Giliran Direktur ”High Performance” Karate Mengundurkan Diri
Oleh
Korano Nicolash LMS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Salah seorang pengurus pelatnas cabang karate untuk Asian Games 2018 Jakarta-Palembang kembali mengundurkan diri, menyusul perpecahan yang terjadi di tubuh Pengurus Besar Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia (PB Forki). Kali ini yang mengundurkan diri adalah Direktur High Performance, Frans Nurseto.
Pengunduran diri Frans Nurseto ini diketahui pihak PB Forki melalui surat yang dikirimkan lewat grup Whatsapp PB Forki, Kamis (1/2) siang.
”Sekalipun melalui Whatsapp, tentu kami menganggap resmi meski tidak diberikan tanggal. Hal ini tentu akan saya laporkan kepada ketua umum, Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo setelah kembali dari Timor Timur,” kata Lumban Sianipar, Sekretaris Jenderal PB Forki.
Frans Nurseto yang ditemui harian Kompas sehari sebelumnya menegaskan bahwa pengunduran dirinya dilakukan bukan hanya sebagai direktur high performance (HPD) pelatnas karate Asian Games 2018 ini, melainkan juga sebagai anggota bidang pembinaan prestasi PB Forki periode 2014-2018.
”Saya tidak mau dipermalukan dua kali. Sebab, kalau memang nama saya mau dimasukkan ya bukan sebagai high performance director. Sebab sejak pembubaran Satuan Pelaksanaan Program Indonesia Emas (Satlak Prima), istilah HPD juga sudah tidak ada,” ujar Frans.
Frans yang juga turut membuat program Satlak Prima itu mengungkapkan, jika posisi HPD tidak akan diterima Kementerian Pemuda dan Olahraga. ”Karena sudah tidak ada lagi Satlak Primanya,” kata Frans.
Lumban Sianipar menegaskan, menurut dirinya, sekalipun terjadi pengunduran diri di tubuh PB Forki, kepengurusan PB Forki di bawah Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo ini akan berakhir Juli nanti. ”Tetapi, karena ada Asian Games, baru Januari 2019 kami gelar Kongres-nya.”
Tidak kondusif
Sebelum pengunduran diri Frans Nurseto dari HPD Pelatnas Asian Games dan keanggotannya di Bidang Pembinaan Prestasi PB Forki ini, 4 karateka yang berada dalam peringkat 50 besar dunia sudah mengundurkan diri.
Mereka adalah Srunita Sari Sukatendel, peraih medali emas SEA Games 2017 nomor kumite -50 kg putri; Cok Istri Agung Sanistyarani, peraih emas SEA Games 2017 kumite -61 kg putri; Sisilia Agustiani Ora dari nomor kata perseorangan putri; dan Ahmad Zigi Zaresta Yuda (disiplin kata perseorangan putra). Keduanya peraih medali perak pada SEA Games 2017.
Mereka mengundurkan diri dari pelatnas terbatas PB Forki yang sedianya untuk mengikuti World Premier League (WPL) Paris, 26 Januari hingga 28 Januari lalu. WPL ini merupakan tempat memburu peringkat dunia agar bisa tampil di Olimpiade 2020 Tokyo nanti.
Pengunduran diri mereka berlangsung pada 5 Januari lalu. Setelah Sianipar, Sekjen PB Forki memindahkan pelatnas dari semula dilaksanakan di Hotel Belleza di kawasan Permata Hijau, Jakarta Selatan, ke salah satu hotel di kawasan Grogol, Jakarta Barat.
Setelah 4 karateka tersebut mengundurkan diri, tidak lama kemudian menyusul Pelatih Kepala Pelatnas Asian Games Philip King Galedo juga mengundurkan diri dari jabatannya per 19 Januari lalu.
Pengunduran diri Philip tidak hanya dari jabatan tersebut, tetapi juga sebagai salah satu anggota Bidang Kepelatihan PB Forki 2014-2018. ”Karate ini kan hanya hobi. Tetapi kalau suasananya sudah tidak nyaman lagi, ya lebih baik saya mengundurkan diri,” kata Philip ketika sudah menyerahkan surat pengunduran dirinya kepada PB Forki.
Gonjang-ganjing di PB FORKI yang ditandai pengunduran diri kareteka berikut pengurusnya tentu menimbulkan tanda tanya. Mengingat PB Forki merupakan salah satu cabang yang mampu melampaui target perolehan medali emas di SEA Games Kuala Lumpur lalu.
Menurut Wakil Sekjen PB FORKI Erik Ma’ruf, gonjang-ganjing yang menimpa PB Forki ini kebetulan pada tahun politik. ”Jangan-jangan untuk memberi citra negatif kepada ketua umum kami yang memang ingin mengajukan diri sebagai cawapres atau capres, maka muncul kasus ini.”
Erik yang mengaku sudah bergaul dengan Gatot Nurmantyo sejak masih berpangkat letnan kolonel mengatakan, pengunduran diri di pengurus PB Forki ini kasus biasa saja. ”Kalau kita memberi hukuman dan kemudian memutihkan agar keempat karateka terbaik kita bisa masuk ke pelatnas lagi. Toh sama saja dengan di TNI. Kalau salah, ya diberi hukuman dan kemudian diputihkan untuk kembali aktif lagi.”