Kursi di MotoGP Pun Bisa Didapatkan dengan Uang…
Fenomena pebalap memberikan sejumlah uang kepada tim untuk mengikuti ajang balapan tertentu bukanlah sebuah hal baru di dunia balapan. Bukan hanya di ajang balapan Formula 1 (F1) beserta turunannya, F2 dan F3.
Anda mungkin mengira, mereka yang membalap di kelas Moto3, Moto2, dan MotoGP adalah benar-benar orang-orang terbaik di kelasnya dan ”naik kelas” karena prestasinya yang menjulang.
Akan tetapi jika diamati lebih dalam, akan ditemukan beberapa pebalap yang bisa bertahan lama di ajang MotoGP meski prestasinya jauh di belakang atau bisa menembus ajang Moto2 tanpa ”bekal” prestasi mentereng di kelas di bawahnya.
”Itu semua bisnis, semuanya tentang uang. Itulah masalah saat ini. Tetapi itulah yang terjadi,” ungkap Scott Redding, mantan pebalap MotoGP yang tergusur dari MotoGP setelah lima tahun berkiprah di kelas tertinggi itu, digantikan Andrea Iannone di tim Aprilia.
Kepada Motorsport.com menjelang akhir tahun 2018, Redding memaparkan, bahkan kalaupun tim-tim memiliki anggaran memadai, mereka tetap meminta para pebalap untuk membayar apa yang dibutuhkan.
”Mereka bisa melakukan itu, karena orang-orang akan membayar. Akan tetapi kemudian Anda tidak mendapatkan yang paling baik dari yang terbaik,” jelasnya.
Untuk bisa mengikuti balapan di ajang dunia yang sangat bergengsi, memang tidak mudah karena jumlah pebalap sangat banyak, sedangkan kursi yang tersedia sangat terbatas. Akibatnya, banyak pebalap yang rela membayar untuk bisa ikut balapan di Moto3, Moto2, bahkan MotoGP.
”Itulah sebabnya, saya tidak pergi ke Moto2. Saya tidak akan membalap dengan cuma-cuma karena ini adalah pekerjaan saya dan tentu saja saya tidak akan dibayar. Saya tidak mau membayar 200.000 euro, (sekitar Rp 3,25 miliar), 300.000 euro (sekitar Rp 4,88 miliar) untuk bisa mengendarai motor semusim atau dua musim. Itu gila, itu menggelikan. Tetapi ada yang setuju dengan itu dan melakukannya,” ujar pebalap asal Inggris itu.
Redding yang bergabung di paddock Grand Prix sejak mengikuti kelas 125 cc pada 2008, menjajaki kembali ke kelas Moto2 setelah kehilangan kursinya di tim Aprilia MotoGP seusai musim 2018.
Akan tetapi, mantan peringkat kedua kelas Moto2 musim 2013 itu mengurungkan niatnya karena banyaknya pebalap yang membayar di kelas itu, sedangkan Redding tercatat mendapatkan gaji 1,8 juta dollar AS (Rp 25,7 miliar) pada musim terakhirnya di Avintia.
Pebalap Inggris itu mengusulkan agar kelas MotoGP dibersihkan dari adanya pebalap yang membayar, serta gaji tertinggi para pebalap pun dibatasi. ”Ada banyak pebalap yang mendapatkan bayaran sangat baik dan memang sudah seharusnya. Seluruh pebalap seharusnya mendapatkan bayaran,” ujar Redding.
Membawa sponsor
Di kelas MotoGP, pebalap asal Ceko Karel Abraham mengakui bahwa dirinya membayar untuk bisa terus membalap di kelas tertinggi MotoGP itu. Abraham, yang sudah 7 musim bertahan di MotoGP dengan prestasi yang jauh dari memuaskan, mendapatkan dukungan dana dari ayahnya yang merupakan pemilik sirkuit Brno, dan juga pemilik perusahaan farmasi terkemuka di Ceko.
Pola-pola pebalap membayar kursi di sebuah tim MotoGP itu memang tidak langsung dengan memberikan uang tunai, tetapi umumnya dengan membawa sponsor untuk membiayai operasional tim yang akan memberikan kursinya itu. Dalam kasus Abraham, misalnya, ayah Abraham bahkan membentuk sebuah tim Moto2 sendiri, Cardion AB Racing, sehingga anaknya bisa ikut membalap.
Hal serupa diteruskan ketika Abraham naik di kelas MotoGP pada 2011. Abraham, yang akan bergabung di tim Reale Avintia Racing pada musim 2019 dan 2020, juga bisa masuk ke tim itu karena membawa dana yang tidak kecil.
”Banyak orang mengatakan hal-hal buruk tentang saya di internet, bahwa kami membayar untuk mendapatkan tempat. Sejujurnya, tentu kami harus membawa uang. Tetapi orang-orang lain pun akan membawa uang yang sama (untuk masuk ke sini),” ujar Abraham dikutip autosport.com, beberapa waktu lalu.
Hal senada juga dilakukan Tito Rabat, yang dikabarkan membawa sponsor dengan nilai 1 juta euro (Rp 16,2 miliar) untuk bergabung di tim Reale Avintia Racing. Hal serupa juga tampaknya dilakukan Xavier Simeon untuk mendapatkan kursi di tim Avintia bersama Rabat pada musim 2018.
Apakah kemudian pebalap seperti Abraham, Rabat, dan Simeon tidak mendapatkan gaji sebagai pebalap di MotoGP? Jawabannya mereka juga menerima gaji dari timnya.
Dilaporkan TSMsportz.com, Simeon mendapatkan gaji 250.000 euro pada tahun 2018, Rabat mendapatkan 400.000 euro, sedangkan Abraham mendapatkan 450.000 euro pada tahun yang sama.
Akan tetapi, gaji mereka itu jauh di bawah Alex Rins, misalnya, yang menerima 1,25 juta dollar dari Suzuki, Pol Espargaro yang menerima 1 juta dollar dari KTM, atau Valentino Rossi yang menerima 10 juta dollar pada tahun 2018 dari Yamaha.
Dunia balapan memang ibarat dua sisi dari sebuah koin uang, yaitu sisi olahraga dan sisi bisnis. Keduanya sulit dipisahkan sehingga fenomena pebalap membayar untuk bisa ikut balapan barangkali akan lebih sering ditemui lagi di kemudian hari.