MATARAM, KOMPAS - Provinsi Nusa Tenggara Barat menjadi tuan rumah penyelanggaraan Pekan Olahraga Pelajar Wilayah (Popwil) IV tahun ini. Popwil yang diikuti Provinsi Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Kalimantan Timur, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur ini berlangsung 23-28 Oktober di Mataram, Lombok.
Deputi Pembibitan dan Iptek Olahraga Kemenpora, Drs Washinton, pada acara pembukaan, Selasa (23/10/2018), mengatakan, hari yang sama di lima lokasi lain berlangsung kegiatan popwil di Indonesia. Penunjukan NTB sebagai tuan rumah Popwil IV 2018 dalam waktu relatif singkat, setelah Kaltim tidak bersedia menggelar kegiatan itu.
Namun penunjukan yang relatif singkat tidak mengurangi misi popwil, di antaranya sebagai ajang seleksi menuju pesta Olahraga Pelajar Nasional (Popnas) XV pada 2019 di Papua.
“Lewat popwil ini misi untuk melakukan penjenjangan atlet menuju atlet nasional pada usia transisi, 17 tahun, dapat berjalan dengan baik,” ujar Washinton.
Ketua Badan Pembina Olahraga Pelajar Seluruh Indonesia (Bapopsi) NTB Anang Iskandar mengutarakan, ada 860 peserta dalam Popwil IV 2018 di NTB mencapai 860 peserta yang mengikuti cabang olahraga seperti bola voli, pencak silat, basket, sepak takraw, sepak bola, tenis meja dan tenis lapangan.
Sekretaris Daerah NTB, Rosiyadi, mengatakan, atletik menjadi cabor unggulan NTB tidak dipertandingkan dalam popwil kali ini. Namun atlet atlet NTB diharapkan meraih prestasi terbaik cabang olahraga andalan: sepak takraw, bola voli dan pencak silat.
“Yang pasti, popwil ini adalah ajang pembinaan untuk mencari calon-calon atlet pengganti atlet senior. Jadi harus dibuat serius dan dilaksanakan secara reguler agar pembinaan atlet di daerah tidak terputus,” tutur Rosiady.
Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) NTB, Husnanidiaty Nurdin, menghajatkan ajang Popwil di NTB sebagai trauma healing bagi masyarakat dan atlet NTB pascagempa Lombok. Dengan keterbatasan yang dialami NTB pascagempa, berimbas pada persiapan atlet NTB yang berjalan lima hari.
“Anak-anak kami kawal, karena kondisi psikis akibat gempa masih berpengaruh seperti mereka malas latihan,” tutur Husnanidiaty.
Dengan adanya event olah raga di NTB, masyarakat bisa menonton langsung seluruh pertandingan dan melupakan beban psikologis akibat gempa. Bagi para atlet juga terlecut untuk mengubah suasana traumatis menjadi semangat untuk meraih prestasi terbaik.
"Terlebih lagi dari hasil tes pengukuran kebugaran saat Training Center, atlet NTB siap bertanding dan memberikan prestasi membanggakan bagi daerahnya," ujar Husnanidiaty.