”Gooners” Tak Perlu Meratapi Kepergian Sanchez
Henrikh Mkhitaryan (29), pemain ”genius” asal Armenia, merupakan alasan Gooners, fans Arsenal, tidak perlu meratapi kepergian Alexis Sanchez. Mkhitaryan diperkirakan bakal memperkaya taktik Arsenal.
Mkhitaryan hadir di Arsenal sebagai barter Sanchez yang hijrah ke Manchester United. Sebagian pihak berpendapat, Arsenal lebih dirugikan karena kehilangan Sanchez, pemain terbaiknya, dan mendapatkan Mkhitaryan yang semusim ini jarang dipakai di ”Setan Merah” sebagai penggantinya.
Pendapat ini terlalu prematur dan emosional. Di satu sisi, Sanchez dan Mkhitaryan jelas merupakan dua pemain yang berbeda karakter dan gaya bermain. Sanchez lebih tajam di kotak penalti dan ingin selalu menjadi pusat perhatian, sedangkan Mkhitaryan adalah tipikal pemain di ”belakang layar” yang lebih puas jika memberi banyak asis kepada rekan setimnya.
Jauh sebelum transfer alias barter itu terealisasi, Manajer Arsenal Arsene Wenger sebetulnya telah memendam kekaguman kepada Mkhitaryan. Wenger, yang pandai mengukur potensi pemain, terkesima dengan kemampuan pemain yang menguasai tujuh bahasa, seperti Jerman, Perancis, Rusia, dan Italia, itu saat masih membela Borussia Dortmund pada 2013-2016.
Pada musim terakhirnya di klub Jerman itu, yaitu pada 2015-2016, Mkhitaryan tampil fenomenal dengan mengemas 23 gol dan 32 asis. Ini hal yang sulit ditandingi pemain mana pun. Arsenal hanya kalah ”uang” dari MU, klub yang menggaet Mkhitaryan di musim panas 2016. Setan Merah menebusnya dengan harga 30 juta pound sterling atau Rp 600 miliar saat itu.
Kehebatan Mkhitaryan terbukti musim lalu. Ia menjadi pemain MU paling produktif di Liga Europa musim lalu dengan koleksi enam gol dari tujuh laga. Berkat jasanya, Setan Merah meraih trofi Liga Europa pertamanya sepanjang sejarah. Namun, kisah indah itu tidak berlanjut di musim berikutnya.
Performanya dianggap Manajer MU Jose Mourinho anjlok di musim 2017-2018 sehingga ia lebih banyak dicadangkan.
Kesalahan Mourinho
Artur Petrosyan, pelatih tim nasional sepak bola Armenia, punya pendapat berbeda dengan Mourinho. Ia menilai, kapten tim dan pemain yang paling dielu-elukan di Armenia itu adalah korban lain dari kebijakan ”salah asuh” Mourinho.
Bukan rahasia jika Mourinho selama ini tidak jarang menyia-nyiakan talenta hebat, seperti Kevin De Bruyne, Mohamed Salah, dan Romelu Lukaku. Ketiganya ”dibuang” Mourinho saat masih menangani Chelsea.
”Sangat bagus ia akhirnya meninggalkan (MU). Saya melihat, ia bermasalah dengan Mourinho. Gaya bermainnya (Mkhitaryan) lebih cocok dengan Arsenal. Arsene Wenger akan membuatnya lebih hebat,” ujar Petrosyan seperti dikutip The Telegraph.
Bukanlah rahasia jika Mourinho selama ini tidak jarang menyia-nyiakan talenta hebat seperti Kevin De Bruyne, Mohamed Salah, dan Romelu Lukaku. Ketiganya \'dibuang\' Mourinho saat masih menangani Chelsea.
Petrosyan menjelaskan, retaknya hubungan Mourinho dan Mkhitaryan terjadi karena sang pemain keberatan dengan instruksi ”Si Spesial”. Mkhitaryan diminta Mourinho untuk bermain lebih defensif, mundur ke belakang, dan membantu merebut bola dari lawan ketika timnya kehilangan bola.
Musim ini, MU memang acap kali bermain defensif ketika bertemu lawan-lawan besar seperti Manchester City dan Arsenal.
Penolakan keras serupa pernah dilakukan Eden Hazard, bintang Chelsea, dua musim lalu. Hazard keberatan dibebani tugas tambahan sebagai ”pemain bertahan ekstra” karena ia adalah pemain dengan naluri menyerang. Serupa Mkhitaryan, penampilan Hazard anjlok dua musim lalu yang berujung terpuruknya ”The Blues” dan kemudian dipecatnya Si Spesial.
Mengagumi Wenger
Bersama Wenger, Mkhitaryan akan lebih dibebaskan dalam berkreasi menyerang. Ia kebetulan juga mengagumi konsistensi Wenger akan pakem menyerang. Arsenal adalah tim impiannya saat masih remaja. ”Saya selalu bermimpi membela klub ini. Kini saya ada di sini dan akan memberikan yang terbaik untuk menciptakan sejarah. Saya selalu suka dengan cara bermain (menyerang) Wenger,” ujarnya.
Mkhitaryan juga tidak sabar untuk bermain dan berada satu lapangan dengan pemain yang ia kagumi, Mesut Oezil. Mkhitaryan, yang dikenal rendah hati, menyebut Oezil sebagai raja asis.
Oezil dan Mkhitaryan sebetulnya punya kemiripan gaya bermain. Mereka pandai membaca permainan dan memiliki operan-operan atau asis maut. Keduanya adalah tipikal pemain yang tidak egois seperti Sanchez.
Wenger menurunkan Mkhitaryan dan Oezil pada laga kontra Swansea. Operan dan asis-asisnya bakal menjadi santapan bagi striker Alexandre Lacazette yang sejauh ini tampil kurang produktif. Banyak pihak menilai, tidak produktifnya Lacazette adalah karena kehadiran Sanchez.
Sanchez adalah tipikal one man show yang tidak jarang memaksakan diri mencetak gol ketika Lacazette justru berdiri bebas tidak terkawal. Kehadiran Mkhitaryan berpotensi membuka potensi besar Lacazette, pemain yang pernah menjadi salah satu striker tersubur di Liga Perancis.
Dalam latihan Senin lalu, Lacazette dan Mkhitaryan tertangkap kamera tengah berbincang-bincang hangat. Penguasaan bahasa Perancis Mkhitaryan akan memudahkannya bekerja bersama Lacazette dan Wenger.
Maka dari itu, Gooners patut kembali optimistis dengan kehadiran Mkhitaryan, sang jenius yang rendah hati. (AFP)