SUBANG, KOMPAS — Dua medali emas Asian Games 2018 dari nomor downhill, disiplin balap sepeda gunung (MTB), dari Khoiful Mukhib dan Tiara Andini Prastika, benar-benar memecahkan ”telur” kegagalan cabang balap sepeda Indonesia memenangi medali emas di ajang Asian Games. Terlebih lagi pada Asian Games Incheon 2014, cabang balap sepeda gagal menyumbangkan medali untuk Indonesia.
”Ini merupakan buah dari kerja keras tim yang tersistematis. Bukan hanya atlet saja, tetapi juga para pelatih, para pengurus PB ISSI secara keseluruhan, dan juga masukan-masukan dari masyarakat luas. Kami mempersiapkan downhill ini dengan sangat cermat, dan hasilnya ternyata sesuai dengan harapan, yaitu dua medali emas,” ungkap Ketua Umum PB ISSI Raja Sapta Oktohari, yang menyaksikan langsung aksi para atlet downhill Indonesia di sirkuit downhill Khebun Park, Subang, Senin (20/8/2018).
Para atlet timnas balap sepeda downhill yang sudah diasah dengan penyelenggaraan kejuaraan rutin Indonesia Downhill yang tahun ini memasuki tahun kedelapan, serta dipersiapkan khusus di sirkuit Khebun Park itu sejak enam bulan lalu, memang telah berjuang sangat keras untuk menjadi yang terbaik di Asian Games 2018. Tiara Andini, misalnya, terus berlatih keras meski jari telunjuk kanannya masih cedera dan sering masih terasa sakit ketika dia beraksi dengan sepeda downhill.
”Sakitnya sih masih kerasa, tetapi saya terus menanamkan penyembuhan dari dalam diri sendiri saja, dengan terus melupakan rasa sakitnya. Saya juga terus dibantu tim medis yang terus menjalankan proses pemulihan jari saya,” ungkap Tiara yang mencetak waktu 2 menit 33,056 detik, atau lebih cepat 9,598 detik dari atlet Thailand, Vipavee Deekaballes, yang meraih medali perak.
Nining Porwaningsih yang meraih medali perunggu pun beberapa kali mengalami jatuh saat berlatih di sirkuit Khebun Park itu.
”Saya agak kecewa dengan hasilnya karena jauh dari waktu terbaik saya di sirkuit ini. Tapi tadi saya memang sempat menurunkan kecepatan di turunan yang sangat tajam dan terjal karena agak trauma juga pernah jatuh di situ. Seharusnya saya lebih cepat di situ,” papar Nining yang terpaut hanya 0,010 detik dari Vipavee.
Atlet putra Indonesia, Popo Ario Sejati, bahkan harus membayar mahal perjuangannya untuk meraih medali emas. Popo yang juga beberapa kali terjatuh di lintasan downhill Khebun Park itu kemarin gagal mempersembahkan medali setelah terjatuh hanya 200 meter menjelang garis finis di lintasan sempit dan agak berbatu.
”Popo patah tulang bahu belakang sebelah kanannya dan langsung dilarikan ke Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. Kalau saja tidak jatuh, medali emas dan perak sudah pasti di tangan kita,” ungkap Manajer Timnas Balap Sepeda Budi Saputra.
Untunglah Mukhib yang dikenal sebagai pebalap yang selalu tenang dalam kondisi apa pun mampu mempertahankan emosinya saat balapan dan bahkan mendapatkan tambahan semangat dengan akan segera lahirnya anak pertamanya.
”Saya sangat senang bisa menang dan memang sudah yakin bisa dapat emas. Ini hadiah buah istri saya yang sedang mengandung dan tak lama lagi akan melahirkan,” ujar Mukhib yang akan menerima hadiah sedikitnya Rp 2,5 miliar atas medali emasnya itu, yaitu Rp 1,5 miliar dari pemerintah dan Rp 1 miliar dari PB ISSI.
Sirkuit menantang
Sekretaris Jenderal Konfederasi Balap Sepeda Asia Onkar Singh pun memuji trek downhill di Subang itu yang mempunyai tingkat kesulitan sangat tinggi. Dia mengapresiasi penyelenggaraan balap sepeda nomor downhill Asian Games 2018 yang berjalan sangat baik.
”Dengan kualitas penyelenggaraan yang baik seperti ini, Indonesia sudah siap untuk menyelenggarakan kejuaraan-kejuaraan internasional lebih banyak lagi, termasuk di sirkuit ini,” ungkapnya.
Pebalap Taiwan Shengshan Chiang yang meraih medali perak dengan terpaut 1,497 detik dari Mukhib pun memuji sirkuit downhill Asian Games 2018 itu yang sangat sulit. ”Ini sirkuit tersulit yang pernah saya jalani, tetapi sangat menyenangkan untuk menjalaninya,” paparnya.
Sirkuit Khebun Park memang disiapkan untuk memiliki tingkat kesulitan tinggi sehingga tidak mudah untuk dikuasai para atlet dengan hanya satu atau dua hari latihan saja. Meski berisiko tinggi, terbukti dengan apa yang dialami Popo, para atlet Indonesia yang memiliki kesempatan berlatih lebih sering di sirkuit itu akhirnya bisa menggunakan keunggulan adaptasinya itu untuk meraih hasil terbaik.
”Di sini memang yang dibutuhkan adalah lebih ke bagaimana menahan emosi saat balapan. Buat kami yang sudah biasa berlatih di sini, kondisi sirkuit ini tetap sangat membahayakan. Oleh karena itu tidak boleh lengah sama sekali dan harus terus fokus dan menahan emosi agar tidak jatuh,” kata Tiara.
Tidak sedikit atlet jatuh pada sesi pemanasan, kualifikasi, ataupun saat sesi balapan di sirkuit ini. Kemiringan medannya yang sampai 45 derajat di beberapa tempat, dengan lembah cukup dalam di salah satu sisinya, memang bisa membuat gentar para atlet yang belum terbiasa dengan kondisi seperti itu.
Meski sudah dipasangi jaring penahan dan beberapa bantalan yang dipasang di batang pohon untuk keselamatan para atlet bilamana mereka terjatuh atau menabrak pohon, adanya perlengkapan pengaman itu tidak otomatis membuat para atlet merasa lebih berani saat menjalaninya.
”Hari ini kondisi tanahnya juga sangat kering sehingga licin sekali karena tanahnya mudah berguguran. Itu membuat saya yang sudah biasa berlatih di sini pun semakin kesulitan dan butuh ekstra hati-hati. Untuk mengakalinya, saya menggunakan bagian-bagian sirkuit yang lebih mudah untuk menambah kecepatan,” tambah Tiara.
Kepala Pelatih Timnas Balap Sepeda Dadang Haries Purnomo menjelaskan, sejak awal dia memang sudah menghitung dua medali emas bisa didapat dari downhill.
”Untuk cross country (XC) besok (Selasa ini), kita akan berusaha membuat kejutan dan mendapatkan medali. Kalau di XC itu memang atlet kita masih di bawah atlet dari sejumlah negara, tetapi kami sudah menyiapkan strategi khusus juga untuk bisa meraih medali. Targetnya tidak muluk-muluk, medali perunggu saja sudah bagus,” katanya.