Menunggu Gol Perdana CR7 di Serie A
Jelang laga melawan Lazio di Juventus Stadium Turin, Sabtu (25/8), produsen aparel olahraga terkemuka Nike memasang sebuah baliho raksasa di Piazza Veneto, lokasi penuh gaung sejarah kota Turin. Tanpa citra wajah maupun ilustrasi lain, baliho itu hanya memuat barisan kata dan kalimat dengan bahasa lokal dan huruf kapital berkelir hitam tentang semua prestasi yang dicapai Cristiano Ronaldo (populer dengan CR7), ikon baru klub Juventus.
Pencapaian CR7 ditulis mulai dari pemain Eropa tercepat pertama yang mencatat 350 gol bersama satu klub (335 laga), hingga satu-satunya pemain yang mencetak 10 gol melawan satu tim di turnamen utama (mayor) Eropa.
Sulit untuk tidak mengatakan bahwa kehadiran pemain yang lima kali menyabet gelar “Terbaik di Dunia” itu telah mengangkat kembali citra Liga Serie A yang hampir satu dekade lebih terpuruk sejak skandal besar suap dan pengaturan hasil laga, Calciopoli, terungkap. Harus diakui, meski baru beberapa pekan bergabung dengan “Si Nyonya Besar”, namun magnitudo kehadiran CR7 begitu bergemuruh, paling tidak dalam beberapa indikator respons sosial dan industri sepak bola.
Tiga kali tampil resmi dengan kostum Juventus, pria Portugal yang ditransfer dengan mahar 100 juta euro dari Real Madrid itu belum mampu mencetak satu gol pun. Saat jumpa Lazio dua pekan lalu, penampilannya sudah lebih “tune in” dengan tim dibanding pada debutnya melawan Chievo hampir satu bulan lalu.
CR7 selalu menjadi ancaman bagi lini depan Lazio manakala memegang bola, namun keberuntungan mencetak gol memang belum menghampirinya. Kesempatan memang selalu mendekat, bahkan dia nyaris membuat debut gol sepersekian detik sebelum Mario Mandzukic mengambil alih peluangnya menjadi gol.
Saat menghadapi Parma akhir pekan lalu, nasib baik belum juga menghampiri miliarder dan selebritas sepak bola yang kerap mendermakan hartanya bagi kaum miskin ini. Total dalam tiga laga yang kesemuanya dimenangi Juventus, CR7 membukukan 23 shot (tembakan mengarah ke gawang) tanpa satu pun gol, delapan lebih banyak dari pada siapa pun pemain yang belum mencetak gol di lima liga terbaik Eropa.
“Sepak bola Italia punya problem yang berbeda,” papar juru latih Juventus, Massimiliano Allegri mengomentari isyu “madulnya” CR7 sejauh ini. Allegri pun mengakui, dia belum punya formula yang tepat untuk memastikan posisi baku CR7 di dalam timnya. Ronaldo pernah di tempatkan sebagai targetman, kemudian digeser ke penyerang sayap kiri, dan belum juga mendapatkan gol perdananya di Serie A.
Bagaimana pun dia butuh waktu untuk mencetak gol.
Bagaimana pun, harapan fans Juventus alias Juventini memang begitu tinggi untuk melihat CR7 merayakan golnya dengan khas, mencopot jersey-nya memamerkan otot-otot layaknya jalinan rotan di seluruh tubuhnya, di sudut lapangan. Catatan dalam baliho besar di Piazza Veneto juga barangkali menjadi semacam pengingat bahwa kedatangannya ke Turin adalah soal gol-golnya yang brilian.
Bagaimana tidak? CR7 datang ke Turin dengan catatan 450 gol dalam 438 laganya bersama Real Madrid. Dia selalu mencetak gol dalam lima laga perdananya bagi Real pada 2009 sejak bergabung dari Manchester United. Ronaldo juga mencetak 18 gol dalam 10 laga terakhirnya di La Liga.
“Bagaimana pun dia butuh waktu untuk mencetak gol,” tambah Allegri
Nilai bisnis meroket
Allegri benar. Namun untuk pemain dengan reputasi semegah CR7, tiga penampilan perdana tanpa gol barangkali juga sebuah “aib”. Di sisi lain jika dilihat lebih jauh dengan kacamata yang lebih jernih, mungkin hal tesebut bisa diabaikan begitu saja. Coba tengok fenomena ini. Kedatangan CR7 ke Italia bukan saja membuat Juventus mendapatkan pemain paling hebat di muka Bumi, tapi juga kesadaran (awareness) sosial dan nilai bisnis yang melonjak.
CR7 sendiri adalah figur paling populer sejagat dengan pengikut akun media sosial mencapai 313 juta orang. “Akhirnya dunia kembali membicarakan Serie A,” ujar Fabio Capello mantan pelatih timnas Italia dan AC Milan. “Pada dekade 80-an dan 90-an kami mewakili para elite dunia. Lalu kami kehilangan tradisi dan tak mampu membangun infrastruktur (sepak bola),” lanjut Capello seperti dikutip harian olahraga Gazzetta dello Sport.
Pelatih lainnya, Claudio Ranieri mengatakan kehadiran CR7 memang memberi dampak yang sangat besar bagi Serie A secara umum. “Namun itu saja tidak cukup. Kami harus cukup cerdik untuk memaksimalkan stimulus Ronaldo agar kompetisi ini berdegub kembali,” ujar Ranieri yang mantan pelatih Juventus. “Puncak Serie A adalah pada 2003 saat dua tim berjumpa di final Liga Champions. Kami belum kembali ke level itu tapi kini kami bukan lagi sapi yang kurus kering,” lanjut Ranieri seperti dikutip La Stampa.
Saat mendarat pertama kalinya di Bandara Caselle Turin, medio Juli lalu, atmosfer Liga Serie A sontak mendapat energi baru setelah lebih dari dua dekade seolah kurang darah. Absennya tim nasional Italia di Piala Dunia Rusia juga seolah-olah membuat sepak bola Italia sekarat. Menteri Olahraga Luca Lotti bahkan mengatakan sepak bola Italia berada di “titik nol”. Namun kedatangan Ronaldo mengubah semua itu. Ibarat seorang pesulap yang datang dari galaksi lain, CR7 membuat semua kesuraman sepak bola Italia mendadak cerah!
Ya tentu saja, siapa tak mengenal CR7? Lima gelar pemain Terbaik Dunia versi Ballon d’Or, sebuah prestasi individual yang bahkan tidak satu pun pemain bola asal Italia yang mampu masuk nomine tiga besar sekalipun dalam satu dekade lebih.
Bahkan sebelum kehadirannya di Turin, dampak pemberitaan tentang dirinya telah membuat Juventus kebanjiran perhatian di sosial media. Sebagai salah satu klub ternama dunia, Juventus punya jutaan pengikut. Di jaringan YouTube saja, kanal Juventus telah ditonton sebanyak 36,25 juta kali sejak rumor kehadiran CR7 merebak. Angka ini melesat dua kali lipat dari rata-rata enam bulan terakhir.
Saat menjalani debut melawan Chievo, tuan rumah mendapatkan limpahan berkah kehadirannya. Chievo mampu menjual habis 39.000 tiket laga tersebut, hal yang belum pernah terjadi dalam lima tahun terakhir.
Di Stadion Marcantonio Bentegodi juga inilah, legenda sepakbola Argentina Diego Armando Maradona memulai petualangannya di Italia lebih dari 30 tahun lalu. Meski kala itu Napoli kalah 1-3 melawan Hellas Verona, namun Maradona kemudian membuat tim Italia selatan itu mampu menjadi kampiun, menghantam hegemoni klub-klub kaya Italia utara hingga kemudian megabintang Argentina itu mendapat julukan “Santo Maradona”.
Seperti halnya Maradona beberapa dekade lalu, Ronaldo pun mendapat sambutan istimewa bahkan dari fans Chievo. Ribuan penggemarnya berkumpul di luar stadion Bentegodi hanya untuk melihat bus Juventus datang dan siapa tahu bisa sekilas melihat sosok Ronaldo di dalamnya. Di dalam stadion, sebuah spanduk membentang bertuliskan, “Maaf cintaku, saya tidak akan berada di altar. Saya tak mungkin kehilangan kesempatan menyaksikan debut Ronaldo,”
Tentu, bukan hanya aspek non teknis yang diharapkan Juventus saat memutuskan merekrut pahlawan Portugal saat merebut juara Piala Eropa 2016 tersebut. Di lapangan hijau, sosoknya yang penuh kharisma diharapkan mengembalikan kejayaan “Si Nyonya Besar” di Eropa. Dua kali tampil di final dalam empat musim terakhir namun gagal menjadi juara adalah kenangan yang hendak dikubur dalam-dalam oleh klub terkaya di Italia ini.
“Ambisi terbesar kami adalah menjuarai Liga Champions,” papar Allegri tentang kedatangan CR7. “Setelah dua kali gagal final (dalam empat tahun terakhir), kami ingin membawa pulang piala itu,” papar Allegri seperti dikutip The Guardian.
Setelah merajai Liga Serie A, membawa kembali piala “Si Kuping Besar” ke Turin memang menjadi "pe-er" terbesar Allegri dan manajemen. Bagaimanapun, juara Italia akan terasa hambar tanpa mahkota Eropa yang menjadi pencapaian tertinggi klub-klub elite dunia. Dengan Ronaldo, semua ambisi tersebut seolah tinggal menghitung hari mengingat semua rekornya di kompetisi paling bergengsi tersebut. Dalam tujuh musim terakhir, CR7 mencetak gol dijit ganda, termasuk saat menyingkirkan Juventus musim lalu dan mengalahkan mereka di final 2017.
Bagi CR7, membawa kembali kejayaan Juventus di level Eropa juga sebuah tantangan tersendiri. Saat berada di Real Madrid, dia selalu tampil brilian di level Eropa walaupun ketika penampilannya di La Liga sedang terpuruk. Di Liga Champions, seburuk-buruknya penampilannya di La Liga, CR7 selalu membukukan gol digit ganda dalam tujuh musim beruntun. “Sentuhan Midas” ini pula yang dibutuhkan Juventus, tidak saja di level Eropa tapi juga di kancah domestik.
Minggu mendatang, Juventus akan menjamu Sassuolo, klub yang relatif pendatang baru di Serie A. Inilah kesempatan keempat CR7 untuk membuktikan dirinya datang ke Turin bukan sekadar menaikkan tiras Juventus di sosial media atau menaikkan nilai bisnis klub kaya raya tersebut.
Mencetak gol pertamanya bersama Juventus adalah tugas besar yang menantinya. CR7 sadar, dia hanya butuh satu sentuhan ajaib untuk mencetak gol perdananya dan lantas semuanya akan baik-baik saja. Demi itu pulalah, CR7 menolak panggilan timnas Portugal saat menghadapi Liga Bangsa Bangsa Eropa akhir pekan lalu. Ronaldo memilih berlatih sendiri di Continassa dan menghabiskan waktu bersama keluarga. Dengan istirahat yang cukup, dia punya kans sangat bersar membukukan gol perdananya di Serie A saat melawan Sassuolo, hari Minggu.
Bertolak belakang
Jika kehadiran Cristano Ronaldo di Turin membawa berkah secara umum bagi Serie A, membawa optimisme baru Juventus di level Eropa, lantas bagaimana dengan tim-tim lain? Tujuh musim yang begitu dominan, menyisakan keraguan adakah tim yang mampu menahan laju “Si Nyonya Besar” ini meski musim lalu Napoli sempat mengintip di tikungan. Dengan nilai akhir 91, hanya empat poin berbeda dengan Juventus, Napoli sebenarnya punya kans untuk mendobrak hegemoni Juventus. Sayangnya mereka kehilangan pelatih Maurizio Sarri yang hijrah ke Chelsea.
Sejumlah tim elite lain seperti AS Roma, Internazionale ataupun AC Milan juga diharapkan mampu menjadi pesaing sengit bagi Juventus, klub yang kekayaannya hanya bisa disaingi oleh Manchester United dan Real Madrid.
Namun sepak bola Italia nyatanya pun tak seindah kekayaan melimpah “Si Nyonya Besar”. Sejumlah klub, banyak di antaranya dahulu adalah penghuni tetap Serie A, kini kondisinya sekarat, nyaris bangkrut. Kisah tentang dua klub Serie B Bari dan Cesena serta Reggina di Serie C yang tak bisa ikut kompetisi musim ini karena gagal mendapatkan lisensi akibat tak mampu memenuhi syarat finansial merupakan duka mendalam bagi para penggemarnya.
Dalam sejarahnya terutama memasuki milenium ketiga ini, kabar duka kegagalan tim sepak bola Italia akibat kesulitan keuangan memang seolah badai yang tak pernah reda. The Guardian mengisahkan, sejak Fiorentina bangkrut pada 2002, sebanyak 153 klub di Italia dibentuk kembali, merger dengan klub lain atau bahkan menghilang dari peredaran sama sekali. Sementara itu ada tiga klub yang terdegradasi dari Serie C ke Serie D musim panas ini akibat kesulitan keuangan meskipun tiga klub tersebut menyelesaikan musim di luar zona degradasi.
Dari 153 klub yang bermasalah, sebagian kembali beredar dengan bermacam cara. Ada yang kembali dengan pemilik baru, ada yang membentuk badan hukum baru. Napoli misalnya, yang musim lalu tampil memukau, dibentuk kembali pada 2004, sementara AC Parma kembali dengan gagah ke Serie A pada Mei lalu, atau hanya tiga musim setelah tiga kali “terlahir kembali” sepanjang sejarahnya.
Oleh sebab itu, kehadiran Cristiano Ronaldo di Liga Serie A Italia sepertinya merupakan berkah bagi persepakbolaan Italia, bukan hanya bagi Juventus. Paling tidak seperti halnya harapan para legenda, CR7 membuat mata dunia kembali berpaling ke Italia, sepak bola Italia berdegub kembali, kata Ranieri.
Meski demikian, momentum CR7 hanya bisa optimal ketika gol-gol mengalir dari kaki dan kepalanya, lewat aksi-aksinya yang selalu memukau. Tiga laga sudah dia jalani tanpa gol-gol itu. Tapi Cristiano Ronaldo adalah atlet luar biasa. Sekali dia mencetak gol, lusinan gol lainnya akan dia cetak. Dimulai dengan laga melawan Sassuolo hari Minggu ini.