Anggaran Belum Ideal
JAKARTA, KOMPAS — Anggaran untuk memenuhi kebutuhan atlet yang bergabung dengan Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar jauh dari ideal. Kemenpora hanya sanggup menyediakan Rp 50 juta per anak per tahun dari kebutuhan ideal Rp 150 juta per anak per tahun.
”Kalau ada kekurangan dari kebutuhan-kebutuhan atlet PPLP, seperti fasilitas dan peralatan minim, tempat latihan rusak, dan nutrisi kurang sempurna, itu dampak dari anggarannya yang memang belum ideal,” ujar Deputi Bidang Pembudayaan Olahraga Raden Isnanta, di Jakarta, Rabu (20/12).
Isnanta mengatakan, sejak empat tahun lalu tidak ada kenaikan jumlah anggaran untuk mendukung 34 Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) yang membina 1.558 atlet. Anggaran rutin yang dialokasikan Rp 105 miliar per tahun. Padahal, setiap tahun ada kenaikan harga (inflasi) serta meningkatnya kebutuhan atlet.
Dari persoalan itu, Kemenpora mengevaluasi PPLP dan mengatur ulang alokasi anggaran. Dukungan dana bagi PPLP yang kurang berkembang akan dialihkan ke sejumlah PPLP yang dinilai memiliki progres pembinaan lebih baik.
Selain itu, Kemenpora bekerja sama dengan Kemdikbud akan mengubah PPLP menjadi Sekolah Khusus Olahragawan (SKO), mulai 2018. Keberadaan SKO telah diatur dalam Undang-Undang No 3/2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan Peraturan Presiden No 95/2017 tentang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional. Peraturan Mendikbud dan petunjuk teknis kepelatihan atlet SKO akan diterbitkan guna melengkapi aturan.
Pengubahan PPLP menjadi SKO dinilai lebih menjamin dukungan dana untuk atlet karena Kemenpora dan Kemdikbud akan berbagi peran. ”Kemdikbud bertanggung jawab terhadap kebutuhan pendidikan dan tempat tinggal atlet, seperti pengelolaan infrastruktur pendidikan, dukungan peralatan sekolah, dan asrama. Kemenpora membiayai kebutuhan kepelatihan, yaitu kejuaraan, nutrisi, dan program latihan,” ujarnya.
Meski belum ada petunjuk teknis kepelatihan, sejauh ini ada 15 SKO yang sudah berdiri. Menurut rencana, SKO didirikan di setiap provinsi.
Atap bolong
Salah satu PPLP yang membutuhkan penanganan segera terletak di Provinsi Bengkulu. Di tempat ini, atlet angkat besi berlatih di ruang dengan atap bolong, lantai becek dan lembab, serta peralatan latihan yang sudah usang dan berkarat.
Lifter remaja kelas 50 kilogram, Muhammad Ilham Janawir Enzet, mengatakan, ketika hujan, atlet berlatih basah-basahan karena terciprat guyuran air yang jatuh dari atap ruang yang berlubang besar. ”Bagi saya, peralatan dalam kejuaraan itu sangat istimewa. Kondisinya bagus, mengilap. Jauh sekali dengan kondisi peralatan di tempat latihan yang sudah rusak,” ujarnya.
Atlet PPLP Bengkulu, Vina Widya Anggraini, mengatakan memerlukan waktu lebih dari satu jam untuk berangkat dari asrama ke tempat latihan. Latihan sore pukul 16.00-20.00 juga sering membuatnya melewatkan makan malam. ”Karena sampai asrama larut malam, makanan habis,” kata lifter kelas 63 kg itu.
Menurut Kepala Bidang Angkat Besi PB PABBSI Alamsyah Wijaya, hampir semua PPLP di Indonesia mempunyai masalah serupa, yakni minimnya fasilitas, sarana prasarana, dan nutrisi. Selain itu, program latihan juga kurang mendukung pembinaan atlet jangka panjang. Banyak atlet yang menjalani latihan berlebihan sehingga cedera atau tidak mengalami perkembangan berarti saat mereka masuk di level senior. (DNA)