JAKARTA, KOMPAS—Adaptasi pemusatan latihan nasional cabang menembak paralimpiade di Lapangan Tembak Senayan, Jakarta, dalam lima hari terakhir, belum membuahkan hasil optimal. Atlet masih kurang tenang dan fokus dalam membidik sasaran, sehingga rekam nilai dari bidikan mereka cenderung menurun.
Sejumlah atlet mengaku belum bisa memenuhi target seperti pada pelatnas sebelumnya di Solo, Jawa Tengah. Ahmad Ridwan, atlet menembak paralimpiade klasifikasi SH1 (keterbatasan tubuh pada bagian bawah) untuk kategori pistol berjarak 10 meter, masih kesulitan beradaptasi dengan mesin target terkomputerisasi. Sebelumnya ia cukup lama berlatih dengan mesin target elektronik manual saat di pelatnas Solo.
Pada latihan hari Selasa (18/9/2018), Ridwan hanya membukukan bidikan 525 poin. Padahal skor bidikan terbaiknya mencapai 575 poin, yang dibuatnya saat Kejuaraan Menembak di Dubai pada Mei lalu.
”Penyesuaian dari mesin manual ke mesin target yang lebih canggih membuat saya seperti mengulang dari nol. Bahkan saya menembak lima peluru di angka 8 pada 10 tembakan pertama,” kata Ridwan.
Dalam latihan hari Rabu (19/9/2018), target tembakan Ridwan juga meleset karena pengaruh penyesuaian posisi duduk. Dalam beberapa tembakan, ia mengganti posisi duduk.
”Posisi duduk saya terlalu bertumpu ke kaki kanan, sehingga jadi kesemutan. Mestinya, kan, posisinya tegak dan konsisten sampai 60 peluru dalam satu sesi habis,” katanya.
Sutri Aji, atlet menembak paralimpiade klasifikasi SH1 untuk kategori senapan (air rifle standing) berjarak 10 meter, juga mengalami kesulitan fokus dalam menembak di 10 tembakan ketiga dan keempat. Dari 60 tembakan dalam satu sesi latihan, ia membidik di target poin angka 7 sebanyak empat kali. Padahal, target pelatih selama di pelatnas untuk poin paling buruk ada di angka 9 sebanyak tiga kali.
Saat menembak, Aji mengakui, terkadang belum fokus. ”Setiap mau ambil posisi, sudah mengolah nafas, membidik, lalu hampir menarik pemicu senapan, kadang ada pikiran yang terbesit dan membuat tembakan meleset,” jelas Aji.
Sementara itu, Yusuf Esema, atlet klasifikasi SH2 (keterbatasan pada tubuh bagian atas) untuk kategori senapan (air rifle prone) berjarak 10 meter, juga kesulitan membidik target karena matanya perih. Fokus bidikan hanya terlihat selama dua detik dan menjadi buram bila lebih dari hitungan tersebut.
Pelatih cabang Menembak Paralimpiade, Saridi, mengatakan, dalam seminggu ini atlet memang mengalami kelelahan yang berdampak pada saat membidik sasaran. Selain itu, atlet juga masih tegang saat berada di arena yang baru bagi atletnya, dengan sistem target yang baru pula.
Relaksasi
Untuk mencairkan ketegangan dan membuat atlet lebih relaks, kemarin pagi mereka diajak berenang di kolam renang Halim Perdanakusumah, Kampung Makassar, Jakarta Timur. Latihan menembak baru dilaksanakan pada sore hari, setelah atlet selesai berenang.
Selain itu, pelatih juga menerapkan proses peregangan sebelum berlatih dengan membiarkan mereka berbaring, mengendurkan sejumlah anggota badan mulai dari pergelangan bahu, lekukan lengan, pergelangan tangan, hingga kepala.
”Saya berusaha membuat mereka membayangkan target bidik di dalam kepala, agar mereka selalu fokus pada target di poin angka 10,” tutur Saridi.
Proses latihan akan terus berlanjut hingga diakhiri dengan penghitungan skor pada Sabtu (22/9/2018). Saridi berharap, atlet setidaknya bisa mendapat 540 poin. Angka tersebut merupakan batas nilai untuk dapat lolos persyaratan kualifikasi skor minimum (MQS) di Asian Para Games.
”Sejauh ini, beberapa skor latihan dari atlet kami, seperti Bolo Triyanto, Hanik Puji Astuti, Aris Haryadi, terhitung lolos dalam kualifikasi poin terendah. Harapannya, 11 orang atlet yang diturunkan untuk Asian Para Games dapat berlaga hingga ke final,” pungkas Saridi. (Aditya Diveranta)