JAKARTA, KOMPAS--Dukungan sponsor dari Badan Usaha Milik Negara dan swasta turut menopang kesuksesan Asian Para Games. Dukungan dari 54 perusahaan itu kembali dinanti untuk menjadi bapak angkat, membantu peningkatan prestasi dari olahraga disabilitas.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Panitia Pelaksana Asian Para Games Indonesia (Inapgoc) Raja Sapta Oktohari dalam malam penghargaan sponsor Indonesia 2018 pada Selasa (30/10/2018), di Hotel Fairmont, Jakarta. Sumbangsih sponsor yang mencapai Rp 200 miliar menjadi salah satu kunci kesuksesan ajang olahraga disabilitas itu.
”Terima kasih sponsor yang turut menyukseskan Asian Para Games. Karena dukungan sponsor, kegiatan ini menjadi para games terbaik di dunia,” kata Okto.
Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Gatot S. Dewa Broto yang hadir menilai sponsor sangat membantu efektivitas anggaran pemerintah. Karena, pada saat bersamaan Indonesia harus menyelenggarakan Asian Games.
Gatot berharap kemitraan dengan para sponsor berlanjut. Ia mengajak para sponsor untuk terlibat dalam pengembangan olahraga disabilitas dengan menjadi bapak angkat.
Bantuan dari sponsor akan sangat penting karena minimnya anggaran pembinaan atlet pada 2019. Anggaran untuk pemusatan latihan nasional SEA Games dan ASEAN Para Games 2019 hanya Rp 500 miliar. Jumlah itu berkurang dari tahun lalu, Rp 735 miliar.
Bantuan tidak hanya untuk menjalankan pelatnas. Kemenpora juga membutuhkan sokongan untuk menghidupi Komite Paralimpiade Nasional (NPC). Kemenpora harus bertanggung jawab mendanai NPC yang telah dilarang memotong bonus atlet. Sebelumnya, NPC berjalan dengan dana potongan 30 persen bonus atlet.
”Semoga dengan momentum Asian Games dan Asian Para Games, yang mengundang kesadaran dan kepercayaan, bisa kembali menarik perusahaan untuk menjadi bapak angkat,” tutur Gatot.
Program bapak angkat pernah dijalankan pada 2011, saat Indonesia menjadi tuan rumah SEA Games. Awalnya program berjalan lancar. Namun pada 2014, kesalahpahaman antara perusahaan, cabang olahraga, dan Komite Olahraga Nasional Indonesia, membuat kepercayaan bapak angkat hilang. Akhirnya, satu per satu perusahaan BUMN menarik diri.
Jika perusahaan tertarik menjadi bapak angkat, Kemenpora yang memiliki supervisi pendanaan akan mempermudah mekanisme menjadi bapak angkat. ”Akan dibuatkan MoU langsung antara perusahaan dengan cabang olahraga, seperti yang pernah kami lakukan di catur,” lanjut Gatot.
Asian Para Games membawa kepercayaan diri pada pembangunan industri olahraga. Pada 6-13 Oktober 2018 itu, arena pertandingan di Gelora Bung Karno selalu ramai dikunjungi penonton. Padahal, sebelumnya olahraga disabilitas masih belum populer. Prestasi atlet di Asian Para Games juga menambah nilai jual setelah berhasil menembus lima besar dengan raihan 37 emas, 47 perak, 51 perunggu. Hasil ini lebih baik daripada 9 emas, 11 perak, dan 18 perunggu dan menempati posisi ke-9 di Incheon 2014.
Direktur Utama PT Martina Bertho Grup Martha Tilaar, Bryan Tilaar, mengatakan, tidak menutup kemungkinan pihaknya melanjutkan kemitraan. Menurut dia, prospek di industri olahraga terlihat menjanjikan setelah Asian Games dan Asian Para Games.
“Kami mendukung karena ini adalah bentuk pemberdayaan wanita dalam dunia olahraga dengan membawa semangat nasionalisme kebangsaan. Ke depan peluang untuk mensponsori selalu terbuka, tetapi memang harus diakui kita baru mencoba masuk ke ajang olahraga,” kata Bryan.
Sementara itu, Direktur Utama PT Transjakarta Agung Wicaksono mengatakan, kemitraan dengan Asian Para Games dilakukan untuk mendukung penyelenggaraan di DKI Jakarta. Namun, mereka akan melakukan evaluasi untuk bisa ikut berkontribusi terhadap olahraga disabilitas. (E20/KEL)
“Kami evaluasi lagi nanti. Intinya kami selalu mendukung kesetaraaan disabilitas dengan menyediakan kendaraaan yang ramah disabilitas,” tuturnya. (Aguido Adri)