Pantauan Kompas di pelatnas angkat besi, Markas Komando Pasukan Marinir 2, Jakarta, Senin (19/3) petang, Eko berlatih penuh semangat. Wajahnya ceria dan bisa bergurau dengan rekan-rekannya di sela-sela berlatih. Sesekali, ia turut memberikan masukan kepada rekan yang tidak melakukan teknik angkatan dengan ideal.
Atlet kelahiran Metro, Lampung, 24 Juli 1989, itu mengatakan, dirinya lega setelah tahu kelas 62 kg tetap dilombakan pada Asian Games. Sebelumnya, kelas 62 kg terancam tidak dilombakan menyusul pencoretan yang tertuang dalam surat edaran Federasi Angkat Besi Asia (AWF), 11 Februari. Setelah keputusan itu, Eko sempat berencana pindah ke kelas 69 kg.
Menurut atlet bertinggi 157 sentimeter itu, dirinya bisa saja pindah ke kelas 69 kg dan turut bertanding pada Asian Games 2018. Namun, ia ragu dapat berprestasi di kelas tersebut. ”Kalau sekadar meningkatkan berat badan dan batas kemampuan untuk tembus ke kelas 69 kg, saya masih bisa. Namun, untuk berprestasi, itu sulit. Sebab, saya belum pernah bertanding di kelas itu dan tidak tahu peta persaingannya,” ujar Eko.
Akan tetapi, angin segar muncul. Pada 18 Maret, Dewan Olimpiade Asia (OCA) mengirim surat kepada Panitia Penyelenggara Asian Games Indonesia (Inasgoc) bahwa kelas 62 kg tetap ada di Asian Games 2018. ”Saya sangat bersyukur kelas 62 kg tetap ada. Hal ini membuat saya kembali optimistis bisa berprestasi pada Asian Games nanti. Sebab, sejak awal, saya memang fokus di kelas 62 kg,” tegas Eko.
Saat ini, Eko fokus mengembalikan kondisi tubuhnya setelah menderita tifus selama lebih kurang satu bulan. Ia sudah berlatih kembali, Senin pekan lalu.
”Sekarang, saya fokus latihan pemulihan massa otot selama satu bulan ke depan. Selanjutnya, saya akan latihan pematangan kekuatan dan teknik lagi. Saya juga berupaya menurunkan berat badan minimal 1 kg per bulan. Apalagi, selama menanti keputusan kelas 62 kg, saya sempat menahan berat badan di kisaran 65-66 kg agar mudah jika memang harus naik ke kelas 69 kg,” katanya.
Pelatih kepala angkat besi Dirdja Wihardja menyampaikan, pada usia Eko yang sudah hampir 30 tahun, pelatih memberikan porsi latihan lebih efektif untuk Eko. Pelatih mengarahkan Eko agar fokus melatih kekurangannya. ”Kalau masih muda, latihan Eko sporadis, yakni terus fokus ke peningkatan power. Namun, sekarang, karena sudah tak muda lagi, latihan Eko dibuat lebih cerdas, yakni fokus pada hal-hal yang masih kurang dari dirinya,” tutur Dirdja. (DRI)