SOLO, KOMPAS - Indonesia meraih 8 medali emas, 14 medali perak, dan 4 medali perunggu pada Grand Prix Paralimpiade Atletik Dunia di Beijing, China, 7-15 Mei 2018. Torehan atlet juga jauh lebih baik dibandingkan dengan saat latihan.
Pada ajang itu, Indonesia mengirim 27 atlet Paralimpiade. Emas diraih Zaenal Arifin dari nomor balap kursi roda 200 meter klasifikasi T54, mengalahkan peraih medali perak Paralimpiade Rio dari China dengan mencatatkan waktu tercepat 24,8 detik. Selain meraih emas, Zaenal juga meraih perak untuk nomor 100 meter.
Atlet lain yang juga meraih emas meliputi Rasyidi dari nomor lompat jauh dan lari 100 meter (T44), Famini dari nomor lempar cakram dan lempar lembing (F56), Sutarno dari tolak peluru (F63), serta Sapto Yogo di nomor lari 100 meter (T37).
Pelatih atletik, Abdul Azis, mengatakan, secara umum atlet mencatatkan hasil lebih baik daripada saat latihan. Setyo Budi, misalnya, meraih perak lompat jauh (F47) dengan lompatan sejauh 6,92 meter. Sebelumnya, lompatan terjauhnya 6,77 meter.
Raihan para atlet itu sangat menggembirakan mengingat pelatnas saat ini masih tahap persiapan umum. Masih ada sisa waktu lebih kurang empat bulan untuk menajamkan prestasi atlet atletik Paralimpiade.
”Para atlet yang bertanding itu saya nilai belum mencapai puncak kemampuannya,” kata Azis.
Sejauh ini tim atletik Paralimpiade Indonesia belum bisa menentukan target raihan emas pada Asian Para Games Jakarta. Meski demikian, setidaknya 10-11 nomor atletik berpeluang mendapat emas. ”Sebanyak 10-11 nomor itu fifty-fifty dapat emas. Kalaupun dapat setengahnya, kita sudah dapat lima emas di Asian Para Games,” katanya.
Voli duduk
Sementara itu, timnas bola voli duduk putri yang mengikuti kejuaraan tunggal Women’s World Super 6 di Chengdu, China, 3-14 Mei lalu, mampu menempati peringkat kelima dunia di bawah China, Rusia, Ukraina, dan Jepang. Pemain nasional Anisa T Lestari juga menyabet predikat pemain receiver terbaik.
”Tim bola voli duduk putri ini baru pertama kali mengikuti kompetisi kelas dunia, mereka masih canggung. Hal itu menjadi referensi bagi kami untuk membenahi penampilan atlet. Secara teknik, kami mampu mengimbangi tim-tim unggulan,” kata pelatih tim voli Indonesia Ahmad Suparto.
Hasil positif juga dihadirkan timnas tenis meja pada kejuaraan Slovenia Terbuka di Slovenia, 5-13 Mei 2018. Atlet pelatnas tunggal putri (kelas 11) yang juga peraih emas ASEAN Para Games, Malaysia, Ana Widyasari, mampu membuat kejutan saat mengalahkan petenis meja peringkat pertama di Asia dari Hongkong, Ng Mui Wui, dengan skor telak 3-1. Ana juga mengalahkan petenis-petanis meja terbaik Jepang yang masuk dalam tiga besar Asia, Sayuri Mio dan Maki Ito.
Hal ini mengejutkan karena Ana belum memiliki peringkat Federasi Tenis Meja Internasional (ITTF) dan baru pertama kali ini terjun dalam kejuaraan tunggal tingkat dunia. Langkah Ana terhenti di delapan besar, dikalahkan atlet Polandia.
”Ana ini kuda hitam. Dia sebenarnya belum ditargetkan meraih emas di Asian Para Games meski sekarang bisa mengalahkan pemain nomor 1 Asia. Di atas kertas, dia bisa merebut medali emas di Asian Para Games,” kata pelatih kepala tim tenis meja, Rima Ferdianto.
Selain uji kemampuan, keikutsertaan di Slovenia Terbuka juga untuk mencari peringkat ITTF bagi atlet sebagai bekal di Asian Para Games. Di cabang ini, Indonesia menargetkan meraih dua emas dari nomor ganda putra kelas 10 dan kelas 5.
Di ajang Slovenia Terbuka, petenis meja andalan Indonesia, David Jacobs, tak diikutsertakan. David akan dimainkan di Indonesia Terbuka, Juli mendatang.
Ketua Umum Komite Paralimpiade Nasional (NPC) Indonesia Senny Marbun mengatakan, raihan pada uji tanding di tiga kejuaraan dunia itu menambah optimisme Indonesia untuk menembus peringkat lima di ajang Asian Para Games 2018. ”Proses pelatnas selama ini menunjukkan hasil positif. Kita akan terus berjuang ke lima besar,” katanya. (RWN)