Iran Ingin Patahkan Belenggu Lama
Tim nasional sepak bola Iran merupakan salah satu tim raksasa yang sangat disegani di tingkat Asia. Iran sudah empat kali menembus putaran final Piala Dunia dalam 20 tahun terakhir dan Piala Dunia 2018 akan menjadi yang kelima kalinya.
Namun, Iran masih terikat belenggu yang sulit dipatahkan di Piala Dunia, yaitu selalu gagal di fase grup. Belenggu itu membuat Iran kalah dalam adu gengsi jika dibandingkan dengan beberapa raksasa sepak bola Asia lainnya.
Korea Selatan yang juga sering menembus Piala Dunia pernah mencapai semifinal pada Piala Dunia 2002 dan babak 16 besar pada Piala Dunia 2010. Korea Utara yang baru dua kali mengikuti Piala Dunia pernah menembus perempat final pada Piala Dunia 1966. Arab Saudi menembus babak 16 besar pada Piala Dunia 1994.
Jepang juga pernah menembus babak 16 besar pada Piala Dunia 2002 dan 2010. Australia yang mengikuti babak kualifikasi di zona Asia juga pernah berada di babak 16 besar pada Piala Dunia 2006.
Hal itu membuat Pelatih Iran Carlos Queiroz ingin agar Iran mampu mematahkan belenggu lama itu. Queiroz berhasrat agar Iran mampu menunjukkan kemampuan terbaik mereka dan melaju ke fase gugur.
Keinginan itu tentu bukan hal yang mudah diwujudkan. Iran berada di Grup B bersama tim- tim kuat, yakni juara dunia 2010, Spanyol; juara Piala Eropa 2016, Portugal; dan tim ”Singa Atlas” Maroko.
”Bertanding melawan Spanyol, Portugal, dan Maroko akan menjadi kesempatan besar bagi para pemain kami untuk menunjukkan mengapa mereka ada di sini. Terutama untuk menunjukkan mereka layak berada di sini. Saya yakin kami akan melakukannya dengan baik,” kata Queiroz.
Pelatih asal Portugal itu yakin, tim Iran saat ini sudah berkembang menjadi tim yang sangat kuat dan mampu bersaing melawan tim-tim kuat dari Eropa dan Afrika. Iran sudah mengalami banyak perubahan sejak dia latih pada 2011.
Iran menjalani laga kualifikasi Piala Dunia 2018 zona Asia dengan sempurna. Dari 18 laga yang dijalani pada putaran kedua dan ketiga, Iran tidak terkalahkan.
Iran memenangi 12 laga dan ditahan imbang pada enam laga. Tim negara Persia itu mencetak 36 gol dan kebobolan 5 gol. Negara-negara kuat di Asia, seperti Korea Selatan, Uzbekistan, dan Qatar, pernah merasakan pahitnya kekalahan dari Iran.
Pada laga persahabatan yang digelar sebagai persiapan menuju ke Piala Dunia, Iran juga menunjukkan hasil yang bagus. Dari delapan laga, Iran memenangi enam laga, sekali imbang, dan sekali kalah. Hasil imbang itu diperoleh Iran saat menghadapi Rusia, tuan rumah Piala Dunia 2018, dengan skor 1-1.
Dengan modal penampilan yang prima itu, Queiroz berharap timnya dapat bersaing melawan ketiga lawan yang tangguh dan melaju ke fase gugur. Iran akan bermain menyerang dan tidak akan sekadar bertahan untuk menghadapi tim yang lebih kuat, seperti Spanyol dan Portugal.
Bagi Queiroz, permainan menyerang lebih cocok bagi Iran dan membuat peluang untuk menang menjadi lebih besar. Untuk lolos ke babak 16 besar, Iran harus bermain menyerang dan merebut kemenangan yang berharga.
Jika hanya bermain bertahan, Iran tidak bakal memiliki peluang untuk menang dan sulit lolos dari fase grup.
Di bawah asuhan Queiroz, gaya permainan Iran berubah menjadi jauh lebih efektif. Permainan yang cepat dan penuh variasi serangan membuat Iran menjadi tim yang agresif.
Tim berjuluk ”Singa Persia” itu mampu bermain dengan kombinasi umpan pendek dan umpan panjang. Mereka juga prima dalam menyerang dengan umpan silang melalui kedua sayap.
Namun, senjata Iran yang paling berbahaya adalah serangan dari bola mati. Para pemain Iran yang berpostur tinggi sangat unggul dalam duel-duel udara.
Mereka juga berlatih khusus untuk memanfaatkan bola liar di sekitar kotak penalti. Beberapa gol Iran dihasilkan dari bola liar yang gagal diantisipasi oleh para pemain lawan.
Perubahan Iran
Queiroz menjadi otak dari perubahan gaya permainan Iran yang menjadi semakin baik. Perubahan itu terjadi setelah Queiroz dikontrak Iran pada 2011. Saat itu, Iran baru saja gagal lolos ke Piala Dunia 2010. Setelah itu, Iran juga gagal pada Piala Asia 2011, terhenti di perempat final.
Iran kemudian mengalami krisis pelatih karena dua pelatih baru yang ditunjuk menolak untuk melatih. Pilihan Federasi Sepak Bola Iran akhirnya jatuh kepada Carlos Queiroz.
Quieroz memiliki daftar pengalaman yang panjang dalam kepelatihan. Pelatih yang kini berusia 65 tahun itu pernah melatih tim besar, seperti Sporting Lisbon, Real Madrid, dan menjadi asisten pelatih Manchester United. Queiroz juga pernah melatih timnas Portugal, Uni Emirat Arab, dan Afrika Selatan. Namun, tidak ada satu prestasi pun yang ditorehkan.
Saat mulai melatih Iran, Queiroz mulai memanggil banyak pemain muda untuk menggantikan para pemain senior. Hanya beberapa pemain senior yang disisakan sebagai perekat tim.
Queiroz mengenalkan permainan yang lebih efektif dalam menyerang. Gaya permainan Inggris yang mengandalkan umpan panjang dan permainan Eropa Selatan yang mengandalkan umpan pendek dari kaki ke kaki coba digabungkan.
Meskipun belum secara sempurna, para pemain Iran sudah mampu mengadaptasi gaya tersebut. Iran akhirnya lolos ke Piala Dunia 2014 di Brasil.
Sebagian pemain senior yang ada dari Piala Dunia 2014 tetap dipertahankan Queiroz hingga kualifikasi Piala Dunia 2018. Namun, mantan kiper itu juga memanggil banyak pemain muda yang berbakat. Mereka diberi kesempatan untuk tampil dan menunjukkan potensinya.
Beberapa uji coba yang dilakukan Queiroz ternyata dapat memunculkan pemain-pemain muda yang luar biasa. Salah satunya adalah Sardar Azmoun.
Azmoun merupakan penyerang yang suka bekerja keras, lincah, cerdik dalam mengolah bola, dan tajam dalam mencetak gol. Penyerang berusia 23 tahun itu pandai dalam memilih momen untuk mengubah umpan menjadi gol. Pada babak kualifikasi Piala Dunia, Azmoun mencetak 11 gol.
Dalam banyak laga, Azmoun mau turun ke wilayah pertahanan untuk mencari bola dan melakukan serangan balik. Kecepatan dan kelihaiannya melewati bek-bek lawan membuat serangan balik Iran menjadi berbahaya. Kemauannya bekerja keras mencari bola membuat Queiroz sering memercayai Azmoun di posisi ujung tombak.
Selain Azmoun, Queiroz juga menemukan Mehdi Taremi (25) dan Alireza Jahanbakhsh (24) di lini depan. Keduanya dapat dimainkan sejajar dengan Azmoun dalam formasi 4-4-2 atau menjadi penyerang sayap kiri dan kanan pada formasi 4-2-3-1.
Taremi dan Jahanbakhsh memiliki kecepatan dan mampu mendistribusikan bola dengan baik. Dengan umpan dari keduanya, tugas Azmoun mencetak gol menjadi lebih mudah.
Keduanya juga sering membantu mencetak gol dari lini kedua. Jika serangan Azmoun gagal, lawan tidak boleh merasa aman karena Taremi dan Jahanbakhsh masih dapat mencetak gol dari sekitar kotak penalti.
Meskipun mengandalkan para pemain muda, Queiroz tetap mempertahankan beberapa pemain senior, seperti Ashkan Dejagah (31), Omid Ebrahimi (30), dan Ehsan Hajsafi (28), untuk menenangkan para pemain muda dalam kondisi kritis, menyatukan tim, dan memimpin rekan-rekannya di lapangan.
”Saya siap tampil di Piala Dunia. Saya dan rekan-rekan akan bekerja keras untuk mendapat hasil terbaik di Rusia. Kami tidak mau hadir hanya untuk menjadi pelengkap. Selama ini, kami menunjukkan kami adalah tim yang kuat,” kata Ebrahimi.
(AFP/Reuters/AP/ECA)