Kembalinya Elang dari Carthage
Tunisia kehilangan dua pemain kunci di lini depan menjelang putaran final Piala Dunia 2018. Namun, tim asuhan pelatih Nabil Maaloul ini tetap optimistis bisa membuat kejutan di Rusia, seperti 40 tahun lalu saat menundukkan Meksiko.
Empat puluh tahun lalu, tim nasional Tunisia mengentak dunia. Skuad berjuluk ”Elang dari Carthage” ini menjadi tim Afrika pertama yang meraih kemenangan pada Piala Dunia. Mereka menundukkan Meksiko, 3-1, pada Piala Dunia Argentina 1978.
Namun, setelah kemenangan itu, negara asal Afrika tersebut tidak pernah lagi menang. Itu termasuk dua laga sisa pada Piala Dunia 1978 serta di tiga Piala Dunia selanjutnya, yakni Perancis 1998, Korea Selatan-Jepang 2002, dan Jerman 2006.
Kini, setelah 12 tahun absen di Piala Dunia, tim berkostum putih-putih itu kembali berpartisipasi pada Piala Dunia 2018. Pada kejuaraan sepak bola paling akbar di bumi yang kali ini berlangsung di Rusia itu, juara Piala Afrika 2004 tersebut bertekad meraih prestasi lebih baik.
”Saya yakin Tunisia bisa menjadi salah satu tim terbaik di Piala Dunia kali ini. Saya tidak berlebihan. Sekarang, kami berada di peringkat ke-14 dunia. Itu menunjukkan betapa baiknya kami dan kami akan membuktikannya nanti,” ujar penyerang Tunisia, Anice Badri, dikutip FIFA pada 30 April 2018.
Tunisia menjadi negara Afrika keempat yang lolos ke putaran final Piala Dunia setelah Mesir pada Piala Dunia Italia 1934, Maroko pada Piala Dunia Meksiko 1970, dan Zaire (kini Kongo) pada Piala Dunia Jerman Barat 1974. Namun, dibandingkan dengan tiga ”senior” itu, Tunisia menjadi tim Afrika yang penuh kejutan.
Mesir kalah pada laga tunggalnya di Piala Dunia 1934, Maroko menuai sekali kalah dan dua imbang dari tiga laga di Piala Dunia 1970, dan Kongo tiga kali kalah dari tiga laga pada Piala Dunia 1974. Sementara Tunisia meraih satu kemenangan, sekali imbang, dan sekali kalah pada tiga laga Piala Dunia 1978. Capaian itu cukup baik bagi tim debutan pada perhelatan empat tahunan itu.
Namun, setelah perhelatan itu, Tunisia tak lagi bisa membuat sensasi. Pada Piala Dunia 1998, tim dari negara berpenduduk 12 juta jiwa itu hanya sekali imbang dan dua kalah dari tiga laga. Hasil serupa mereka raih pada Piala Dunia 2002 dan 2006. Kemudian, mereka tidak pernah lagi lolos putaran final Piala Dunia.
Lebih percaya diri
Dua belas tahun kemudian, Tunisia pun berkesempatan lagi berpartisipasi di Piala Dunia. Mereka lolos ke putaran final Piala Dunia Rusia 2018. Dalam kesempatan kali ini, mereka berkeyakinan bisa membuat sensasi lagi, minimal menyamai prestasi empat dekade lalu.
Hal itu tak berlebihan jika melihat perjalanan Tunisia pada kualifikasi Piala Dunia 2018. Selama fase itu, skuad asuhan pelatih Nabil Maaloul itu tak terkalahkan, yakni meraih empat kali menang dan dua imbang dari enam laga. Hasil itu membuat mereka memuncaki klasemen Grup A kualifikasi Piala Dunia 2018 zona Afrika.
Setelah gagal pada Piala Afrika 2017 karena terhenti di perempat final setelah kalah 0-2 dari Burkina Faso, penampilan Tunisia setahun terakhir cukup baik. Karena tren positif itu pula, peringkat dunia mereka melejit dalam setahun ini, yakni dari peringkat ke-42 dunia per 27 April 2017 menjadi peringkat ke-14 per 31 Mei 2018. Berdasarkan daftar peringkat 7 Juni 2018, Tunisia berada di urutan ke-21 dunia. Saat ini, Tunisia tercatat sebagai tim dengan peringkat dunia tertinggi di Afrika.
Kondisi itu memberikan kepercayaan diri lebih untuk para pemain dan jajaran pelatih. Apalagi, dalam tiga laga persahabatan jelang Piala Dunia 2018, ”Pasukan Elang” menuai hasil sangat positif, yakni menang 1-0 atas Iran pada 24 Maret, menang 1-0 atas Kosta Rika pada 28 Maret, dan menahan Portugal 2-2 pada 29 Mei.
Mantan pemain bertahan yang membela Tunisia pada Piala Dunia 1998, Hatem Trabelsi, berpesan, percaya diri memang jadi salah satu kunci utama menatap Piala Dunia kali ini. ”Namun, mereka juga harus tetap realistis. Tidak ada laga mudah di Piala Dunia, termasuk ketika menghadapi Panama,” ujar mantan pemain Manchester City dan Ajax Amsterdam itu, dikutip FIFA.
Kehilangan pemain utama
Kendati punya tren positif, Tunisia memang patut tetap waspada. Selain akan menghadapi lawan tim-tim terbaik dari setiap zona, mereka pun tengah menghadapi badai cedera. Bahkan, sedikitnya dua pemain utamanya cedera parah sehingga tidak akan tampil pada Piala Dunia 2018.
Tunisia pasti tidak bisa membawa motor serangan Youssef Msakni. Penyerang yang telah membukukan 9 gol dan 49 laga bersama Tunisia itu cedera ligamen lutut ketika membela klubnya, Al Duhail, di Liga Qatar pada awal April. Msakni harus menepi 3-4 bulan sehingga dipastikan melewatkan Piala Dunia 2018.
Rekan Msakni di lini depan, Taha Yassine Khenissi, menyusul cedera paha saat membela klubnya, ES Tunis, di Liga Tunisia pada awal Mei. Cedera itu membuat penyerang yang membukukan 5 gol dan 26 laga di timnas tersebut harus menepi sebulan dan juga harus absen pada Piala Dunia 2018.
Di tengah badai cedera itu, kubu Tunisia coba memanggil sedikitnya 12 pemain yang berbasis di Eropa dalam skuad sementara. Mereka adalah pemain asli Tunisia di Eropa dan pemain Eropa keturunan Tunisia.
Salah satu pemain itu adalah bek tengah Leicester City, Yohan Benalouane. Pemain berusia 31 tahun kelahiran Perancis itu menerima panggilan Tunisia untuk memenuhi mimpinya tampil di Piala Dunia. ”Ini sesuatu yang penting, saya sangat senang. Bagi saya, ini emosi besar (bermain untuk Tunisia) karena berada di lapangan dengan kostum negara, itu selalu istimewa. Saya harap kami bisa melakukan sesuatu yang bagus di Piala Dunia,” ujarnya dikutip Leicester Mercury.
Kebijakan itu sempat memicu pro-kontra. Pasalnya, pemain-pemain berbasis di Eropa itu minim pengalaman internasional. Apalagi, sebelumnya Tunisia sangat solid dengan para pemain yang terlahir dari kompetisi lokal.
Kebijakan itu dikhawatirkan membuat tim menjadi retak. Akan tetapi, pelatih Maaloul memastikan bahwa hal itu tidak terjadi di tim. ”Semua berjalan baik dengan para pemain baru. Sekarang, kami fokus memperkuat kerja sama pemain lama dan baru,” tuturnya.
Melihat grafik permainan yang apik serta persiapan dan kepercayaan diri yang cukup baik, Tunisia bisa jadi akan menjadi batu sandungan Belgia dan Inggris yang lebih diunggulkan di Grup G. Seburuk-buruknya nasib, mereka bisa meraih satu kemenangan atas Panama.
Paling tidak, kemenangan itu bisa mengobati rasa penasaran mereka yang sudah sangat lama tak menang di Piala Dunia. ”Jangan salah, kami akan mengerahkan semua kekuatan terbaik untuk mencapai tujuan kami di Rusia, yakni mencapai putaran kedua,” ujar Maaloul.