Atletik Mencari Jalan ke Tokyo 2020
Olimpiade Tokyo 2020 menjadi target besar atlet-atlet atletik Indonesia. Untuk lolos ke ajang prestisius itu, sprinter Lalu Muhammad Zohri dan kawan-kawan harus bersaing dengan atlet-atlet elite dunia. Apalagi, sistem kualifikasi kini menggunakan peringkat dunia.
Asian Games 2018 menumbuhkan optimisme dunia olahraga Indonesia, termasuk di cabang atletik. Penampilan sprinter Lalu Muhammad Zohri, juga pelompat jauh Sapwaturrahman, pada Asian Games lalu memberikan efek kejut sekaligus harapan besar cabang atletik Tanah Air bisa lebih bersinar di level internasional.
Namun, pencapaian pada Asian Games itu baru permulaan bagi dunia atletik Indonesia untuk masuk level elite dunia. Jalan yang harus ditempuh masih sangat panjang.
Di tengah asa yang membara pasca-Asian Games, atlet-atlet atletik Indonesia langsung mendapat tantangan baru pada 2019, yaitu mengumpulkan poin untuk lolos ke Olimpiade Tokyo 2020.
Kualifikasi cabang atletik untuk Tokyo 2020 dibagi menjadi dua. Pertama, untuk nomor 10.000 meter, maraton, jalan cepat, kombinasi (saptalomba, dasalomba), dan estafet, bergulir pada 1 Januari 2019-29 Juni 2020. Sementara kualifikasi nomor lainnya berlangsung pada 1 Juli 2019 hingga 29 Juni 2020.
Pada rentang waktu itu, atlet-atlet atletik akan mengikuti berbagai kejuaraan tingkat Asia dan dunia yang berpoin tinggi untuk memperbaiki peringkat dunia. Poin kini sangat penting karena kualifikasi Tokyo 2020 menggunakan peringkat dunia. Ini berbeda dengan sistem kualifikasi sebelumnya yang menggunakan limit waktu dan jarak.
Perubahan itu menjadikan persaingan lolos ke Olimpiade semakin berat. Sebagai contoh, bagi sprinter seperti Zohri yang berlomba di nomor 100 meter putra, baru bisa lolos jika masuk peringkat 56 besar dunia.
Di Asian Games 2018, Zohri belum meraih medali di nomor 100 meter. Di final, Zohri finis di posisi ketujuh dengan catatan waktu 10,20 detik. Peraih emas Su Bingtian dari China mencatatkan waktu 9,92 detik. Menembus waktu di bawah 10 detik menjadi pekerjaan besar bagi sprinter berusia 18 tahun itu.
”Ya saya harus bisa masuk dalam 56 besar dunia. Peringkat itu bisa saya capai dengan mengikuti sejumlah Kejuaraan Asia dan Kejuaraan Dunia IAAF,” kata Zohri.
Zohri dalam beberapa kesempatan mengakui, dengan perubahan sistem limit menjadi sistem poin peringkat dunia semakin menyulitkan atlet untuk lolos ke Olimpiade. ”Kami akan langsung bertarung dengan mereka yang berada di peringkat dunia,” ujarnya.
Sejauh ini catatan waktu terbaik Zohri sudah 10,18 detik. Rekor itu dia cetak ketika menjadi atlet Asia pertama yang meraih medali emas pada Kejuaraan Dunia Atletik U-20 IAAF Yunior di Tampere, Finlandia, 2018.
”Sejauh ini memang masih dalam program persiapan. Namun, kalau dilakukan pengambilan waktu, saya optimistis Lalu sudah semakin tajam waktunya karena sejauh ini kami terus melakukan perbaikan terhadap teknik lepasnya dari start block,” ungkap Eni Nuraini Sumartoyo, pelatih kepala sprinter PB PASI.
”Sebenarnya Lalu sudah sadar akan kekurangannya, hanya memang kerap ketika akan lepas dari start block dirinya masih belum bisa fokus benar. Seperti tidak perlu melihat ke lawan-lawannya, baik di sebelah kiri maupun kanannya.
Atau kondisi tubuhnya yang terlalu bungkuk ke depan saat mempersiapkan diri untuk lepas dari start block yang kemudian membuat tubuhnya semakin rendah saat membungkuk,” ujar Eni.
Tantangan berat itu juga dihadapi pelompat jauh Sapwaturrahman yang harus masuk peringkat ke-32 besar dunia untuk tampil di Tokyo 2020. Pada Asian Games 2018, dia meraih perunggu dengan lompatan sejauh 8,09 meter.
Namun, untuk lolos ke Tokyo, dia perlu lebih baik lagi. Sebagai gambaran, pada Asian Games, Sapwaturrahman masih terpaut jauh dari peraih emas Wang Jianan asal China yang lompatannya sejauh 8,24 meter.
”Jalan untuk meraih peringkat dunia semakin sulit. Atlet kita sudah tidak bisa hanya mengikuti kejuaraan-kejuaraan terbuka saja, seperti sebelum Asian Games,” ujar Eni.
Pengumpulan poin
Untuk memfokuskan persiapan juga anggaran, PB PASI sudah memutuskan tiga nomor untuk lolos ke Olimpiade Tokyo 2020. Ketiga nomor itu adalah lari 100 meter putra, lompat jauh putra, dan juga estafet 4 x 100 meter putra.
Untuk estafet 4 x 100 meter ada total 16 tim untuk Tokyo 2020, delapan tim diambil dari Kejuaraan Dunia Atletik 2019 dan delapan sisanya diambil dari peringkat dunia.
Zohri dipersiapkan untuk lari 100 meter dan estafet 4 x 100 meter. Di nomor estafet ada juga Eko Rimbawan dan Bayu Kertanegara. Sementara Muhammad Fadlin mengundurkan diri setelah Asian Games.
Kuartet itu meraih perak Asian Games 2018 dengan catatan 38,77 detik. Dengan mundurnya Fadlin, PB PASI sudah menarik dua sprinter muda asal Jawa Timur. Joko Kuncoro Adi dan Moch Bisma.
”Maka, mulai tahun 2019 nanti, mereka sudah harus turun pada kejuaraan yang bisa mendongkrak poin sekaligus peringkat mereka di dunia,” ujar Eni.
Target kejuaraan yang akan diikuti atlet-atlet atletik Indonesia pada 2019 antara lain Kejuaraan Atletik Asia di Doha, Kejuaraan Dunia Atletik IAAF 2019 atau Kejuaraan Dunia Estafet IAAF di Yokohama, Jepang.
”Saya memang sudah memprogramkan diri saya untuk bisa bertarung pada Kejuaraan Dunia Atletik IAAF Senior yang berlangsung di Doha. Tentu lawannya akan jauh lebih berat lagi dengan yang sudah saya hadapi di Asian Games lalu,” ujar Zohri.
Selain itu, tambah Eni, PB PASI juga akan segera melakukan pendekatan agar atlet Indonesia bisa ikut berlomba di beberapa seri Liga Berlian IAAF 2019. Pada tahun depan, ada dua seri Liga Berlian IAAF yang digelar di Asia, yaitu di Doha, Qatar, yang, menurut rencana, bakal digelar pada 3 Mei dan di Shanghai, China, pada 18 Mei.
”Untuk bisa mengikuti seri Liga Berlian sangat sulit karena salah satu persyaratannya memiliki peringkat dunia tertentu di nomornya. Atau bisa juga melalui undangan tuan rumah,” ujar Eni.
Itu sebabnya, tambah Eni, PB PASI tengah berusaha agar atlet Indonesia yang dipersiapkan untuk lolos ke Olimpiade 2020 juga bisa mendapat undangan agar dapat berlomba di seri Liga Berlian 2019. ”Ya, sedikitnya Liga Berlian IAAF yang digelar di daratan Asia,” ujar Eni.