MOSKWA, RABU Selama babak penyisihan grup, lini serang Rusia menjadi salah satu dari tiga tim tersubur di Piala Dunia 2018, yakni mencetak delapan gol. Rusia hanya kalah dari Belgia yang mencatat satu gol lebih banyak dan seimbang dengan Inggris. Pada perempat final melawan Kroasia nanti, ketajaman ujung tombak Rusia kembali diuji.
Delapan gol itu diperoleh saat menang 5-0 atas Arab Saudi pada partai perdana dan 3-1 atas Mesir pada partai kedua. Gol-gol tersebut diborong oleh barisan serang, yakni striker Artem Dzyuba (2 gol), gelandang Denis Cheryshev (3 gol) dan Aleksandr Golovin (1 gol), serta Yury Gazinsky (1 gol). Satu gol lagi berasal dari bunuh diri pemain Mesir.
Namun, aliran gol mendadak seret saat skuad berjuluk ”Sbornaya” itu berhadapan dengan tim kuat. Saat bertemu Uruguay pada laga terakhir penyisihan grup, Rusia kebobolan tiga kali tanpa bisa membalas. Kala menundukkan Spanyol di perdelapan final, Rusia juga ”hanya” bisa membobol juara dunia 2010 itu pada waktu normal lewat bantuan penalti yang dituntaskan Dzyuba.
Banyak pihak lantas mengaitkan, Arab Saudi dan Mesir yang menjadi ”lumbung” gol Rusia bukanlah lawan yang sepadan. Hal itu seolah terbukti saat produktivitas Rusia melempem pada laga kontra Uruguay dan Spanyol tersebut.
Pada dua laga itu, Rusia tampak memfokuskan diri pada pertahanan dan hanya berharap melalui serangan balik dengan tinggal menyisakan Dzyuba di garis depan. Jarang terlihat lagi kepercayaan diri dan kreativitas untuk mengalirkan bola dan menerobos seperti yang mereka lakukan saat melawan Arab Saudi dan Mesir.
Taktik tepat
Namun, Pelatih Rusia Stanislav Cherchesov berpandangan strateginya sudah pas. ”Saya rasa kami telah memilih taktik yang tepat,” katanya seusai laga kontra Spanyol.
Pada laga itu, Spanyol mendominasi permainan dengan 25 percobaan gol dan 9 di antaranya tepat sasaran. Adapun Rusia hanya membukukan 6 tembakan dengan hanya 1 peluang tepat sasaran.
Berkaca dari laga itu, Cherchesov mengakui, timnya seharusnya melakukan serangan balik secara lebih cepat. Namun, ia memastikan akan menyiapkan strategi yang tepat untuk menandingi Kroasia.
”Menjadi tim yang bagus dan pemain yang bagus adalah satu hal. Menjadi tim yang bagus dan pemain yang bagus pada saat yang tepat adalah hal yang berbeda. Itulah yang kami miliki sekarang,” ujarnya.
Memilih bertahan penuh saat melawan Kroasia bisa jadi bukan pilihan yang tepat, apalagi berharap keberuntungan untuk kembali memaksakan duel adu penalti. Lini gedor Kroasia yang menakutkan telah terbukti ampuh selama penyisihan grup dan perdelapan final melawan Denmark.
Karena itu, Rusia juga harus keluar menyerang. Dzyuba yang didukung Golovin dan Cheryshev mesti mencari celah untuk mencetak gol. Salah satu yang dapat kembali diandalkan adalah permainan sayap atau bola-bola mati untuk memaksimalkan keunggulan fisik Dzyuba yang menjulang 196 sentimeter.
Duel udara
Sejauh ini, striker Zenit St Petersburg itu telah membuktikan ketangguhannya dalam duel udara maupun penyelesaian di kotak penalti. Dua dari tiga golnya dicetak melalui kepala dan memenangi duel udara.
Satu gol lagi, yakni penalti saat melawan Spanyol, bermula dari perebutan bola di udara antara Dzyuba dan Gerard Pique. ”Gangguan” dari Dzyuba membuat Pique menyentuh bola dengan tangannya. Eksekusi penalti secara dingin, yang dilakukan sendiri oleh Dzyuba, membuat Rusia menyamakan skor menjadi 1-1.
Pengatur ritme
Jika Dzyuba menjadi meriam Rusia, suplai amunisi disandarkan kepada Golovin. Gelandang pekerja keras yang kabarnya tengah diincar banyak klub elite Eropa itu berperan sentral dalam mengatur ritme serangan Sbornaya.
Golovin, seperti dikutip oleh Match TV, mengatakan, saat melawan Kroasia, timnya akan menggunakan semua keunggulan mereka dan mendikte permainan.
Ia pun menjawab kritik soal Rusia yang selama empat partai di Piala Dunia 2018 tidak pernah mendominasi penguasaan bola. Paling tinggi penguasaan bola Rusia hanya mencapai 46 persen.
”Jika sebuah tim tidak banyak mengontrol bola, bukan berarti mereka lebih lemah ketimbang lawan. Itu hanya masalah gaya yang berbeda saja,” kata Golovin.
Menurut dia, penguasaan bola sepanjang pertandingan bukanlah menjadi tujuan tim, melainkan hasil akhir. ”Tim yang paling bekerja keras dan ngotot yang akan memenangi laga melawan Kroasia,” ucap Golovin.