JAKARTA, KOMPAS — Tahun 2019 menjadi tahun penting bagi atlet bulu tangkis Indonesia. Dengan dimulainya pengumpulan poin untuk Olimpiade Tokyo 2020, Indonesia menargetkan kuota maksimal pada setiap nomor.
Sesuai peraturan Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF), setiap negara berhak mengirimkan maksimal dua wakil tiap nomor dengan syarat tertentu. Pada nomor tunggal, kuota maksimal bisa diperoleh jika sebuah negara menempatkan minimal dua wakil pada 16 besar dunia. Adapun dua wakil nomor ganda harus menempati delapan besar. Jika tak memenuhi syarat itu, hanya satu wakil tiap nomor yang bisa ikut.
BWF menggunakan peringkat dunia 30 April 2020 untuk menentukan kuota setiap negara. Adapun periode kualifikasi pengumpulan poin berlangsung pada 29 April 2019-26 April 2020.
Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PP PBSI Susy Susanti mengatakan, PBSI menargetkan memperoleh kuota penuh untuk Tokyo 2020. Di Rio de Janeiro 2016, hanya ganda campuran yang meloloskan dua wakil dengan hasil satu medali emas dari Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir.
Untuk itu, babak kualifikasi Tokyo 2020 akan menjadi fokus utama program PBSI untuk 2019. ”Saya minta setiap nomor memberi enam wakil untuk menjadi prioritas dalam kualifikasi Olimpiade. Kami akan lihat penampilan mereka sejak awal tahun. Jumlah mereka akan mengerucut berdasarkan hasil turnamen,” kata Susy di pelatnas bulu tangkis Jakarta, Kamis (28/11/2018).
Susy mengatakan, atlet untuk Olimpiade harus disiapkan sejak awal agar kepastian mendapat kuota bisa dipastikan jauh sebelum tenggat. Berkaca dari Rio 2016, ganda putra Angga Pratama/Ricky Karanda Suwardi tampil dalam empat turnamen empat pekan beruntun jelang batas akhir pengumpulan poin, tetapi akhirnya tidak lolos.
Pelatih ganda putra Herry Iman Pierngadi menjelaskan perlunya menyiapkan lebih dari dua pasangan untuk kualifikasi Olimpiade. Setiap pasangan bisa ”saling bantu” menjegal lawan.
”Berdasarkan daftar peringkat saat ini, dua pasangan teratas Indonesia adalah Kevin/Marcus dan Fajar/Rian. Pasangan lain bisa membantu mereka menjegal lawan dalam turnamen. Tetapi, tidak tertutup kemungkinan pasangan lain terpilih jika penampilan mereka bagus,” kata Herry.
Selain Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon dan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, pelatnas utama juga memiliki Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan, Berry Angriawan/Hardianto, Wahyu Nayaka/Ade Santoso, dan Angga Pratama/Rian Agung Saputro.
Tanpa kejuaraan beregu
Mulai 2019 hingga 2025, penggemar bulu tangkis Indonesia tak akan menyaksikan kejuaraan BWF kategori utama di negeri sendiri. Indonesia tak mengajukan diri menjadi penyelenggara karena peraturan BWF dinilai merugikan tuan rumah.
Kejuaraan yang tergolong ajang mayor itu adalah kejuaraan dunia, kejuaraan dunia yunior (beregu campuran dan perseorangan), kejuaraan dunia senior (kategori 35-70 tahun ke atas), kejuaraan beregu putra-putri Piala Thomas dan Uber, serta beregu campuran Piala Sudirman.
Ketua Sub-Bidang Hubungan Luar Negeri PP PBSI Bambang Roediyanto (Rudy) mengatakan, penyelenggara dirugikan karena BWF memiliki aturan pembagian komersial 80:20 persen. Dengan peraturan tersebut, BWF berhak mengendalikan 80 persen sponsorship, sedangkan tuan rumah hanya mendapat 20 persen.
”Tuan rumah dirugikan karena hanya boleh mengelola 20 persen sponsor. Misalnya, jika ada 30 A-board di lapangan, 80 persennya adalah sponsor dari BWF, sedangkan tuan rumah hanya 20 persennya. Padahal, banyak biaya yang harus ditanggung penyelenggara,” kata Rudy.
Rudy mencontohkan kerugian Indonesia menjadi tuan rumah Kejuaraan Dunia 2015 di Jakarta. Tanpa menjelaskan biaya penyelenggaraan, Rudy menyebut tuan rumah rugi hampir Rp 10 miliar.
Sekretaris Jenderal PP PBSI Achmad Budiharto, dalam laman resmi PBSI, berharap BWF mengubah konsep pembagian komersial menjadi 60:40, dengan 60 persen untuk penyelenggara.
Selain Indonesia, Malaysia juga tak mengajukan diri menjadi tuan rumah kegiatan mayor dengan alasan yang sama. China, menurut Rudy, sempat memiliki rencana yang sama, tetapi kembali mengajukan diri sebelum BWF mengumumkan tuan rumah kejuaraan-kejuaraan besar 2021-2025 pada Kamis sore di Malaysia.
”Biasanya, negara-negara yang mengajukan diri menjadi tuan rumah adalah negara yang mendapat dukungan dana dari pemerintah masing-masing,” kata Rudy.
Dengan demikian, selama peraturan tersebut belum berubah, Indonesia hanya akan menjadi tuan rumah turnamen BWF World Tour di tiga level, yaitu Indonesia Terbuka Super 1000, Indonesia Masters Super 500, dan Indonesia International Championships Super 100.
Tuan rumah ajang mayor
Piala Sudirman2021: China, 2023: New Delhi (India), 2025: China
Piala Thomas Uber2020: Aarhus (Denmark), 2022: Bangkok (Thailand), 2024: China
Kejuaraan Dunia2021: Spanyol, 2023: Kopenhagen (Denmark), 2025: Paris (Perancis)
Kejuaraan Dunia Yunior2019: Kazan (Rusia), 2020: Auckland (Selandia Baru), 2021: China, 2022: Spanyol, 2023: Honolulu, Hawaii (AS)
Kejuaraan Dunia Senior2021: Spanyol, 2023: Seoul (Korea Selatan), 2025: Auckland (Selandia Baru)