JAKARTA, KOMPAS – Proses hibah alat yang digunakan pada Asian Games dan Asian Para Games 2018 berjalan lambat. Kurang dua pekan menjelang berakhirnya masa sewa gudang penyimpanan alat, baru dua cabang olahraga yang menyelesaikan proses hibah.
Cabang olahraga itu adalah angkat besi dan sambo. Keduanya tinggal menandatangani berita acara inventarisasi. Setelah itu, mereka bisa mulai memindahkan alat dari gudang penyimpanan.
Sementara itu, 25 cabang lainnya yang telah mengirim surat permohonan hibah masih terkendala. Sebanyak 17 cabang belum memiliki berita acara inventarisasi. Delapan cabang lainnya sudah memiliki berita acara tetapi bermasalah karena terjadi selisih jumlah alat yang diiventarisasi dengan yang ada dalam kontrak.
Oleh karena itu, Kementerian Pemuda dan Olahraga diharapkan mempercepat dan memperbaiki koordinasi dengan pengurus cabang. Gudang penyewaan alat di kawasan Kelapa Gading akan habis habis masa sewanya pada 30 November 2018. Setelah itu, sekitar 15.000 unit peralatan senilai sekitar Rp 237 miliar ini akan terbengkalai.
Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto mengatakan, lamanya penyelesaian proses hibah terjadi karena cabang tidak mengerti jika terjadi selisih jumlah alat. “Kemarin saat rapat terakhir baru terungkap, mereka tidak tahu harus apa kalau ada selisih,” katanya saat dihubungi Sabtu (17/11/2018).
Padahal, cabang hanya perlu menjelaskan melalui surat pernyataan kalau ada selisih jumlah alat. Misalnya, alat itu tidak ada karena rusak atau terbawa oleh atlet yang bertanding.
Meski baru dua cabang yang menyelesaikan proses hibah, Gatot tidak khawatir penyelesaian seluruh cabang akan melampaui batas sewa gudang. “Kan solusinya sudah ada masalah selisih. Setelah itu tinggal menyelesaikan berita acara dan memproses pemindahan alat. Kami yakin tuntas,” tambahnya.
Menurut Gatot, keyakinan itu berasal dari pengurus cabang yang sangat kooperatif. Terbukti terjadi lonjakan sangat cepat dari jumlah surat permohonan hibah. Pada 8 November, baru 8 cabang yang mengajukan surat, sepekan kemudian sudah 27 cabang.
Sejauh ini masih ada beberapa cabang yang belum mengajukan surat permohonan hibah. Kemenpora mengingatkan pengurus cabang untuk segera menyerahkan surat tersebut. Jika hingga 30 November tidak menyerahkan, cabang dianggap tidak menginginkan alat bekas ajang multicabang itu. Alat akan diserahkan ke Pusat Pendidikan Latihan Pelajar (PPLP).
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Kurash Indonesia (PB KI) Lukman Husain berharap Kemenpora bisa memproses persetujuan hibah peralatan kurash yang sempat bermasalah dalam selisih jumlah alat. Menurut dia, persoalan selisih itu hanya kesalahan komunikasi saja.
Selisih jumlah alat terjadi antara lain karena nomor belakang atlet yang hilang. “Karena nomor belakang kan melekat di baju peserta. Kemungkinan sudah dibawa ke negara masing-masing. Kami bisa pertanggungjawabkan itu kalau diminta,” kata Lukman.
Hal senada terjadi pada cabang triatlon. Mereka mengalami selisih jumlah alat yang ada di Palembang. Humas Pengurus Pusat Federasi Triathlon Indonesia (PP FTI) Sita de Sanova mengatakan, selisih itu terjadi karena barang sewa dan barang habis pakai dimasukkan juga ke dalam kontrak.
“Setelah dicermati, ternyata ditemukan juga barang yang disewa di Palembang. Ada juga barang habis pakai seperti selotip. Itu masuk dalam kontrak. Padahal kalau sewa dan habis pakai tidak dihibahkan pada kami,” tutur Sita.
Adapun cabang sedikit kesulitan mengejar ritme kerja dari Kemenpora. Mereka harus menyiapkan permohonan secara administrasi dan memindahkan alat dalam waktu dekat. Mayoritas cabang kesulitan mencari gudang untuk penyimpanan alat.
Di sisi lain, Kemenpora telah menemukan solusi terkait permintaan hibah alat dari Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) DKI Jakarta. Sejumlah alat akan diberikan kepada PPLP yang berpusat di Ragunan. Adapun Dispora DKI Jakarta juga bertujuan menempatkan alat di Ragunan untuk meningkatkan kualitas berlatih atlet daerah.