Atlet panjat tebing Indonesia Aries Susanti Rahayu (kiri) berhasil menyumbangkan medali emas setelah di final berhasil mengalahkan rekannya Puji Lestari dalam final speed putri cabang panjat tebing Asian Games 2018 di Arena Panjat Tebing, Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (23/8/2018). Perunggu diraih atlet China He Cuilian.
Sekitar pukul 19.00 WIB, Kamis (23/8/2018), jeritan, pukulan tangan terkepal ke udara dan teriakan histeris teman-teman sekantor terdengar menusuk telinga. Semua aksi ekstrim itu mengiringi kemenangan juara dunia speed sport climbing putri, Aries Susanti Rahayu di nomor andalannya tersebut pada ajang Asian Games XVIII. Dia mencatat waktu 07,61 detik meninggalkan Puji yang butuh waktu 07,98 detik untuk menyelesaikan lintasan.
Aries “spiderwoman”--yang oleh kami di kantor kami sebut “cicak” karena menempel erat di dinding--itu tanpa jeda merayap cepat ke puncak. Kegembiraan kami telah membuncah sejak kami tahu bahwa pada nomor itu tercipta All Indonesian Final. Ketegangan dan adrenalin melemah karena bagi kami tak penting lagi siapa bakal juara. Entah Aries, entah Puji.
Kebanggaan dan kegembiraan yang meletup-letup tersebut hanya terasa sesaat. Para ofisial dan pendukung tim Indonesia dengan segera menyelimuti Aries dengan bendera merah putih berukuran besar. Demikian besar yang rasanya bisa untuk menyelimuti lebih dari satu tubuh seukuran Aries.
Drama itu baru mulai ketika Susi menyusul di belakang Aries dan nampak serba salah karena semua perhatian tertumpah kepada Aries. Tidak keliru. Dia juaranya. Apa yang nampak di layar kaca kemudian memunculkan isu lain. Isu kebersamaan. Isu teamwork. Isu corps d\'esprit.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Atlet panjat tebing Indonesia, Aries Susanti Rahayu (kiri), berhasil menyumbangkan medali emas setelah di final mengalahkan rekannya, Puji Lestari, dalam final kecepatan putri cabang panjat tebing Asian Games 2018 di Arena Panjat Tebing, Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (23/8/2018).
Isu tersebut lantas menyerbu ke permukaan kesadaran ketika menyaksikan, tak ada upaya Aries atau para ofisial untuk menyatukan mereka, Aries dan Puji, dalam satu balutan bendera: merah putih. Menyatukan mereka dalam semangat juang bersama: mereka berjuang untuk merah putih. Mereka berjuang untuk Indonesia. Mereka berjuang untuk martabat NKRI.
Aktivitas olahraga yang pada mulanya hanya menjadi salah satu ekspresi manusia sebagai homo ludens (manusia bermain), dalam perkembangan sejarah kompetisi olahraga telah bertransformasi menjadi alat untuk mencapai tujuan. Salah satunya adalah sebagai alat untuk membangun nasionalisme, nation building.
Nation building, membangun martabat bangsa di dunia internasional dilakukan Soekarno saat memutuskan: memilih bergabung di antaranya dengan China, Korea Utara, negara-negara Afrika, Amerika Selatan, dan Arab dalam Ganefo (Games of the New Emerging Forces) dan keluar dari IOC. Jadi, sejarah telah mencatat, olahraga bernilai lebih dari sekadar kalah-menang.
Olahraga lebih besar dari sekadar medali emas. Selain martabat bangsa, olahraga telah lama dikenal sarat dengan nilai-nilai kerja sama, jiwa ksatria-berbesar hati mengakui keunggulan lawan tanding, kejujuran, penaklukan diri, dan kerja keras.
Kompas
Atlet panjat tebing Indonesia Aries Susanti Rahayu berhasil menyumbangkan medali emas setelah di final berhasil mengalahkan rekannya Puji Lestari dalam final speed putri cabang panjat tebing Asian Games 2018 di Arena Panjat Tebing, Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (23/8/2018).
Kalau saja ada yang mengajak Puji masuk dalam “selimut merah putih”, itu akan menjadi contoh dan cermin dari “kebersamaan” dalam satu tim, sebagai saudara sebangsa yang berjuang bersama untuk mengharumkan nama Indonesia. Bagaimanapun, Aries dan Puji adalah teman berlatih, sparring partner, merasakan suka dan duka sepanjang persiapan Asian Games ini.
Aries dan Puji adalah saudara seperjuangan, bersama mereka meneteskan peluh dan bersama merasakan jatuh-bangun, onak duri persiapan. Aries ada di posisi itu karena ada Puji, dan sebaliknya.
Saat itu Aries tengah berada di puncak keharuan, kegembiraan, dan kebanggaan. Dia tidak sepantasnya disalahkan atas kejadian itu. Tugas para pengurus dan pelatih lah untuk mengingatkan. Aries dan Puji adalah anak-anak didik mereka. Keduanya selama ini ditempa untuk menjadi yang terbaik bagi bangsa ini. Keduanya ditempa melalui proses mulia yang penuh dengan etos prima: kerja keras, tenggang rasa dengan rekan setim, kerja sama, dan sikap toleran.
Bagaimanapun, (mestinya) seluruh anak negeri bangsa ini bangga akan prestasi Aries dan Puji. Kelalaian di atas bisa jadi dipandang sebagai kelalaian “kecil”, namun jika yang terjadi adalah sebaliknya, bisa jadi keharuan kita akan semakin dalam. Jargon-jargon kebersamaan, gotong royong, kerja sama, toleransi dan perasaan sebangsa pun semakin hidup dalam diri kita, dalam nafas kita.