Jejak Langkah Indonesia di SEA Games
Empat dekade silam atau pada 1977, Indonesia bergabung di ajang South East Asia Games (SEA Games). Sejak saat itu, tim ”Merah Putih” tidak pernah absen di ajang multicabang dua tahunan tersebut. Dalam 20 kali SEA Games yang diikuti itu, prestasi olahraga Indonesia pun mengalami pasang surut.
Tercatat dalam 20 kali SEA Games itu, Indonesia mampu meraih 10 kali juara umum. Prestasi terdekat digapai Thailand yang tujuh kali juara umum, diikuti tiga negara lain yang pernah sekali menjadi juara umum, yakni Filipina, Malaysia, dan Vietnam.
Kejayaan Indonesia dimulai sejak pertama kali turun di SEA Games 1977 di Kuala Lumpur, Malaysia. Istilah veni, vidi, vici atau datang, tanding, nenang tepat untuk menggambarkan kiprah kontingen Indonesia di ajang itu.
Saat itu Indonesia menjadi juara umum dengan meraih 62 medali emas, 41 perak, dan 34 perunggu. Di posisi runner up ditempati Thailand (37 emas, 35 perak, 33 perunggu), diikuti Filipina (31 emas, 30 perak, 30 perunggu) di posisi ketiga.
Padahal, saat ajang serupa masih bernama South Esat Asian Peninsular Games (SEAP) Games, di mana hanya diikuti tujuh negara di kawasan semenanjung Asia Tenggara, Thailand selalu mendominasi. Tercatat dari delapan kali penyelenggaraan SEAP, dimulai sejak 1959, Thailand enam kali meraih juara umum.
Pada SEA Games 1977, Indonesia banyak mendulang medali dari cabang renang. Tercatat tim renang Merah Putih meraih 19 dari 20 medali emas yang diperebutkan. Selain itu, tim renang Indonesia juga meraih 7 perak dan 4 perunggu. Sejumlah perenang Tanah Air juga mampu memecahkan rekor nasional di ajang itu.
Kejayaan Indonesia berlanjut saat menjadi tuan rumah SEA Games 1979. Saat itu kontingen Merah Putih meraih 92 medali emas, 78 perak, dan 52 perunggu. Posisi runner up masih ditempati Thailand (50 emas, 46 perak, 29 perunggu), diikuti Myanmar yang dulu masih bernama Burma di posisi ketiga (26 emas, 26 perak, 24 perunggu).
Lagi-lagi kontingen renang memberikan kontribusi paling banyak dalam koleksi medali Indonesia dengan meraih 20 emas, 13 perak, dan 7 perunggu. Yang juga menarik, kontingen menembak juga memberi kontribusi medali yang cukup banyak, yakni 11 emas, 10 perak, dan 6 perunggu.
Pada keikutsertaan ketiga di SEA Games, tepatnya saat digelar di Manila, Filipina, pada 1981, dominasi kontingen Indonesia belum terpatahkan. Saat itu tim Merah putih meraih 85 medali emas, 73 perak, dan 56 perunggu.
Meski menurun, capaian kontingen renang masih memberikan kontribusi medali emas paling banyak bagi Indonesia dengan 16 medali. Mereka juga menyumbang 9 perak dan 9 perunggu.
Posisi runner up juga masih ditempati Thailand dengan 62 medali emas, 45 perak, dan 41 perunggu. Sementara posisi ketiga diraih tuan rumah Filipina dengan 55 medali emas, 55 perak, dan 77 perunggu.
Alarm akan adanya penurunan prestasi olahraga Indonesia mulai terlihat pada SEA Games 1983 di Singapura. Meski masih menjadi juara umum, perolehan medali emas Indonesia menurun drastis ketimbang capaian sebelumnya. Pada SEA Games 1983, Indonesia hanya meraih 64 medali emas, 67 perak, dan 54 perunggu.
Perebutan posisi kedua juga berlangsung ketat di mana Filipina dan Thailand sama-sama mengoleksi 49 emas. Filipina lebih unggul karena mengoleksi 48 perak dan 53 perunggu, sedangkan Thailand mengoleksi 40 perak dan 38 perunggu.
Penurunan prestasi Indonesia terbukti di SEA Games 1985 di Bangkok, Thailand. Untuk pertama kalinya, kontingen Merah Putih hanya menjadi runner up di ajang dua tahunan itu dengan koleksi 62 medali emas, 73 perak, dan 76 perunggu. Sementara tuan rumah Thailand menjadi juara umum dengan 92 medali emas, 66 perak, dan 59 perunggu.
Penurunan prestasi itu terasa juga di cabang akuatik yang hanya menyumbangkan 8 medali emas. Pada SEA Games ini, giliran cabang panahan yang memberikan kontribusi terbanyak bagi Indonesia dengan 16 medali emas.
Kegagalan menjadi juara umum di SEA Games sebelumnya justru membuat semangat kontingen Merah Putih membara di SEA Games Jakarta 1987. Tepat satu dekade keikutsertaan di SEA Games, Indonesia mampu mengembalikan tradisi juara umum dengan meraih 183 medali emas, 136 perak, dan 84 perunggu.
Yang menarik dari SEA Games tersebut, cabang beladiri menjadi lumbung emas Indonesia. Tim nasional gulat panen 20 medali emas, karate 12 emas, dan pencak silat 11 emas. Di luar itu, angkat besi/binaraga meraih 18 medali emas dan atletik 17 emas.
Sementara Thailand kembali menjadi runner up dengan 63 medali emas, 57 perak, dan 67 perunggu. Sementara Filipina di posisi ketiga dengan 59 emas, 78 perak, dan 69 perunggu.
Indonesia mampu mempertahankan gelar juara bertahan saat bertarung pada SEA Games 1989 di Kuala Lumpur. Tim Merah Putih meraih 102 medali emas, 78 perak, dan 71 perunggu. Sementara tuan rumah Malaysia mengambil alih posisi kedua dengan 67 emas, 58 perak, dan 75 perunggu. Thailand di posisi ketiga dengan 62 emas, 63 perak, dan 66 perunggu.
Pada SEA Games kali ini, Kamboja absen. SEA Games itu juga menjadi penampilan perdana Laos yang saat itu finis di posisi ke-9 atau terbawah dengan hanya meraih 1 medali perak.
Persaingan perebutan gelar juara umum pada SEA Games Manila 1991 antara Indonesia dan Filipina berlangsung cukup ketat. Satu emas penanda keunggulan Indonesia atas Filipina diraih pada pertandingan terakhir SEA Games, yakni dari cabang sepak bola.
Drama perebutan juara umum itu disajikan kiper Eddy Harto dan kawan-kawan saat melawan Thailand di final. Apalagi kemenangan Indonesia 4-3 pada laga itu ditentukan lewat adu penalti.
Pada SEA Games itu, Indonesia meraih 92 medali emas, 86 perak, dan 67 perunggu, sementara Filipina di peringkat kedua meraih 31 emas, 62 perak, dan 86 perunggu. Thailand di posisi ketiga dengan 72 emas, 80 perak, dan 69 perunggu.
SEA Games Singapura 1993 menunjukkan prestasi olahraga di tiga besar negara ASEAN yang kian merata. Indonesia masih teratas dengan koleksi 88 medali emas, 81 perak, dan 84 perunggu. Posisi kedua ditempati Thailand (63 emas, 70 perak, dan 63 perunggu), serta Filipina di tempat ketiga (57 emas, 59 perak, 72 perunggu).
Dominasi Thailand kembali ditunjukkan saat mereka menjadi tuan rumah SEA Games Bangkok 1995. Thailand menjadi juara umum dan Indonesia hanya menempati posisi kedua dengan 77 medali emas, 67 perak, dan 77 perunggu.
Kontingen Merah Putih merebut kembali juara umum saat menjadi tuan rumah SEA Games 1997 di Jakarta. Perolehan emas Indonesia saat itu sangat fantastis dan mencetak rekor terbanyak dalam SEA Games, yakni mencapai 194 medali. Selain itu, Indonesia juga meraih 101 perak dan 115 perunggu.
Cabang balap sepeda cukup menonjol karena kontingen Indonesia meraih 13 medali emas. Lima di antara emas itu disumbangkan pebalap sepeda putri Nurhayati. Capaian itu membuat dia dijuluki ”Ratu Balap Sepeda Indonesia”.
Keterpurukan kondisi bangsa pada era awal reformasi juga berdampak pada prestasi olaharaga Indonesia. Pada masa krisis ekonomi itu, Indonesia hanya menempati posisi ketiga pada SEA Games Brunei Darussalam 1999, di bawah Thailand dan Malaysia. Koleksi medali merosot drastis dari capaian SEA Games sebelumnya, yakni 44 emas, 43 perak, dan 58 perunggu. Kondisi ini tentu juga dipengaruhi jumlah medali yang diperebutkan juga menurun.
Tonggak penurunan prestasi pada SEA Games 1999 itu terus berlanjut pada penyelenggaraan lima SEA Games berikutnya. Pada SEA Games 2001 dan 2003, Indonesia hanya menempati peringkat ke-3 di bawah Thailand dan Malaysia. Sampai-sampai, Presiden RI saat itu, Megawati Soekarnoputri, secara terbuka menyatakan malu dengan capaian itu.
Penurunan prestasi itu tidak lepas dari pembinaan olahraga yang seolah dilupakan saat krisis awal reformasi. Negara saat itu sibuk mengatasi beragam persoalan politik dan krisis ekonomi.
Pada SEA Games 2003, untuk pertama kalinya Timor-Leste turut berlaga setelah resmi memisahkan diri dari Indonesia.
Buah dari pembinaan olahraga yang buruk itu kembali dituai pada SEA Games Manila 2005. Untuk pertama kalinya Indonesia keluar dari posisi tiga besar di SEA Games. Saat itu Indonesia hanya menempati peringkat kelima di bawah Filipina, Thailand, Vietnam, dan Malaysia.
Prestasi Indonesia merangkak naik pada SEA Games Bangkok 2007 dengan menempati peringkat ke-4. Perbaikan terlihat saat SEA Games 2009 digelar di Laos. Indonesia yang memulai dengan Program Atlet Andalan, saat itu menempati peringkat ke-4 di bawah Thailand, Malaysia, dan Vietnam.
Posisi puncak kembali diraih saat Indonesia menjadi tuan rumah SEA Games 2011. Pada SEA Games yang digelar di Jakarta dan Palembang itu, Indonesia meraih 182 medali emas, 151 perak, dan 143 perunggu.
Setelah capaian puncak itu, prestasi Indonesia kembali menurun drastis. Pada SEA Games 2013 di Myanmar dan SEA Games 2015 di Singapura, Indonesia hanya menempati posisi ke-4 dan ke-5.
Di tengah persiapan yang kurang prima karena didera masalah keterlambatan uang saku, rentang waktu pemusatan latihan nasional yang tergolong singkat, serta keterbatasan anggaran untuk pengadaan peralatan dan uji coba, kontingen Indonesia pun kembali terpuruk.
Target perolehan 55 medali emas yang harus dipikul oleh 622 atlet (366 atlet putra dan 256 atlet putri) yang berlaga di SEA Games 2017 tidak tercapai. Indonesia hanya mampu meraih 38 medali emas, kalah dari Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Singapura.
Inilah buah buruk persiapan dan cermin amburadulnya pengelolaan olahraga Indonesia. Tidak salah jika dibilang saat ini Indonesia dalam kondisi " darurat olahraga".