Tantangan Aturan Baru Estafet
Pelatih dan atlet Indonesia mendapat tantangan baru di Asian Para Games 2018, salah satunya peraturan baru cabang atletik di nomor estafet 4 x 100 meter.
SOLO, KOMPAS Tim atletik Paralimpiade Indonesia mencoba peruntungan pada nomor estafet 4 x 100 meter. Sistem baru yang mengharuskan komposisi tim terdiri dari dua atlet putra dan dua putri dengan campuran klasifikasi keterbatasan tubuh membuat pelatih harus jeli dalam menentukan atlet yang akan diturunkan pada Asian Para Games Jakarta 2018, 6-13 Oktober.
Kepala Pelatih Tim Atletik Paralimpiade Indonesia Slamet Widodo mengatakan, berbeda dengan Asian Para Games sebelumnya yang mempunyai nomor estafet pada setiap kelas lomba, kali ini hanya ada satu nomor estafet yang dilombakan.
”Asian Para Games 2018 hanya memainkan satu nomor estafet dengan komposisi tim terdiri dari campuran atlet tunanetra, tunadaksa, cerebral palsy, dan kursi roda,” ujar Slamet di Solo, Kamis (20/9/2018).
Aturan baru ini membuat penyusunan tim tidak mudah. Untuk memenuhi kriteria, apabila atlet kursi roda yang dipilih adalah laki-laki, maka atlet tunadaksa perempuan. Bila atlet tunanetra adalah perempuan, maka atlet cerebral palsy (masalah koordinasi gerak dan kekakuan otot) yang dimainkan harus laki-laki sehingga aturan tim terdiri dari dua atlet putra dan dua putri terpenuhi.
”Pada prinsipnya, kami memilih atlet tercepat di kelasnya masing-masing. Kami memilih atlet kursi roda tercepat, atlet tunadaksa tercepat,” kata Slamet.
Atlet balap kursi roda klasifikasi T54, Jaenal Aripin, direncanakan memperkuat tim estafet Indonesia. Adapun atlet tunadaksa diwakili sprinter putri Nanda Mei Sholihah. Atlet tuna- netra yang dipilih adalah Endang Sari Sitorus. Sprinter peringkat satu Asia 100 meter dan 200 meter klasifikasi T37, Saptoyoga Purnomo, mewakili atlet cerebral palsy.
Tim estafet 4 x 100 meter Indonesia bersaing dengan lawan tangguh dari Jepang, China, dan Korea Selatan, yang mempunyai atlet kursi roda hebat.
Saat ini, kontingen Indonesia masih berlatih pada nomor individu. Dalam waktu dekat, atlet akan berlatih dalam kelompok estafet untuk meningkatkan kekompakan tim.
Slamet mengatakan, dari empat anggota tim estafet Indonesia, Endang dan Nanda belum terklasifikasi. Dengan kondisi tubuh Nanda yang memiliki satu tangan, Slamet yakin, sprinter muda itu bisa lolos klasifikasi. ”Namun, untuk Endang, kami belum yakin. Dia belum terklasifikasi karena persyaratan klasifikasi untuk atlet tunanetra sangat rumit,” ujarnya.
Kalau Endang gagal mengantongi tiket klasifikasi, kemungkinan namanya diganti dengan Arianti yang status klasifikasinya sudah terkonfirmasi.
Klasifikasi adalah proses pemeriksaan keterbatasan sebagai dasar menentukan kelas yang sesuai dengan tingkat disabilitas.
Sebagai tuan rumah, menurut Slamet, aturan baru terkait nomor estafet cukup merugikan Indonesia. ”Kalau nomor estafet lebih banyak, peluang tuan rumah mendulang medali lebih besar karena kita bisa menyiapkan atlet pada setiap kelas lomba. Namun, apa pun yang terjadi, kami siap menampilkan yang terbaik,” katanya.
Komitmen atlet
Bagi Jaenal Aripin, ini akan menjadi pengalaman pertama tampil pada nomor estafet. Selain nomor tim, Zaenal akan tampil pada nomor lomba perorangan 100 meter, 200 meter, dan 400 meter klasifikasi T54. Jaenal mengatakan, dirinya siap mengemban tugas sebaik-baiknya untuk tampil pada nomor estafet. ”Saya sudah dipilih, saya siap menjalankan tugas,” katanya.
Meski ini akan menjadi penampilan perdana pada nomor estafet, Jaenal yakin dirinya tidak akan menemukan kendala berarti. Hal itu disebabkan nomor estafet tidak membutuhkan teknik memberi dan menerima tongkat. Tanda pergantian atlet cukup dengan tepukan pada bahu atau tangan saja.
Latihan tim estafet akan dilakukan mulai akhir pekan ini. Latihan akan difokuskan untuk membangun kekompakan tim. Sejauh ini, atlet baru berlatih pada nomor andalannya masing- masing. Intensitas latihan atlet tidak terlalu berat karena diutamakan untuk menjaga fisik dan kebugaran. Latihan dilaksanakan di GOR Sriwedari, Solo.
Kawal pelatnas
Dengan waktu penyelenggaraan Asian Para Games sudah tak lama lagi, pada 6-13 Oktober, Kementerian Pemuda dan Olahraga berupaya agar tidak ada lagi kendala yang dihadapi oleh para atlet Indonesia yang sedang mengikuti pelatnas.
Untuk itu, Kemenpora akan berupaya mengawal secara ketat proses pelatnas. Apabila masih ada kendala, Kemenpora akan pro aktif membantu.
Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto, kemarin, mengatakan, tim basket kursi roda sempat terkendala dengan peralatan kursi roda baru yang belum bisa dipakai.
Awalnya, sembilan kursi roda baru tiba di Pelabuhan Semarang, Jawa Tengah, pada 2 September dan sampai di Solo sekitar sepekan lalu. Namun, kursi roda itu belum bisa dipakai para atlet karena menunggu teknisi dari Jepang guna merakit kursi khusus tersebut. Bagi tim basket kursi roda Indonesia, hal itu merugikan karena atlet tidak bisa segera beradaptasi dengan alat.
”Dua hari yang lalu (Selasa), kami menghubungi Ketua Komite Paralimpiade Nasional Indonesia Senny Marbun, memang masih ada kendala, antara lain peralatan yang belum sampai.
Namun, setelah berkoordinasi dengan kami, antara lain kami buatkan surat rekomendasi kepada pihak terkait, semua masalah itu sudah tuntas. Hal itu termasuk mengenai penyaluran peralatan baru yang berasal dari luar negeri, terutama untuk basket kursi roda,” ujar Gatot.
Gatot menyampaikan, pada intinya, Kemenpora tidak ingin hambatan yang pernah muncul dalam persiapan atlet menjelang Asian Games tak terulang pada atlet-atlet yang akan berlaga di Asian Para Games. Untuk mengantisipasi hal itu, Kemenpora memperketat mengawal pelatnas Asian Para Games.
”Mungkin, kemarin, komunikasi dengan NPC Indonesia kurang baik sehingga sejumlah masalah masih timbul. Namun, kami janji komunikasi akan lebih baik dan tidak boleh muncul lagi masalah dalam pelatnas Asian Para Games,” kata Gatot.
Klasifikasi atlet
Direktur Olahraga, Deputi I Operasional Pertandingan Inapgoc, Fanny Riawan mengatakan, proses verifikasi atlet yang akan tampil di Asian Para Games terus berlangsung. Proses verifikasi dokumen dilakukan sejak penutupan entry by name dari 1 Juni-30 Agustus.
Data per 20 September, jumlah atlet 2.832 orang dari daftar awal 2.924 atlet yang berasal dari 43 negara. Ada 92 atlet yang dicoret karena dokumen tidak sesuai dengan persyaratan.
Pencoretan atlet itu menyebabkan sejumlah nomor lomba dihapus karena tidak memenuhi syarat minimal empat atlet dari dua negara. ”Ternyata, atlet-atlet di nomor itu terus berkurang sehingga nomor tersebut dihapus. Atlet-atlet tersebut dicoret karena kondisi disabelnya tidak sesuai antara yang disampaikan dalam dokumen dan situasi aslinya,” ujar Fanny.
Proses verifikasi itu terus dilakukan. Setelah proses pemeriksaan dokumen, atlet akan menjalani proses klasifikasi yang dijadwalkan pada 2-5 Oktober. Ada dua cara klasifikasi, yakni dari verifikasi dokumen dan pemeriksaan langsung oleh para ahli (classifier) level dunia yang mendapat sertifikat dari Komite Paralimpiade Internasional.
Status klasifikasi dibagi tiga, yakni atlet baru (N, New), dalam pertimbangan atau pemeriksaan ulang (R, Review), dan terkonfirmasi (C, Confirm). Atlet berstatus klasifikasi N dan R harus diperiksa langsung untuk bisa tampil, sedangkan atlet berstatus C sudah pasti bisa tampil di Asian Para Games.
Dari 2.832 atlet itu, 50 persen berstatus terkonfirmasi, 30 persen berstatus atlet baru, dan 20 persen berstatus dalam pertimbangan. ”Pada rapat pertemuan delegasi (DRM), 25-26 September nanti, jumlah atlet-atlet itu pun berpotensi kembali berkurang,” ujar Fanny. (DRI/DNA)