Srunita Sari Sukatendel Buktikan Tetap yang Terbaik di Kelasnya
Oleh
Korano Nicolash LMS
·5 menit baca
Hal ini dibuktikan, setelah tanpa didampingi seorang pengurus PB FORKI pun, termasuk pelatih maupun manajer tim, Sari mampu lolos ke babak final kumite kelas -50 Kg World Premier League World Karate Federation (WPL WKF) Seri III Rotterdam 2018 yang berlangsung Jumat (16/3) s.d Minggu (18/3), di Belanda.
Seperti diketahui, Sari dari Sumatera Utara bersama Cok Istri Agung Sanistyarani (Bali), peraih emas SEA Games 2017 kumite -61 kg putri, Sisilia Agustiani Ora (Jawa Timur), kata perorangan putri, dan Ahmad Zigi Zaresta Yuda (Nusa Tenggara Barat), kata perorangan putra, Minggu (11/3) lalu, berangkat ke Rotterdam dengan biaya dari KONI Daerah masing-masing.
Keempat karateka ini awal Januari lalu meninggalkan Pelatnas Terbatas PB FORKI untuk ke WPL Paris. Setelah Sekretaris Jenderal PB FORKI Lumban Sianipar, secara sepihak menentukan pelatih dan manajer tim untuk Pelatnas Terbatas WPL Paris tersebut.
Setelah keempat karateka itu mengundurkan diri, PB FORKI tetap memaksa untuk mengirimkan Dessyinta Rakawuni Banurea, peraih perunggu SEA Games 2017 +68 kg putri, Iwan Bidu Sirait, peraih medali emas -55 kg putra SEA Games 2017, serta Krisda Putri, peraih medali perak Premier League Dubai, Maret 2017, asal Sumsel.
Ke-3 karateka itu didampingi dua pelatih yakni Syamsuddin dan Omita Olga Ompi serta Manajer Tim M Jack Napitupulu. Tetapi tidak memperoleh hasil yang memuaskan. Mengingat ketiganya langsung kalah pada pertandingan pertama.
Kesalahan tersebut diulangi PB FORKI lagi ketika mengirim tim yang tidak jauh berbeda untuk mengikuti WPL Seri II Dubai, Februari lalu. Dessyanta, Iwan dan Krisda yang juga pernah mencapai peringkat dunia 41, 74 dan 49, harus kalah pada pertarungan pertama mereka.
Tetapi pada Seri III Rotterdam ini PB FORKI tidak lagi mengirimkan ke tiga karatekanya yang sudah mengikuti Pelatnas Asian Games PB FORKI yang digelar mulai 7 Februari lalu di Padepokan Judo, di Ciloto, Jawa Barat.
Sementara di penghujunug Februari lalu, Ketua Umum PB FORKI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo sudah menegaskan untuk mengikuti-sertakan ke-4 karateka yang meninggalkan Pelatnas Terbatas WPL Paris pada seleksi PB FORKI sebelum entry by name Asian Games 2018. Selain itu mereka juga diizinkan untuk mengikuti WPL, Seri Karate One maupun kejuaraan tingkat dunia lainnya.
Itu sebabnya, Sari dan ke tiga rekannya selain mengikuti Seri WPL WKF Rotterdam, memiliki misi utama untuk tetap mempertahankan peringkat dunia mereka, agar kelak bisa berada di bawah 50 besar dunia. Sebab hanya dengan begitu mereka dapat memperoleh tiket untuk membela Merah-Putih di Olimpiade 2020 Tokyo.
Sari yang turun lebih dulu, Jumat (16/3) lalu, mampu menghempang karpet merah ke final. Setelah menundukkan Moldir Zhangbyrbay dari Kazakstan dengan skor 1-1. Sari menang hantai atau mendapatkan poin lebih dulu atas Moldir. Kemudian menang 3-2 atas Sara Bahmanyar asal Iran, serta menundukkan Elena Stepanova dari Rusia, 1-0. Dengan begitu di final yang bakal berlangsung Minggu (18/3) ini, Sari akan menantang Shara Hubrich andalan Jerman.
Menurut Sisil yang sudah lebih dulu kalah 2-3 pada pertarungan pertamanya dari Alexandra Feracci, Prancis, "Karena hubungan baik Tim Manajer Zulkarnaen Purba dan Pelatih Kepala Philip King Galedo, yang sudah mendampaingi kami sejak dulu, maka di sini, baik Sari juga Coki didampingi pelatih Belanda," tulisnya melalui aplikasi pesan Whatsapp.
Sepanjang karier Sari yang 28 Agustus nanti genap berusia 26 tahun, di WPL ia sudah mengoleksi 2 medali perak dari WPL Jakarta 2013 dan AKF 2017 Kazakstan. Serta meraih 3 medali perunggu pada WPL Jakarta 2014, WPL Rotterdam 2016. serta WPL Salzburg 2017.
Itu sebabnya, tidak heran atlet produk PPLP Sumatera Utara ini, menjadi karateka Indonesia satun-satunya dengan peringkat dunia terbaik saat ini. Sebab Sari pernah mencapai peringkat 7 dunia.
Sedangkan Coki di Rotterdam hanya mencapai 8 besar. Setelah menundukkan Melinda Michel (Swiss) 3-2, Shiori Nakamura (Jepang) 2-0. Tetapi kalah dari Anzhelika Terliuga asal Ukraina, 8-0 yang berhak melaju partai ke semi final.
Zigi yang dapat bay juga mampu mengalahkan Michael du Plessis (Afrika Selatan) 4-1. Tetapi pada pertarungan ke duanya, Zigi harus menyerah kalah 2-3 dari Enzo Montarello asal Prancis.
Tentu dengan hasil tersebut secara tidak langsung sudah menyalahi pendapat Lumban Sianipar, Sekjen PB FORKI yang kepada Kompas menegaskan, "Mental mereka tentu sangat tertekan dengan tidak diikut-sertakan di Pelatnas Ciloto."
Kompas sempat mengingatkan agar Lumban yang juga mengaku sudah mendapat Surat Keputusan Ketua Umum PB FORKI untuk menjadi penanggung jawab Pelatnas karate untuk Asian Games 2018, melepaskan kepergian ke-4 karateka terbaik Indonesia itu, Minggu (11/3) lalu.
Tetapi Lumban yang ditemui Kompas saat tengah menyaksikan pelaksanaan seleksi ke-28 karateka berikut 7 pelatih Pelatnas Asian Games di Padepokan Judo, di Ciloto, Jawa Barat, menegaskan kalau dirinya tidak bisa melepaskan kepergian ke-4 karateka tersebut. "Karena saya tidak enak dengan anak-anak yang ada di Ciloto sini," ucapnya saat itu.
Bukti kemampuan
Madju Dharyanto Hutapea, Komandan Asean Martial Arts Games 2009, mengaku senang dengan hasil yang bisa dicapai Sari dan kawan-kawannya. "Mereka sudah membuktikan kemandirian mereka. Harusnya penanggung jawab Pelatnas malu dengan hasil yang ditunjukan anak-anak ini," katanya.
Kalau memang Lumban Sianipar berbesar hati, menurut Madju, harusnya ketika Sari dan kawan-kawannya kembali, mereka bisa langsung diikut-sertakan di Pelatnas Ciloto. "Sebab kalau tidak justru mereka yang ada di Ciloto, terutama pelatih dan manajer tim-nya akan lebih malu lagi," ujarnya.
Sebab di WPL akan terbukti, kalau ternyata ke tiga karateka yang sudah mereka latih dan memperoleh berbagai fasilitas ternyata tidak bisa memperlihatkan prestasi seperti yang sudah ditunjukan Sari dan kawan-kawannya di Rotterdam."
Madju juga minta, agar menpora mengikuti dengan saksama pelaksanaan Pelatnas karate. "Sebab berbagai cabang bicaranya sudah uji coba. Tetapi karateka saya dengar baru akhir Mei atau awal Juni melakukan seleksi terakhir mereka, hanya untuk mencari 8 karatreka terbaiknya," kata Madju.
"Saya khawatir, kalau pelaksanaan Pelatnas-nya seperti saat ini, jangan-jangan cabang karate atau PB FORKI tidak mampu memenuhi target perolehan medali emas yang sudah ditetapkan pemerintah," ucap mantan Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PB FORKI ini.