Oleh
·3 menit baca
LONDON, SENIN— Piala FA Inggris menegaskan reputasi menakutkannya sebagai ”kuburan” tim-tim raksasa yang tidak siap. Tottenham Hotspur tersingkir di babak 32 besar kompetisi itu setelah dibekap Crystal Palace, tim papan bawah Liga Inggris, Senin (28/1/2019) dini hari.
Spurs menjadi tim kedua di jajaran peringkat tiga besar Liga Inggris yang kandas dini pada Piala FA. Tim ”Lili Putih” menyusul Liverpool yang tersingkir lebih dulu pada babak 64 besar setelah dipermalukan Wolverhampton Wanderes, 1-2.
Bagi Spurs, kekalahan pada derbi London itu adalah kegagalan beruntun di kompetisi domestik dalam sepekan terakhir. Tiga hari sebelumnya, pada laga derbi London lainnya, mereka juga tersingkir dari Piala Liga Inggris setelah dibekap Chelsea melalui adu penalti.
Mimpi Spurs mengakhiri paceklik trofi pun kini kian pudar. Kali terakhir mereka mengangkat trofi adalah 11 tahun silam, yaitu Piala Liga. Padahal, tim Spurs saat ini dianggap memiliki kualitas emas, mulai dari Manajer Mauricio Pochettino dan barisan pemain, seperti Dele Alli, Harry Kane, Christian Eriksen, dan Son Heung-min.
Musim ini pendukung Spurs sebetulnya berharap tinggi pada tim itu menyusul bertahannya kuartet pemain berjuluk ”Fantastic Four”—tokoh pahlawan super rekaan Marvel—itu.
Bukan rahasia jika empat bintang muda itu jadi rebutan tim-tim kaya, seperti Real Madrid dan Paris Saint-Germain. Tidak hanya itu, Pochettino juga lama diincar klub terkaya dunia versi Forbes, Manchester United.
Lalu, apa yang salah di tim Spurs saat ini? Tim yang sangat konsisten di jajaran papan atas Liga Inggris empat musim terakhir ini bisa disebut korban dari brutalnya jadwal kompetisi Liga Inggris. Bayangkan, setiap klub papan atas di Britania Raya, seperti Liverpool dan Spurs, harus menjalani empat kompetisi sekaligus dalam semusim.
Padahal, klub-klub di negara lain, seperti Barca dan Juventus, hanya maksimal mengikuti tiga kompetisi semusim. Tak heran, Inggris jadi satu-satunya negara yang kompetisinya tidak diliburkan pada musim dingin.
”Laga kontra Watford (Liga Inggris, 31/1) bakal menjadi laga ke-17 mereka dalam dua bulan terakhir. Di negara lain, itu adalah total laga setengah musim kompetisi,” tulis ESPN menggambarkan ketatnya jadwal kompetisi di Inggris.
Para pemain Spurs ibarat dicekik lehernya dengan ketatnya jadwal tanding itu, yakni hingga tiga kali dalam sepekan. Tak heran, satu per satu pemain mereka, seperti Kane, Alli, dan Eriksen, tumbang akibat cedera atau kelelahan.
Kekuatan Spurs kian terlucuti menyusul absennya Son yang dipanggil tugas negara, Korea Selatan, tampil pada Piala Asia 2019.
Maka, tanpa Fantastic Four, Spurs bukanlah Spurs biasanya. Tak heran, mereka dengan mudah dipecundangi Palace, penghuni peringkat ke-14 Liga Inggris. ”(Kedalaman) skuad kami tidak cukup untuk memenangi kompetisi ini (Piala FA dan Piala Liga),” ujar Pochettino.
”Untuk bisa bersaing (di empat kompetisi), Anda harus punya 22 pemain hebat. Saat ini, hal itu tak mungkin terbeli, bahkan oleh City,” ujar Pep Guardiola, Manajer Manchester City, tahun lalu. (AFP/JON)