Melihat Soyuz dan Sputnik di Sela-Sela Piala Dunia Rusia
Oleh
Yulvianus Harjono dari Moskwa, Rusia
·3 menit baca
Selain dikenal dengan luas wilayahnya, yang terbesar di dunia, Rusia termasyhur dengan program-program luar angkasanya. Sejarah mencatat, negeri “Beruang Merah” adalah pionir dalam eksplorasi di luar Bumi, salah satunya mengirimkan Yuri Gagarin, manusia pertama di luar angkasa. Kompas berkesempatan mengintip “jagat angkasa” Rusia ini di sela-sela Piala Dunia 2018.
Sebuah monumen tinggi menjulang, seperti Monumen Nasional (Monas) di Jakarta, berdiri tegak seolah ingin menggapai langit di kawasan VDNKh, Moskwa. Jika ujung dari Monas adalah pahatan emas, maka ujung monumen setinggi 107 meter di Rusia itu adalah roket ulang-alik Rusia yang disebut Soyuz. Karena terbuat dari bahan titanium, salah satu logam langka di dunia, monumen itu nampak berkilauan akibat pantulan sinar matahari.
Di bawah monumen itu tertulis pahatan syair, “Dan jerih payah kami akhirnya dihargai/ Kami telah mengatasi ketidakberdayaan dan kegelapan, dalam tempaan sayap-sayap terbakar/ Ini demi negara kami/ Masa kini adalah milik kami.”
Pahatan syair itu merupakan “suara” dari para kosmonot, ilmuwan, programmer, dan insan-insan lain di balik kehebatan program luar angkasa Rusia, negara eks Uni Soviet. Di Rusia, mereka dianggap sebagai pahlawan nasional. Itu ditunjukkan dengan pahatan-pahatan wajah dan kepala yang juga terdapat di monumen itu.
Berabad-abad silam, sebelum Badan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA) dikenal luas publik sejagat lewat film-film Hollywood dan pencapaian monumentalnya, yaitu mengirim manusia pertama ke Bulan, Neil Armstrong, pada 1969, Uni Soviet jauh lebih dulu menggapai angkasa. Mereka menjadi negara pertama di dunia yang mampu mengirimkan satelitnya, yaitu Sputnik 1, ke orbit Bumi, pada Oktober 1957.
Uni Soviet juga negara yang pertama mengirimkan hewan ke luar angkasa, yaitu anjing bernama Laika. Ia menumpang Sputnik 2, wahana angkasa Rusia, yang dikirimkan ke orbit Bumi pada 3 November 1957. Sayangnya, Laika tewas sebelum Sputnik 2 menggapai orbitnya di angkasa. Empat tahun berselang, berkat sejumlah perbaikan, Soviet meluncurkan program ambisiusnya yang lain, yaitu Vostok 1.
Kali ini, Soviet tidak lagi mengirimkan hewan, melainkan manusia. Inilah awal dari pencapaian monumental Soviet yang dikenang luas publik sejagat, yaitu mengirimkan salah satu warga dan pilot terbaik di generasinya, Yuri Gagarin, ke luar angkasa. Drama perjalanan bersejarah Gagarin di luar angkasa ini diabadikan dalam film Rusia berjudul Gagarin: First in Space (2013).
Meskipun perjalanannya di orbit Bumi sangat singkat, yaitu hanya 180 menit, Gagarin telah mewujudkan impian terliar manusia, yaitu melintasi luar angkasa—wilayah tak bertuan yang diliputi kegelapan, kondisi nol gravitasi, dan sangat dingin. Keberhasilan Gagarin mengorbit Bumi menjadi alat propaganda terbesar Uni Soviet dan sekutunya saat itu, negara-negara Blok Timur, untuk memamerkan kedigdayaannya di dunia pada masa perang dingin.
Kalimat poyekhail alias “ayo pergi!” dalam bahasa Rusia yang disampaikan Gagarin jelang peluncuran roket yang membawa Vostok 1 saat itu menjadi frasa legendaris yang menandai babak baru atau era penaklukkan manusia di luar angkasa.
Setelah era perang dingin berakhir dan Uni Soviet runtuh, 1991 silam, negara Beruang Merah terus melanjutkan program luar angkasanya. Melalui badan antariksanya, Roscosmos, Rusia kini telah membuka diri dalam kerjasama eksplorasi luar angkasa dengan berbagai negara, termasuk NASA dari AS . Berdirinya ISS, yaitu sejak 1998 silam, adalah salah satu bentuk keterbukaan dan ambisi besar Rusia untuk terus menjelajah wilayah tidak bertuan.
Kini, Museum Antariksa Rusia yang menampilkan 85.000 benda koleksi, termasuk kapsul penyelamat yang digunakan Gagarin untuk kembali ke Bumi pada 1961 lalu, menjadi salah satu obyek wisata yang banyak dikunjungi wisatawan di sela-sela Piala Dunia 2018. Menariknya lagi, khusus selama Piala Dunia ini, pengunjung dapat memasuki kawasan ini dengan cuma-cuma!