Perkuat Atlet Pelapis melalui Pembinaan Berjenjang
Oleh
E13
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Kesuksesan tim taekwondo Indonesia meraih medali emas nomor poomsae perorangan putri pada Asian Games 2018 menjadi momentum untuk terus meningkatkan prestasi di level internasional. Pengurus Besar Taekwondo Indonesia pun fokus pada pembinaan berjenjang melalui pelibatan atlet muda potensial di pemusatan latihan nasional demi menyiapkan tim pelapis yang kompetitif.
"Penyiapan jangka panjang melalui kejuaraan berjenjang merupakan keharusan untuk mencapai prestasi tertinggi," kata Ketua Umum PBTI Marciano Norman, saat membuka Kejuaraan Nasional Taekwondo Yunior, di GOR POPKI, Jakarta Timur, Jumat (14/12/2018).
Marciano menambahkan, dalam kejuaraan ini tim pemandu bakat PBTI akan menyaring atlet-atlet muda potensial untuk dilibatkan dalam pelatnas menuju SEA Games 2019 di Filipina. Pelibatan atlet yunior juga bertujuan memperketat persaingan di pelatnas menggunakan sistem promosi dan degradasi.
"Atlet-atlet yunior kalau berlatih dengan atlet senior itu meningkatnya cepat. Harapan kita, sistem ini bisa menghasilkan atlet pelapis yang kuat," kata Manajer tim nasional taekwondo Indonesia Rahmi Kurnia.
Menurut Rahmi, salah satu negara di Asia Tenggara yang selama ini menjadi saingan berat Indonesia pada cabang taekwondo adalah Thailand. Negara itu terbukti kompetitif melalui pembinaan atlet berjenjang.
"Mereka punya tim pelapis yang sangat kuat. Jadi ada atlet yang dipersiapkan khusus untuk SEA Games, Asian Games, dan Olimpiade. Ini yang akan kami terapkan," kata Rahmi.
Poin Olimpiade
Rahmi menambahkan, untuk menjaga asa meraih tiket ke Olimpiade Tokyo 2020, PBTI mempersiapkan atlet-atlet pelatnas dari nomor kyorugi untuk mengikuti turnamen terbuka di beberapa negara pada 2019. Untuk bisa tampil di Tokyo 2020, atlet taekwondo harus mengumpulkan minimal 200 poin. Pengumpulan poin berlangsung hingga Juni 2020.
"Ada beberapa atlet pelatnas yang performanya masih bagus, itu yang akan kita persiapkan ke sana (Olimpiade)," kata Rahmi.
Adapun atlet yang performanya menurun atau stagnan akan digantikan dengan atlet muda. Salah satu wadah untuk menyaring atlet muda, yaitu melalui Kejuraan Nasional Taekwondo Yunior 2018, yang sedang berlangsung dari 14 hingga 16 Desember.
Kejuaraan ini melibatkan 430 atlet berusia di bawah 17 tahun dari 33 pengurus provinsi PBTI. Adapun nomor yang dilombakan, yaitu kyorugi (tarung) dan poomsae (peragaan jurus). Nomor kyorugi mempertandingkan 10 kelas putra dan putri. Sedangkan nomor poomsae mempertandingkan lima kelas, yaitu perorangan putra dan putri, tim putra dan putri, dan satu kelas campuran.
Salah satu kontingen yang berhasil meraih emas di hari pertama kejuaraan ini, yaitu kontingen Jawa Barat melalui atletnya Dhea F Anggraeni di nomor kyorugi 52 kilogram putri. Di final, Dhea mengatasi perlawanan Ingrid Maria dari Sumatera Utara.
Hasil serupa juga diraih atlet Jabar, Daffa Haditama yang medali emas di nomor kyorugi 72 kilogram putra. Di final Daffa menaklukkan perlawanan atlet Jawa Timur dengan skor 17-12. Daffa seusai pengalungan medali, mengatakan, kejuaraan ini bertujuan untuk terus mengasah mentalnya sebelum turun ke Pekan Olahraga Nasional Papua 2020.
"Masih akan terus latihan dan perbanyak bertanding. Sudah banyak dapat emas di banyak kejuaraan, tetapi masih sering gugup," ujar Daffa yang kini berusia 17 tahun itu. (Stefanus Ato)