Atlet Menembak Paralimpiade Didorong Lebih Percaya Diri
Oleh
E19
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Tiga pekan menjelang Asian Para Games 2018, pemusatan latihan nasional cabang menembak paralimpiade tidak hanya berfokus pada aspek teknis, tetapi juga meningkatkan kepercayaan diri para atlet. Mereka yang sebelumnya berlatih di Solo, Jawa Tengah, akan berlatih di Lapangan Tembak Senayan, Jakarta, mulai Jumat (14/9) ini.
Untuk latihan di Jakarta, atlet akan berlatih di lantai 2 Lapangan Tembak Senayan. Hal tersebut karena hingga Kamis, arena Asian Para Games yang seluruhnya terpusat di lantai bawah belum tuntas dibenahi. Di Jakarta, atlet juga akan membiasakan diri dengan penghitungan skor elektronik.
"Setelah banyak menembak dengan hitungan target manual saat pelatnas (di Solo), di lapangan nanti mereka dibiasakan untuk membidik tembakan dengan dihitung mesin target yang terkomputerisasi. Tujuannya agar lebih presisi," kata pelatih tim menembak paralimpiade Saridi, saat meninjau Lapangan Tembak Senayan, Jakarta, Kamis (13/9).
Saridi mengatakan, fokus tim saat ini ada pada penyesuaian atlet dengan lapangan dan pendampingan secara psikologis. Sebab, kendala yang umumnya dialami dalam kompetisi menembak adalah manajemen emosi atlet di tengah jalannya pertandingan.
Manajemen emosi atlet juga menjadi hal yang diprioritaskan. Manajer Tim Rumpis Agus Sudarko mengatakan, pada latihan Jumat (14/9) ini, mereka akan didampingi psikolog yang waktu konsultansinya masih akan menyesuaikan.
Saridi mengatakan, atlet difabel secara emosi lebih sensitif dibandingkan atlet biasa. Berdasarkan evaluasi saat pelatnas, semangat mereka bisa menurun drastis saat mereka minder, atau bahkan demam panggung.
Atlet menembak paralimpiade Bolo Triyanto mengatakan, kendala yang dialami saat bertanding biasanya justru ada ketika mereka grogi. Degupan jantung yang kencang dapat berpengaruh ke posisi menembak, apalagi jika kategorinya Air Riffle Standing. Posisi tangan yang tidak menyentuh meja akan membuat pegas penyangga senjata sedikit bergetar dan menyulitkan saat membidik.
"Karena butuh fokus yang tinggi, kadang kami sampai stres. Kalau sudah seperti itu, biasanya tidak bisa kami paksa untuk lanjut dan harus rehat cukup lama," kata Bolo, yang turut dalam kategori menembak jarak 10 meter standing dan prone untuk klasifikasi SH2 (keterbatasan pada tubuh bagian atas).
Lain dengan pengalaman atlet Hanik Puji Astuti, yang terklasifikasi untuk SH1 (keterbatasan tubuh bawah) dan berlomba di nomor 10 meter standing, 10 meter prone, serta 50 meter prone. Walau sempat mengikuti ajang menembak paralimpiade di Dubai pada Maret lalu, ia masih belum bisa mengatasi emosi yang meluap ketika membidik target di pertandingan.
Hanik lebih lanjut mengatakan, terdapat perbedaan antara olahraga menembak dengan cabang atletik paralimpiade yang ia tekuni pada 2011-2016. "Kalau di atletik, semakin emosi justru bisa membakar semangat. Sedangkan saat menembak, semakin emosi justru makin tidak fokus," kata Hanik yang menggunakan kursi roda.
Pendampingan psikologis
Psikolog pendamping untuk cabang menembak paralimpiade, Maretta Dian Arthanti, masih berencana untuk mempelajari profil masing-masing atlet dan rentang umur mereka yang beragam. Untuk sesi pendampingan secara teknis akan menyesuaikan dengan jumlah atlet, bisa secara kelompok maupun diskusi kelompok terpadu (focus group discussion).
"Profil atlet perlu dipelajari lebih lanjut, karena ada yang sangat muda di kelahiran 1992, tetapi juga ada yang kelahirannya paling tua, yakni 1970. Penanganan untuk mereka yang difabel juga pasti akan berbeda dan butuh lebih banyak didengar," kata Maretta.
Target
Dari 11 atlet akan berlomba, Saridi optimistis mereka semua maju ke babak final. Namun, tidak ada target untuk mendapat medali karena ini merupakan cabang olahraga yang terhitung baru untuk Asian Para Games.
"Hitungan itu berdasarkan pada peringkat kompetisi menembak paralimpiade yang kami jalani di Dubai, Maret lalu. Peringkat kami secara umum ada di 10 besar, sementara peringkat teratas diungguli China dan Jepang," kata Saridi.
Pada Asian Para Games, Saridi mengunggulkan tiga atlet paralimpiade, yakni Aris Haryadi pada nomor 10 meter dan 50 meter prone klasifikasi SH1, Bolo Triyanto pada jarak 10 meter standing dan prone klasifikasi SH2, dan Hanik Puji Astuti pada 10 meter standing dan prone, serta 50 meter prone klasifikasi SH1. "Kans mereka besar untuk maju ke babak final," imbuh Saridi.
Bolo Triyanto mengatakan optimistis untuk mendapat medali. "Seburuk-buruknya hanya perak atau perunggu, saya optimistis bisa raih di Asian Para Games," ujarnya. (Aditya Diveranta)