Tawuran Filipina-Australia, Ancaman Piala Dunia FIBA 2023
Oleh
Korano Nicolash LMS
·4 menit baca
Perkelahian yang terjadi saat berlangsungnya pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2019 FIBA Asia antara Filipina melawan Australia, Senin (2/7/208) di Bulacan, Filipina, yang juga melibatkan ofisial dan penonton tuan rumah, menjadi salah satu tragedi bola basket dunia. Sejumlah pengamat menyebut insiden ini sebagai tragedi paling memalukan di dunia basket setelah tawuran yang terjadi pada pertarungan antara Detroit Pistons melawan Indiana Pacers di The Palace of Auburn Hill, Detroit, November 2004, pada pentas NBA.
Nuansa NBA terasa pada laga panas ini karena kedua tim diperkuat oleh pemain yang masih dan pernah bermain di kompetisi bola basket profesional terbesar tersebut. Kubu Australia diperkuat oleh Thon Maker (21), center kelahiran Sudan yang kini memegang paspor Australia. Maker tercatat sebagai pemain Milwaukee Bucks lewat NBA Draft tahun 2016.
Di bangku ofisial, terdapat nama Luc Longley, asisten pelatih Australia. Longley adalah pebasket Australia pertama yang bermain di NBA tahun 1991 dan pebasket Australia pertama yang menjadi juara NBA, yang diraihnya pada 1996-1998 bersama Chicago Bulls.
Di kubu Filipina ada Andray Blatche (31), power forward veteran kelahiran Amerika Serikat yang kini memperkuat Xinjiang Flying Tigers di liga basket China. Pada musim 2012 hingga 2014, Blatche bermain di NBA untuk Brooklyn Nets.
Keduanya juga terlibat aktif dalam tawuran pada laga yang berlangsung di Philippine Arena, Bocaue, Bulacan, di babak penyisihan Grup B kualifikasi Piala Dunia 2019 untuk wilayah Asia. Perkelahian tersebut persisnya terjadi saat kuarter ketiga tersisa 4 menit 02,6 detik. Saat itu, Australia tengah memimpin dengan skor 79-48.
Tawuran ini terjadi ketika Roger Ray Pogay (26), shooting guard Filipina, menyikut dan terlihat mengangkat lututnya terhadap Christopher James Goulding (29), guard Australia, tanpa bola. Insiden ini luput dari perhatian wasit, dan Pogay yang memperkuat TNT Ka Tropa, salah satu tim basket di Liga Utama Filipina, bebas dari hukuman.
Adapun tiga wasit yang memimpin pertandingan penuh insiden ini adalah Ahmed Al Bulushi (Oman), Hatim Alharbi (Arab Saudi), dan Paul Skayem (Lebanon).
Melihat wasit tidak memberikan hukuman kepada Pogay, power forward Australia, Daniel Kickert (36), pun mendatangi Pogay. Pemain veteran yang bermain untuk Sydney Kings ini menyarangkan sikutnya ke dagu Pogay, menyebabkan pemain Filipina itu langsung terjatuh di wilayah pertahanan Australia.
Insiden lanjutan ini membuat para pemain Filipina lainnya, termasuk yang berada di bangku cadangan, melibatkan diri dalam perkelahian. Alih-alih menenangkan pemain, ofisial Filipina turut menyerbu pemain Australia. Bahkan, para penonton tuan rumah memanaskan suasana dengan melemparkan kursi kepada pemain Australia.
Nathan Sobey (27), point guard Australia yang bermain di PAOK Thessaloniki di Liga Yunani, adalah salah satu pemain Australia yang menjadi sasaran keroyokan. Maker yang melihat teman-temannya dipukuli langsung masuk arena sambil melepaskan tendangan kepada pemain Filipina. Pertandingan terhenti cukup lama hingga akhirnya wasit bisa mengendalikan pertandingan.
Akibat insiden itu, wasit memutuskan 13 pemain harus meninggalkan lapangan. Sembilan pemain di antaranya berasal dari Filipina, termasuk Blatche. Empat pemain sisanya berasal dari Australia, termasuk Maker. Karena setiap tim hanya diperkuat 12 pemain termasuk cadangan, saat pertandingan dilanjutkan, tim tuan rumah hanya diperkuat tiga pemain.
Dengan hanya tiga pemain, Filipina tak bisa bertahan lama. Setelah dua pemain tuan rumah tersisa dikeluarkan karena melakukan 5 kali pelanggaran, wasit pun menghentikan pertarungan untuk kemenangan Australia, 89-53. Kemenangan ini membuat Australia sementara memimpin Grup B dengan 8 kali menang dan 1 kali kalah dari Jepang. Adapun Filipina berada di posisi kedua dengan 4 kali menang dan 2 kali kalah.
Khawatir dengan balasan kubu Filipina, Anthony Moore, CEO Basket Australia, memutuskan membawa timnya segera meninggalkan Filipina pada kesempatan pertama. Moore menyesalkan tidak adanya pihak keamanan yang turun untuk melerai perkelahian yang terjadi. Padahal Filipina, bersama Jepang dan Indonesia, akan menjadi salah satu tuan rumah Piala Dunia FIBA 2023.
Moore memperkirakan, FIBA akan meminta Filipina memberikan jaminan agar semua pertandingan yang berlangsung dalam keadaan aman. Australia juga akan minta jaminan keamanan kepada Filipina apabila tim asal ”Negeri Kanguru” harus kembali bermain di Filipina.
Masalah keamanan ini pasti akan menjadi salah satu hal penting yang dibahas dalam persiapan Piala Dunia FIBA 2023.
Baik pihak Australia maupun Filipina telah menyampaikan permintaan maaf atas insiden yang pasti mengganggu upaya FIBA untuk membuat bola basket tradisional ataupun 3 on 3 menjadi lebih menarik, khususnya menjelang pelaksanaan Piala Dunia FIBA 2019 di China.
Seperti diberitakan sports.abs-cbn.com mengutip media FIBA, Bidang Disiplin federasi bola basket internasional itu langsung melakukan pertemuan untuk memberikan hukuman atas kejadian yang mencoreng dunia basket Asia tersebut.