MADRID, MINGGU Raksasa Jerman, Bayern Muenchen, datang ke Spanyol membawa setumpuk dendam dan kemarahan atas Real Madrid di laga kedua semifinal Liga Champions, Rabu (2/5/2018) dini hari WIB. Mereka wajib mengusir trauma di Santiago Bernabeu jika ingin lolos ke final dan membalikkan kekalahan 1-2 di laga pertama.
Peluang Bayern ke final Liga Champions, yang terakhir dicapainya setengah dekade silam, masih terbuka. Bayern bakal bermain total, bahkan kejam, demi ambisi itu.
”Kami tidak bakal menyerah. Kami pernah menang 2-1 di sana (Santiago Bernabeu). Di sana, kami tidak akan kekurangan peluang. Namun, kami butuh insting membunuh di level berbeda,” ujar Thomas Mueller, penyerang Bayern, menatap laga kedua semifinal itu.
Mueller seolah mengalami deja vu. Musim lalu, Bayern juga bertemu Real, yaitu di perempat final. Saat itu, Bayern juga kalah 1-2 di duel pertama di Jerman. Di Spanyol, Bayern mengamuk dengan memukul balik Real, 2-1.
Karena skor kedua tim identik di kedua pertemuan, laga di Bernabeu itu harus dilanjutkan dengan perpanjangan waktu. Babak ekstra itu berakhir antiklimaks bagi ”FC Hollywood”, julukan Bayern. Tampil pincang, setelah gelandang Arturo Vidal diusir wasit, gawang Bayern tiga kali dibobol Madrid melalui Cristiano Ronaldo dan Marco Asensio.
Kubu Bayern, khususnya Mueller, belum bisa melupakan laga yang menjadi mimpi buruk itu. Mueller merasa kemenangan timnya ”dirampas” wasit Viktor Kassai asal Hongaria, yang memimpin laga saat itu.
Laga itu memang diwarnai banyak kontroversi, antara lain terkait kartu merah Vidal dan dua dari tiga gol Ronaldo yang berbau off-side. ”Sangat sulit jika Anda melawan 14 pemain dengan hanya sepuluh orang di lapangan,” ungkap Mueller menyindir Real dan jajaran wasit saat itu.
Inferioritas
Masalah kepemimpinan wasit menjadi alibi terakhir Bayern guna menutupi inferioritas mereka atas Real di Bernabeu. Ditilik dari sejarah, Bayern punya jejak trauma yang panjang atas Real. Dalam enam lawatan terakhirnya ke Bernabeu, tidak sekali pun Bayern mampu menundukkan sang tuan rumah.
Padahal, berbagai upaya telah dilakukan, seperti mendatangkan Pep Guardiola, manajer yang punya rekam jejak bagus melawan Real, pada 2013. Hasilnya, Guardiola dan Bayern kalah telak, yaitu agregat gol 0-5 dari Real, di semifinal Liga Champions musim 2013-2014. Ketika itu, Real yang diasuh Pelatih Carlo Ancelotti finis sebagai juara.
Tiga musim berselang, Bayern belum juga mampu mengalahkan Real, musuh terburuknya di Eropa. Padahal, ironisnya, di musim itu, mereka diasuh Ancelotti yang ”dibajak” dari Real. Kegagalan di musim ini lantas membuat Ancelotti didepak dari Bayern.
Rasa frustrasi, berkali-kali hanya bisa menembus semifinal, mendorong petinggi Bayern akhirnya kembali ke pelatih favoritnya yang sempat menyatakan pensiun, yaitu Jupp Heynckes. Tidak seperti Ancelotti dan Guardiola, pelatih 72 tahun itu punya banyak memori indah bersama FC Hollywood.
Pada musim 2011-2012, Heynckes membawa Bayern menyingkirkan Real di semifinal melalui drama adu penalti setelah kedua tim menyelesaikan 180 menit kedua laga di waktu normal dengan agregat 2-2.
Selain pernah menyingkirkan Real, Heynckes juga punya rekam jejak mengerikan di Liga Champions. Ia selalu membawa timnya ke final Liga Champions sehingga sempat dijuluki ”Mr Final”.
Puncaknya, Heynckes mengantarkan Bayern menjadi juara di musim 2012-2013 dengan membekap Borussia Dortmund asuhan Juergen Klopp yang kini melatih Liverpool.
Rentetan memori indah bersama Heynckes itu ingin diulangi Bayern saat ini. Heynckes yakin bisa mengalahkan Real, tim yang dikalahkan Juventus, 1-3, di Bernabeu pada babak sebelumnya.
”Kami tidak akan menyerah. Kami akan bermain tanpa beban. Madrid rapuh di belakang,” kata Heynckes.
Real terancam tanpa Isco dan bek Dani Carvajal yang cedera. Namun, Pelatih Real Madrid Zinedine Zidane percaya diri timnya bisa tetap tampil maksimal.
Ia bahkan menjanjikan penampilan terbaik Real tahun ini. ”Kami siap dan punya tekad lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya,” ujar Zidane. (AFP/JON)