Bagi para penggemar bulu tangkis, Istora Senayan dikenal sebagai stadion paling ”angker”. Atmosfer penonton yang sangat riuh di Istora menjadi ujian bagi nyali pemain yang berhasrat meraih gelar ”juara sejati”.
Setelah sekitar satu tahun ditutup untuk renovasi arena Asian Games, Istora kembali dibuka pertama kalinya untuk menyelenggarakan turnamen Daihatsu Indonesia Masters 2018. Ribuan penonton tak melewatkan kesempatan untuk hadir demi mendukung pemain idola yang sebagian besar termasuk dalam top-20.
Puncak keramaian Istora terjadi pada Minggu (28/1) saat empat wakil Indonesia menjalani babak final. Pebulu tangkis ”Merah Putih” yang tampil di final adalah tunggal putra Anthony Sinisuka Ginting serta pemain ganda Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir, Greysia Polii/Apriani Rahayu, serta Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo.
Sejak Minggu pagi terlihat antrean penonton di depan loket penjualan tiket. Namun, pukul 11.00 atau satu jam menjelang pertandingan, sebagian penonton menelan pil pahit tidak dapat masuk ke Istora karena tiket ludes terjual. Ternyata banyak tiket yang sudah dibeli secara daring.
Dalam situasi demikian, membeli tiket kepada calo menjadi pilihan. Harga tiket Rp 150.000 (kelas I) dan Rp 300.000 (VIP) pada pertandingan final bisa melonjak dua hingga tiga kali lipat di calo. Santi (40), yang datang bersama suaminya, Nolly (39), dan anak, Flavia (6), memutuskan membeli tiket di calo karena kehabisan tiket yang dijual di loket.
”Mau gimana lagi demi menyenangkan anak,” kata Santi.
Penonton yang mendapat tiket tidak hanya menyaksikan langsung penampilan pemain-pemain idola, tetapi juga berburu swafoto dengan atlet, berbincang dengan pemain idola pada acara meet and greet, serta menikmati kuliner yang tersedia.
Kegembiraan kian terasa karena para penonton dapat menikmati wajah Istora yang baru. Perbedaan Istora baru mudah terlihat dari kursi penonton yang berubah, dari kursi kayu panjang menjadi kursi perorangan yang bisa menampung hingga 7.166 penonton. Sebelumnya, kapasitas kursi mencapai 10.000 penonton.
Tata cahaya, penyejuk ruangan, serta fasilitas pendukung juga disesuaikan dengan kebutuhan kejuaraan berlevel dunia.
Kini, dalam setiap penggunaan Istora, petugas berjaga-jaga memastikan sikap penonton sesuai aturan. Wajah penonton yang mengangkat kaki di kursi tribune akan disorot kamera dan ditampilkan pada layar besar.
”Selamat tinggal Istora yang kumuh!” kata Suhari (58), penonton asal Tegal yang datang bersama keluarganya. (DNA)